KEDUDUKAN PERSEROAN PERSEORANGAN PASCA ADANYA PERJANJIAN PISAH HARTA

IQRA ELMA NURTAMA, Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

2024 | Tesis | S2 Magister Hukum

Pasal 109 Angka 1 UU Cipta Kerja mengatur bahwasanya perseroan dapat didirikan oleh satu orang saja yang disebut sebagai badan hukum perorangan. UU Ciptakerja membuka peluang untuk mendirikan perseroan perseorangan dengan harta bersama dalam perkawinan. Perjanjian perkawinan dalam Putusan Mahkamah Konstutusi Nomor: 69/PUU-XIII/2015 mengatur bahwasannya perjanjian perkawinan atas pemisahan harta dapat dilakukan sebelum atau sesudah perkawinan. Perjanjian perkawinan untuk memisahkan harta bersama yang dibuat setelah harta bersama digunakan untuk modal pendirian perseroan perseorangan akan menimbulkan permasalahan mengenai kedudukan modal perseroan perseorangan serta bagaimana bentuk perlindungan hukum pihak ketiga yang terikat pada harta perkawinan yang menjadi modal dalam perseroan perseorangan setelah adanya perjanjian perseroan perseorangan.

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan penelitian melalui tesis ini untuk menyelesaikan perselisihan tersebut dengan menggunakan metode penafsiran hukum yuridis normatif melalui penggunaan pendekatan UU (statue approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach), yang digunakan untuk menyelesaikan dan menyelesaikan permasalahan yang mendasarinya.

Hasil penelitian dan pembahasan atas kedudukan modal perseroan perseorangan apabila perjanjian pisah harta dilakukan setelah adanya pendirian perseroan perseorangan kedudukan atas modal perseroan perseorangan setelah perjanjian pisah harta mengikuti sebagaimana kesepakatan antara suami atau istri. Modal atas perseroan perseorangan akan dimiliki oleh salah satunya baik suami atau istri. Apabila terjadi kesepakatan untuk modal perseroan perseorangan dibagi menjadi dua sehingga terdapat dua pemegang saham maka perseroan perseorangan akan berubah menjadi perseroan terbatas. Adapun perlindungan pihak ketiga yang terikat dengan harta perkawinan atas adanya perjanjian kawin melibatkan peran notaris selaku pihak netral dalam mengawasi pembuatan perjanjian perkawinan serta pihak ketiga dapat mengajukan penagihan atas pemenuhan kewajiban debitor melalui likuidator.

Article 109 Number 1 of the Job Creation Law stipulates that a company can be established by only one person who is referred to as an individual legal entity so the existence of this regulation opens up opportunities to establish an individual company with joint property in marriage. The marriage agreement in the Constitutional Court Decision Number: 69/PUU-XIII/2015 stipulates that the marriage agreement on the separation of property can be carried out before or after the marriage. A marriage agreement to separate the joint property made after the joint property is used for the capital of the establishment of the individual company will cause problems regarding the position of the capital of the individual company and how the form of the legal protection of a third party is bound to the marital property that becomes capital in the sole proprietorship after the existence of the sole proprietorship agreement.

Based on the above description, research through this thesis is needed to resolve the dispute using the normative juridical law interpretation method through the use of the law approach (statue approach) and the conceptual approach, which are used to solve and resolve the underlying problems.

The results of the research and discussion on the capital position of the individual company if the asset separation agreement is carried out after the establishment of the individual company, the position on the capital of the individual company after the asset separation agreement follows the agreement between the husband or wife. The capital of a sole proprietorship company will be owned by one of them, either husband or wife, but if there is an agreement for the capital of the sole proprietorship to be divided into two so that there are two shareholders, the sole proprietorship will turn into a limited liability company. The protection of third parties who are bound by marital property for the existence of a marriage agreement involves the role of the notary as a neutral party in supervising the making of the marriage agreement and the third party can submit a collection for the fulfillment of the debtor's obligations to the liquidator.

Kata Kunci : Perseroan Perseorangan, Harta Bersama, Perjanjian Perkawinan