Pelaksanaan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten Sleman
ISMAYA, Samun, H. Sudjito, SH.,MSi
2004 | Tesis | S2 Ilmu HukumPerubahan penggunaan tanah pertanian ke penggunaan non pertanian merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari ketentuan Pasal 6 UUPA (UU No. 5 Tahun 1960) yang menyatakan bahwa :â€semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosialâ€. Pasal ini memberikan makna bahwa penggunaan tanah termasuk merubah fungsinya tidak boleh menyampingkan fungsi sosial dimana kepentingan umum juga harus diperhatikan, dengan kata lain pemilik tanah tidak diperkenankan mempergunakan tanah menurut kehendaknya sendiri. Tetapi dalam kenyatannya banyak pemilik tanah pertanian subur yang beririgasi teknis maupun setengah teknis merubah menjadi tanah non pertanian baik yang dilakukan melalui prosedure perizinan maupun tanpa melalui prosedure perizinan yang berlaku. Berbagai peraturan dikeluarkan dengan maksudkan sebagai sarana pengatur dan pengendali perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian tetapi pengeringan masih juga berjalan. Hal ini memang bisa difahami karena permasalahan pengeringan bukan masalah dari pelakunya sendiri tetapi juga masalah pemerintah bahkan lebih luas merupakan masalah sosial yang perlu mendapatkan perhatian. Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana prosedure pengeringan, sanksi terhadap pelanggaran izin pengeringan, kendala yang dihadapi serta solusinya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang mengambarkan permasalahan dan jawaban sesuai dengan tujuannya. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman yang merupakan Kabupaten dimana kegiatan pengeringannya cukup menonjol menurut data sekunder yang ada. Adapun yang dijadikan responden adalah pelaku pengeringan sebanyak 24 orang responden. Kemudian untuk melengkapi data diwawancarai nara sumber yaitu pejabat pemerintah yang terkait dengan pemberian izin perubahan penggunaan tanah. Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif dalam rangka menjawab permasalahan. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut pelaksanaan perubahan penggunaan tanah atau pengeringan di Kabupaten Sleman dilaksanakan melalui mekanisme perizinan yang diatur dalam Perda No. 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah. Sampai saat ini belum pernah ada pemberian sanksi terhadap pelanggaran mekanisme perubahan penggunaan tanah yang tidak melalui prosedure yang berlaku. Hal ini disebabkan karena kendala perangkat hukumnya, kendala kelembagaan, kendala tidak adanya orang yang menjadi pelapor dan saksi. Solusi yang diambil oleh Pemerintah ialah dengan tindakan yang bersifat pencegahan atau tindakan preventif dilakukan seperti melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan, pengetatan di bidang perizinan perubahan penggunaan tanah serta penyuluhan-penyuluhan bidang pertanahan
Agricultural land use change into non-agricultural land use is an activity inseparable from the regulation in Article 6 of the Act on Land Affairs (Act no. 5/1960). It stipulates that: “all rights over land have social functionâ€. This article gives an understanding that the use of land including in it changing its function must not ignore its social function in which public interests must be taken into consideration, or in other words landowner is not allowed to use his land as he likes. In practice, however, many land owners of fertile farming land of technical, or half-technical irrigation change it into non-farming land through either the procedure of obtaining permit or without the procedure of obtaining permit that is applicable. This research is a descriptive-qualitative research that describes the problem and solution that is in line with the objectives of the research. It was conducted in Sleman regency, where the activities of drying up of land are rampant as indicated from the secondary data. The respondents are 24 people practicing drying up of land. In order to complete the data, interview was conducted with resource persons consisting of the dignitaries of the Office of Land Affairs, Bappeda Office, the Office of Trantib, the Office of Agriculture, the Office of Public works, Head of Sub district and Head of Village. The data were then analysed qualitatively to answer the research problem. The research draws the following conclusions: First, the implementation of land use change or drying up in Sleman regency is differentiated into two, namely drying up in compliance with the permit mechanism and the one not incompliance with the permit mechanism, or illegal. Second, the sanction for the violation against land use change mechanism can be given as criminal charge or fine, permit refusal, or revocation of permit already granted by the government. A sanction from the government for the doer of drying up which is incompliance with the permit mechanism (illegal) has not been decided. Third, the problem encountered in giving the sanction for land use change or drying up permit violation is due to the law instrument, institutional problems, a nd lack of witness and people who report the case. Fourth, the solution attempted by the government to deal with the problem pertaining to the many drying up activities both legal and illegal ones is by means of preventive measures, such as doing sociali zation for the rules, scrutinizing the land use change permit, and disseminating information to the society concerning land affairs.
Kata Kunci : Hukum Pertanahan,UUPA (UU No5 Tahun 1960),Perubahan Penggunaan Tanah, non-farming land use change