Laporkan Masalah

Evaluasi Implementasi Program Pencegahan Penyakit Leptospirosis di Kabupaten Bantul Tahun 2023

Dessy Arrie Hertanto, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D; dr. Citra Indriani, MPH; Samsu Aryanto, SKM, MPH

2024 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

INTISARI 

Pendahuluan: Leptospirosis masih menjadi masalah di Kabupaten Bantul. Salah satu program Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul untuk mengatasi masalah tersebut dengan memberikan program penyuluhan/KIE untuk menumbuhkan kesadaran kewaspadaan dan perilaku pencegahan penyakit Leptospirosis. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi program penyuluhan yang sudah berjalan. Metode: Sub studi evaluasi dan surveilans program menggunakan studi deskriptif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner semi terstruktur dan observasi data sekunder tahun 2023. Sub studi analitik pada tingkat individu dengan pendekatan cross sectional dan dianalisis menggunakan uji logistic regression. Kerangka teori komunikasi untuk perubahan perilaku sosial digunakan dalam penelitian ini. Responden evaluasi program berjumlah 14 orang, evaluasi surveilans 22 orang dan Analitik 308 orang, masing-masing menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil: Pada sub-studi evaluasi surveilans ditemukan kekuatan pada beberapa atribut, yaitu jejaring dan kerjasama yang baik, konfirmasi kasus, pencatatan dan pelaporan, respon dan kontrol, ketepatan dan kelengkapan, kegunaan kesederhanaan, akseptabilitas, fleksibilitas, serta dukungan pedoman standar, pelatihan, supervisi, dan sumber daya yang baik. Namun, terdapat kekurangan pada fungsi surveilans, yaitu atribut analisis dan interpretasi, kesiapsiagaan KLB, serta dukungan monitoring dan evaluasi. Pada sub-studi evaluasi program, tahap input diisi oleh mayoritas SDM perempuan (78%), dengan pendidikan D4/S1 (42,86%), dan mayoritas ASN (92,86%). Sarana dan prasarana dinilai baik, termasuk pembiayaan (85,71%) dan alat bantu KIE (78,57%). Penggunaan lebih dari satu referensi sebesar 64,29%. Pada tahap perencanaan, 64,29% Puskesmas melakukan analisis situasi risiko dan perilaku berisiko, serta 50% Puskesmas merancang strategi KIE yang baik. Puskesmas yang menyusun materi dan melakukan monitoring serta evaluasi dengan baik sebesar 86%. Media yang banyak digunakan adalah power point, leaflet, dan flyer. Pada tahap output, penyuluhan dilakukan di berbagai forum dengan penggunaan media yang beragam. Kendala yang dihadapi meliputi kurangnya promosi link video, durasi penyuluhan yang panjang, dan penyesuaian waktu pelaksanaan dengan jam kerja masyarakat Kabupaten Bantul. Pada sub-studi analitik, hanya faktor jenis kelamin laki-laki (p-value < 0>

Kesimpulan: Evaluasi mengungkapkan bahwa meskipun ada kekuatan dalam jejaring kerja dan komponen fungsi surveilans seperti konfirmasi kasus dan pelaporan, masih terdapat kekurangan pada fungsi analisis, interpretasi data, dan kesiapsiagaan KLB. Program Pencegahan/KIE Leptospirosis juga menghadapi tantangan dalam pelaksanaan penyuluhan, terutama dalam hal promosi konten dan manajemen waktu. Faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin, dan pekerjaan ditemukan berpengaruh signifikan terhadap kewaspadaan dan perilaku pencegahan leptospirosis, sehingga tujuan program pengendalian leptospirosis perlu pendekatan ke faktor tersebut, sementara pengetahuan saja tidak cukup untuk mengubah perilaku tanpa dukungan sikap yang tepat. Peningkatan performa surveilans dan program penyuluhan yang melibatkan masyarakat secara lebih aktif, pelatihan komunikasi efektif, serta kerjasama lintas sektor diperlukan untuk pencegahan dan pengendalian leptospirosis di Kabupaten Bantul.

ABSTRACT


Introduction: Leptospirosis often occurs in Bantul Regency, so the Bantul District Health Service provides a socialization program/KIE solution to foster awareness and preventative behavior for Leptospirosis. The aim of this research is to evaluate the existing extension program.

Method: Program evaluation and surveillance using descriptive studies. Data collection using semistructured questionnaires and secondary data observations in 2023. Analytical sub-studies at the individual level were modeled with a cross sectional approach and analyzed using logistic regression test. Social behavior change communication theoretical framework is conduct in this research. Responden for program evaluation are 14 person, surveillance evaluation are 22 person and 308 person for Analytic, each using purposive sampling techniques.

Results: In the surveillance evaluation sub-study, strengths were found in several attributes, namely good networking and collaboration, case confirmation, recording and reporting, response and control, accuracy and completeness, simplicity, acceptability, flexibility, as well as support for standard guidelines, training, supervision, and good resources. However, there are deficiencies in the surveillance function, namely analysis and interpretation attributes, KLB preparedness, as well as monitoring and evaluation support. In the program evaluation sub-study, the input stage was filled by the majority of female human resources (78%), with D4/S1 education (42.86%), and the majority were ASN (92.86%). Facilities and infrastructure were assessed as good, including financing (85.71%) and IEC tools (78.57%). The use of more than one reference is 64.29%. At the planning stage, 64.29% of community health centers conducted an analysis of risk situations and risky behavior, and 50% of community health centers designed a good IEC strategy. 86% of Community Health Centers prepared materials and carried out monitoring and evaluation well. The media that are widely used are power points, leaflets and flyers. At the output stage, counseling is carried out in various forums using various media. Obstacles faced include the lack of video link promotion, the long duration of the counseling, and adjusting the implementation time to the working hours of the people of Bantul Regency. In the analytical sub-study, only male gender (p-value < 0>

Conclusion: The evaluation revealed that although there are strengths in the network and surveillance function components such as case confirmation and reporting, there are still deficiencies in the analysis, data interpretation and outbreak preparedness functions. The Leptospirosis Prevention/KIE Program also faces challenges in implementing outreach, especially in terms of content promotion and time management. Sociodemographic factors such as age, gender, and occupation were found to have a significant influence on leptospirosis awareness and prevention behavior, so the aim of leptospirosis control programs needs to be an approach to these factors, while knowledge alone is not enough to change behavior without appropriate attitude support. Improving the performance of surveillance and outreach programs that involve the community more actively, effective communication training, and cross-sector collaboration are needed to prevent and control leptospirosis in Bantul Regency.

Kata Kunci : leptospirosis, pencegahan, pengetahuan, perilaku, Bantul.

  1. S2-2024-500043-abstract.pdf  
  2. S2-2024-500043-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-500043-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-500043-title.pdf