Laporkan Masalah

MENGGALI INGATAN DALAM KUBANGAN LUMPUR : Politik Memori Masa Kecil Penyintas Lumpur Lapindo

Muhammad Fahmi Nurcahya, Budiawan, S.S., M.A., Ph.D

2024 | Tesis | S2 Kajian Budaya dan Media

Apa perlunya mengingat bencana? dan apa yang didapat dari mengingat bencana? 18 tahun sudah berlalu. Waktu yang sangat terlalu lama untuk sebuah bencana yang telah menggusur ruang hidup puluhan ribu jiwa serta menghancurkan peradaban sebuah masyarakat. Bencana semburan lumpur Lapindo, peristiwa nahas yang mengakibatkan tak kurang dari enam belas desa di tiga kecamatan (Porong, Tanggulangin, Jabon) kabupaten Sidoarjo telah hancur dan bahkan tenggelam. Dampak ini akan terus meluas karena lumpur Lapindo masih terus menyembur hingga sekarang. Hal inilah yang kemudian mengantarkan lumpur Lapindo sebagai kasus lingkungan hidup terbesar di Indonesia.

Penelitian ini secara garis besar berusaha untuk melihat bagaimana praktik politik memori penyintas lumpur lapindo pasca pindah dari desa asalnya. Mengambil fokus pada arek-arek Alfaz yang kini telah dewasa dan ingatan masa kecil tentang kampung asal – desa Besuki Timur – yang dulu terpaksa mereka tinggalkan akibat terdampak bencana lumpur Lapindo. Dengan menggunakan kacamata analisis politik memori dan memori kebencanaan, penelitian ini bermaksud untuk melihat lebih jauh bagaimana cara mereka mengenang masa lalu dan kaitanya dengan proses hidup di masa kini.

ABSTRACT What is need to remember the disaster? And what is gained from remembering the disaster? 18 years have passed. That is far too long for a disaster that has displaced the living space of tens of thousands of people and destroyed the civilization of a community. The Lapindo mudflow disaster, an unfortunate event that resulted in no less than sixteen villages in three sub-districts (Porong, Tanggulangin, Jabon) of Sidoarjo district being destroyed and even submerged. This impact will continue to expand as the Lapindo mudflow continues to erupt to this day. This has made Lapindo mud the biggest environmental case in Indonesia.

This research seeks to examine the practice of political memory of Lapindo mudflow survivors after moving away from their original village. Focusing on the now-adult 'Arek-arek Alfaz' and their childhood memories of their home village - Besuki Timur village - which they were forced to leave due to the Lapindo mud disaster. By using the lens of political memory analysis and disaster memory, this research intends to look further at how they remember the past and its relationship with the process of living in the present.

Kata Kunci : politik memori, bencana, lumpur lapindo

  1. S2-2024-486686-abstract.pdf  
  2. S2-2024-486686-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-486686-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-486686-title.pdf