Laporkan Masalah

URGENSI PENERAPAN KEBIJAKAN CUKAI MINUMAN BERPEMANIS DALAM KEMASAN (MBDK) DI INDONESIA DAN KERANGKA KEBIJAKANNYA YANG DITINJAU DARI ASAS EFISIENSI PAJAK

Radithia, 2. Dr. Irine Handika, S.H., LL.M

2024 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA

Tingkat konsumsi minuman manis di Indonesia tergolong cukup tinggi diantara negara lainnya di Asia Tenggara, banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, seperti literasi yang rendah tentang pola hidup sehat, kebiasaan minum minuman manis tertentu yang menjadi sebuah kebiasaan rutin, banyaknya pilihan produk minuman manis dengan harga terjangkau yang tersedia dipasaran, dan kurangnya sosialisasi kesehatan dari Pemerintah Indonesia khususnya tentang konsumsi gula berlebihan. Implikasi dari konsumsi gula berlebihan dari minuman berpemanis tersebut adalah meningkatnya resiko kesehatan, salah satunya penyakit diabetes. Diabetes yang tergolong penyakit yang memerlukan biaya pengobatan yang cukup mahal dapat merugikan nerasa keuangan masyarakat secara khusus, dan kas negara secara umum karena perlu mengeluarkan biaya lebih untuk biaya layanan kesehatan. Disisi lain sudah banyak pakar kesehatan, peneliti, ataupun lembaga internasional yang menaruh perhatian terhadap kesehatan yang menyarankan untuk menerapkan kebijakan pengenaan cukai terhadap produk minuman manis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis urgensi penerapan kebijakan cukai MBDK di Indonesia, dan melakukan analisis perbadingan dengan negara UK, Filipina, dan AS, Philadelphia yang telah mengimplementasi cukai minuman berpemanis sebagai tolok ukur bagi pemerintah Indonesia. Teori efisiensi pajak dari Adam Smith digunakan sebagai alat uji dari desain pengaturan cukai diketiga negara tersebut, lebih lanjut penelitian ini termasuk kedalam penelitian hukum normatif dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini menemukan bahwa pada dasarnya Indonesia telah memiliki dasar hukum untuk dapat menambahkan produk MBDK sebagai barang kena cukai, dan konsumsi MBDK secara rutin, dan berlebihan akan merugikan kesehatan, dan finansial. Lebih lanjut hasil uji dari tiga negara pembanding menunjukkan bahwa negara Filipina merupakan yang paling efisien pajak, selanjutnya adalah UK. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kebijakan cukai MBDK memiliki urgensi yang sangat besar untuk segera diterapkan, dan Pemerintah Indonesia khususnya Kementrian Keuangan dapat menjadikan negara Filipina dan UK sebagai referensi, dan tolok ukur keberhasilan dalam hal efisiensi pajak.

The level of consumption of sweet drinks in Indonesia is quite high compared to other countries in Southeast Asia, many factors influence this, such as low literacy about healthy lifestyles, the habit of drinking certain sweet drinks which have become a routine habit, the wide choice of sweet drink products at low prices available on the market, and a lack of health outreach from the Indonesian Government, especially regarding excessive sugar consumption. The implication of excessive sugar consumption from sweetened drinks is increased health risks, one of which is diabetes. Diabetes, which is classified as a disease that requires quite expensive treatment costs, can harm people's financial sense in particular, and the state treasury in general because it requires spending more on health service costs. On the other hand, many health experts, researchers, and international institutions who pay attention to health have suggested imposing excise taxes on sweet drink products.

 

Based on this background, this research was conducted to analyze the urgency of implementing the MBDK excise policy in Indonesia and conducting a comparative analysis with the UK, Philippines, and US, Philadelphia which have implemented excise on sweetened drinks as a benchmark for the Indonesian government. Adam Smith's theory of tax efficiency is used as a test tool for the design of excise regulations in the three countries. Furthermore, this research is considered normative legal research using primary, secondary, and tertiary legal materials. This research found that basically, Indonesia has a legal basis to be able to add MBDK products as excisable goods and that consuming MBDK regularly and excessively will be detrimental to health and finances. Furthermore, test results from three comparison countries show that the Philippines is the most tax-efficient, and next is the UK. Therefore, it can be concluded that the MBDK excise policy has great urgency to be implemented immediately, and the Indonesian Government, especially the Ministry of Finance, can use the Philippines and the UK as references and benchmarks for success in terms of tax efficiency.

Kata Kunci : hukum pajak, SSB Tax, cukai MBDK, efisiensi pajak

  1. S2-2024-495933-abstract.pdf  
  2. S2-2024-495933-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-495933-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-495933-title.pdf