Adopsi dan Produktivitas Agroforestri Berbasis Kelapa (Cocos nucifera. Linn) di Halmahera
Ebedly Lewerissa, Prof. Dr. Budiadi, S.Hut.,M.Agr.Sc ; Prof. Dr. Ir. Suryo Hardiwinoto, M.Agr.Sc s; Prof. Subejo, S.P, M.Sc. P.hD.,
2024 | Disertasi | S3 Ilmu Kehutanan
Adopsi kelapa oleh petani di Halmahera didasarkan pada kebiasaan turun-temurun, namun laju adopsi inovasi dipengaruhi oleh atribut inovasi dan jenis keputusan inovasi. Kelapa menjadi komoditas unggulan di Halmahera dan dikembangkan menjadi agroforestri berbasis kelapa. Tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian ini adalah : 1) mengetahui sejarah dan tingkat adoptabilitas masyarakat terhadap agroforestry berbasis kelapa di Halmahera; 2) menganalisis penerapan silvikultur pada agroforestry berbasis kelapa (Cocos nucifera. Linn) di Halmahera; 3) menyusun model rencana pengembangan pengelolaan agroforestry berbasis kelapa (Cocos nucifera. Linn) di Halmahera. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey (purposive sampling dan snowball sampling) menentukan responden untuk memperoleh data sosial. Data dianalisis dengan metode teknik triangulasi. Skala Likert Summated Ratings digunakan untuk mengukur tingkat persepsi petani terhadap adopsi kelapa, Untuk pertumbuhan digunakan rumus INP dan Indeks keanekaragaman, indeks kekayaaan dan indeks kemerataan serta desain model menggunakan metode SEM dengan alat analisisnya adalah SmartPLS 3.0.
Hasil penelitian menujukkan bahwa kelapa diperkenalkan di Halmahera pada tahun 1895 dan diadopsi secara luas oleh masyarakat pada tahun 1915. Mulai tahun 2000, petani mengembangkan agroforestri berbasis kelapa dengan menanam tanaman pangan dan hortikultura. Masyarakat Halmahera memahami pentingnya kelapa dan agroforestri dalam aspek ekonomi, sosial, dan ekologi, mendorong empat pola tanam berbeda: monokultur kelapa, kelapa campur pala, kelapa campur pala dengan tanaman pangan-hortikultura, serta kelapa campur cengkeh dengan tanaman pangan-hortikultura. Kearifan lokal Ima Kokiriwo mencerminkan budaya kebersamaan dalam pengolahan kelapa menjadi kopra.
Stratifikasi pola tanam agroforestri berbasis kelapa di Halmahera terdiri dari lima strata dengan pola tanam monokultur kelapa menunjukkan INP tertinggi di tingkat pohon, tiang, dan pancang. Keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan indeks pada lahan agroforestri berbasis kelapa di Halmahera tergolong rendah hingga sedang, sehingga diperlukan pengayaan tanaman untuk meningkatkan produktivitas lahan. Penerapan silvikultur oleh petani masih belum maksimal karena keterbatasan pendidikan dan pengetahuan tentang tahapan-tahapan pengelolaan lahan. Pola tanam kelapa campur pala dan tanaman pangan-hortikultura menunjukkan pertumbuhan vegetasi dan produktivitas yang baik serta menjadi desain model pengembangan agroforestri berbasis kelapa di Halmahera berdasarkan hasil uji data menggunakan metode SEM-PLS.
Coconut adoption by farmers in Halmahera is based on hereditary habits, but the rate of innovation adoption is influenced by innovation attributes and the type of innovation decision. Coconut is a leading commodity in Halmahera and is being developed into a coconut-based agroforestry. The objectives to be achieved in this research are: 1) knowing the history and level of community adaptability of coconut-based agroforestry in Halmahera; 2) analysing the application of silviculture in coconut (Cocos nucifera. Linn)-based agroforestry in Halmahera; and 3) developing a model for a coconut (Cocos nucifera. Linn)-based agroforestry management development plan in Halmahera. The method used in this research is a survey method (purposive sampling and snowball sampling) to determine respondents and obtain social data. The data were analysed using triangulation techniques. The Summated Ratings Likert scale was used to measure farmers’ perceptions of coconut adoption. For growth, the INP formula and diversity index, richness index, and evenness index are used, and the model design uses the SEM method with the analysis tool SmartPLS 3.0.
The research findings revealed that the community in Halmahera widely adopted coconuts in 1915, following their introduction in 1895. Starting in 2000, farmers developed coconut-based agroforestry by planting food and horticultural crops. The people of Halmahera understand the importance of coconut and agroforestry in economic, social, and ecological aspects, encouraging four different planting patterns: coconut monoculture, coconut mixed with nutmeg, coconut mixed with nutmeg with food-horticultural crops, and coconut mixed with cloves with food-horticultural crops. Ima Kokiriwo's local wisdom reflects the culture of togetherness in processing coconut into copra. The stratification of coconut-based agroforestry planting patterns in Halmahera consists of five strata with the coconut monoculture planting pattern showing the highest INP at the tree, pole and sapling levels. The diversity, richness and evenness index of coconut-based agroforestry land in Halmahera is classified as low to medium, so plant enrichment is needed to increase land productivity. The application of silviculture by farmers is still not optimal due to limited education and knowledge about the stages of land management. The planting pattern of coconut mixed with nutmeg and food-horticultural crops shows good vegetation growth and productivity and has become a design model for developing coconut-based agroforestry in Halmahera based on the results of data tests using the SEM-PLS method.
Kata Kunci : Adopsi, SilvikuLtur, HALUT dan HALBAR, SEM SmartPLS 3.0; Adoption, Silviculture HALUT and HALBAR, SEM SmartPLS 3.