Analisis Pergeseran Nama Tempat dalam Persepsi Masyarakat (Studi Kasus: Malioboro, Gejayan, Dago, dan Sentul)
Nafisa Andika Putri, Heri Sutanta, S.T., M.Sc., Ph.D.
2024 | Tesis | S2 Teknik Geomatika
Nama tempat sering kali mengalami pergeseran akibat perbedaan kemampuan kognitif manusia dalam memahaminya, menjadikannya sebagai objek kognitif yang kabur (vague cognitive object). Pergeseran nama tempat ini terjadi akibat ketidaksesuaian persepsi masyarakat yang berujung pada kesalahan pengetahuan masyarakat akan nama tempat. Fenomena ini terlihat di Indonesia, seperti di Dago, Sentul, Malioboro, dan Gejayan, dimana nama tempat yang sarat akan nilai sejarah, budaya, dan politik sering kali diasosiasikan dengan lokasi yang tidak tepat. Jika dibiarkan, nama tempat menjadi ambigu dan menimbulkan kebingungan bagi pendatang baru, bahkan menghapuskan nilai dan identitas asli suatu tempat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena pergeseran nama tempat yang ada di Indonesia dalam kaitannya dengan persepsi masyarakat, khususnya di Dago, Sentul, Malioboro, dan Gejayan.
Isu ini melibatkan manusia serta persepsinya terhadap ruang (space) dan tempat (place), sehingga diperlukan analisis dari sudut pandang spasial. Data yang menjadi input merupakan data spasial yang dikumpulkan langsung dari lapangan maupun sumber data sekunder. Data lapangan diambil menggunakan geo-kuesioner android dimana secara teknis responden melakukan marking pada muka peta dan dilanjut menjawab pertanyaan terkait faktor-faktor persepsi (usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, asal, domisili, lama tinggal di domisili, jumlah kunjungan, durasi kunjungan, dan nama objek eksisting). Responden berjumlah >30 orang yang ditentukan secara acak di lapangan sesuai kesediaannya menjadi responden. Data persepsi kemudian dilakukan analisis kedekatan menggunakan QGIS dan hasilnya divisualisasikan sebagai peta.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pergeseran nama tempat dengan pola sebaran persepsi yang berbeda untuk setiap lokasi penelitian. Persepsi Gejayan tersebar di sekitar Jalan Affandi, Malioboro di sekitar Jalan Malioboro dan Margo Mulyo, Dago di sekitar Jalan Ir. H. Juanda dan Taman Hutan Raya Juanda, serta Sentul terfokus pada AEON Mall dan Sirkuit Internasional. Pergeseran nama tempat ini kemudian diketahui bahwa berkaitan dengan ketepatan persepsi masyarakat yang rendah. Tingkat ketepatan persepsi di Malioboro sebesar 28,13%, Dago 9,68%, Sentul 3,13%, dan Gejayan 2,7%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketepatan persepsi ini adalah jenis kelamin dan durasi kunjungan. Selain itu, keberadaan objek populer yang namanya mengandung kata “Dago, Sentul, Malioboro, atau Gejayan” juga berpengaruh karena penamaan objek-objek tersebut belum sesuai. Berdasarkan hasil penelitian dan literatur terdahulu, jika dibiarkan, nama tempat yang asli dapat dilupakan bahkan hilang. Oleh karenanya, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pelaksanaan Penyelenggaraan Nama Rupabumi yang terpadu, penertiban penamaan objek, dan pemberian mata pelajaran toponim sejak dini.
Place names often shift due to differences in human cognitive abilities in understanding them, making them vague cognitive objects. This shift in place names occurs due to the differences of one’s perception which leads to errors in one’s knowledge of place names. This phenomenon can be seen in Indonesia, such as in Dago, Sentul, Malioboro, and Gejayan, where place names loaded with historical, cultural, and political values are often associated with inappropriate locations. If left unchecked, place names become ambiguous and cause confusion for newcomers, even erasing the original value and identity of a place. Therefore, this study aims to analyze the phenomenon of toponymic shifting in Indonesia in relation to public perception, especially in Dago, Sentul, Malioboro and Gejayan.
Since this issue involves humans and their perception of space and place, an analysis from a spatial perspective using Geographic Information Systems (GIS), is needed. The input data is spatial data collected directly from the field or secondary data sources. Field data was collected using an android geo-questionnaire where technically respondents marked the map and continued to answer questions related to perception factors (age, education, gender, occupation, origin, domicile, length of stay at domicile, number of visits, duration of visit, and name of existing object). For each location, >30 people randomly chosen in the field agreed to take part in completing the questionnaire. The perception data was then subjected to proximity analysis using QGIS and the results were visualized as maps.
The results of the study showed a shift in place names with different patterns of perception distribution for each research location. The perception of Gejayan spreads around Jalan Affandi, Malioboro around Jalan Malioboro and Margo Mulyo, Dago around Jalan Ir. H. Juanda and Taman Hutan Raya Juanda, and Sentul focuses on AEON Mall and the International Circuit. This shift in place names was later found to be related to the low accuracy of public perception. The level of accuracy of perception in Malioboro was 28.13%, Dago 9.68%, Sentul 3.13%, and Gejayan 2.7%. Factors related to the accuracy of this perception are gender and duration of visit. In addition, the existence of popular objects whose names contain the words " Dago, Sentul, Malioboro, or Gejayan" also has an influence because the naming of these objects is improper. Based on this study and previous literature, if ignored, original place names can be forgotten. Therefore, several things that can be done to overcome this problem are the implementation of integrated Standardization of Geographical Names, regulating object naming, and providing toponym subjects from an early stage of school.
Kata Kunci : Studi Toponim, Pergeseran Nama Tempat, Vague Cognitive Object, Geo-kuesioner, Persepsi