Perbaikan Faktor Daya pada Industri Besar sebagai Dampak Perubahan Grid Code di Indonesia

ARIELLA ARDINE, Dr. Ir. Avrin Nur Widiastuti, S.T., M.Eng., IPM. , Ir. Eka Firmansyah, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM.

2024 | Skripsi | TEKNIK ELEKTRO

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2020, menyebutkan bahwa terdapat perubahan nilai faktor daya minimal untuk industri besar yang awalnya 0.85 menjadi 0.9. Hal ini akan sangat berpengaruh bagi konsumen industri besar karena banyaknya jumlah beban induktif yang ada pada sistem kelistrikannya. PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. (PT SBI), sebagai konsumen golongan I-4/TT dikenakan tagihan pemakaian daya aktif sebesar Rp 1.191/kWh dan penalti kelebihan pemakaian daya reaktif sebesar Rp 1.191/kVARh. Sejauh ini PT SBI belum pernah mendapatkan tagihan untuk penalti kelebihan pemakain daya reaktif karena nilai rata-rata faktor daya saat ini berada pada kisaran angka 0.88. Apabila grid code baru ditetapkan maka dengan penggunaan daya reaktif saat ini PT SBI harus membayar penalti kelebihan pemakaian daya reaktif.

Sebagai upaya menghindari penalti yang harus dibayarkan oleh PT SBI, dilakukan perhitungan dan simulasi dengan ETAP 19.0.1 untuk perbaikan faktor daya. Perhitungan perbaikan faktor daya untuk PT SBI dilakukan pada rentang 0.90 - 0.99. Perhitungan ini dilakukan untuk memberikan opsi kepada pabrik untuk dapat melakukan perancangan perbaikan faktor daya. Didapatkan dari perhitungan bahwa saat target perbaikan faktor daya semakin tinggi maka daya reaktif yang harus dikoreksi dan kebutuhan kapasitor akan semakin besar. Kemudian dilakukan analisis load flow dengan software ETAP 19.0.1 dan didapatkan hasil bahwa proyek investasi penambahan kapasitor dapat memberikan keuntungan bagi sistem kelistrikan PT SBI yaitu nilai arus dan daya total yang berkurang. Selain itu, dari perhitungan payback period dan NPV didapatkan bahwa proyek investasi ini menghindarkan dari penalti dan layak dipertimbangkan kelanjutannya untuk diimplementasikan.

Based on the "Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2020", it states that there is a change in the minimum power factor value for large industries from 0.85 to 0.9. This will greatly affect large industrial consumers because of the large number of inductive loads that exist in the electricity system. PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (PT SBI), as a consumer of class I-4 / TT, is subject to an active power usage bill of Rp 1,191 / kWh and a penalty for excess reactive power usage of Rp 1,191 / kVARh. So far, PT SBI has never received a bill for excess reactive power usage penalty because the average power factor value is currently in the range of 0.88. If the new grid code is set then with the current reactive power usage, PT SBI must pay a penalty for excess reactive power usage.

In order to avoid penalties that must be paid by PT SBI, calculations and simulations with ETAP 19.0.1 are carried out for power factor improvement. Calculation of power factor improvement for PT SBI is carried out in the range of 0.90 - 0.99. This calculation is done to provide options for the factory to be able to design power factor improvements. It was found from the calculation that when the power factor improvement target is higher, the reactive power that must be corrected and the need for capacitors will be greater. Then the load flow analysis was carried out with ETAP 19.0.1 and obtained the results that the investment project of adding capacitors can provide benefits to the electrical system of PT SBI, namely the value of current and total power is reduced. In addition, from the calculation of payback period and NPV, it is found that this investment project avoids penalties and is worth considering its continuation to be implemented.

Kata Kunci : grid code, faktor daya, kapasitor bank, payback period, net present value