Laporkan Masalah

Representasi dan Negosiasi Perempuan Subaltern Jawa dalam Novel Lebih Putih Dariku Karya Dido Michielsen

Abdul Jabbar Pati B., Dr. Sudibyo, M.Hum.

2024 | Tesis | S2 Sastra

Penelitian akan menganalisis novel Lebih Putih Dariku (LPD) karya Dido Michielsen, secara menyeluruh narasi LPD memusatkan perhatian pada pengalaman perempuan Jawa dan kehidupan sulit seorang ‘nyai’ di lingkungan keraton dan kolonialisme Belanda (di Hindia Belanda). LPD sendiri ditulis berdasarkan perpsektif perempuan dengan tema pencarian posisi, hasrat, dan identitas melalui penggambaran tokoh Piranti/Isah. Karena merupakan anak luar nikah seorang bupati yang tidak ingin mengakui ibunya sebagai selir membuatnya menempati posisi terendah dalam hieraki dunia keraton. Keadaan tersebut mendasari keinginannya untuk melarikan diri dan menjadi ‘nyai’ seorang periwra Belanda, akan tetapi realitas kolonial tidak seperti yang dibayangkan Piranti/Isah. 

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana representasi perempuan subaltern Jawa dalam lingkungan keraton dan kolonialisme Belanda (di Hindia Belanda), serta bagaimana bentuk negosiasi perempuan subaltern Jawa dalam lingkungan keraton dan kolonialisme (di Hindia Belanda) yang tergambarkan dalam novel LPD.

Penelitian ini melihat dalam Perspektif Feminisme Poskolonial dengan menggunakan teori subaltern Gayatri Chakravorty Spivak. Metode analisis data dalam penelitian dilakukan dengan pembacaan dekonstruksi Derrida, yang akan menampilkan serangkaian oposisi biner yang menampilkan posisi superior dan inferior/pusat dan pinggiran sehingga memperlihatkan subalternitas perempuan. Langkah selanjutnya menguraikan bentuk-bentuk negosiasi atas posisi subaltern-nya sebagai bagian dari subjektivitas perempuan Jawa (pribumi) baik di lingkungan keraton dan kolonialisme Belanda (di Hindia Belanda), langkah ini akan membalikan oposisi biner sebagai bentuk dekonstruksi atas narasi LPD.

Hasil penelitian ini memperlihatkan beberapa oposisi seperti Putri Sultan dan Putri Abdi Dalem, Laki-laki Belanda (totok) dan Perempuan Jawa (pribumi), Perempuan Berdarah campuran (Indo) dan Perempuan Jawa (pribumi), Budaya Barat dan Budaya Timur, Siang dan Malam, Kota dan Desa secara keseluruhan oposisi tersebut memperlihatkan subalternitas perempuan Jawa. Adapun bentuk negosiasi yang dilakukan seperti: upaya menyetarakan status sosial, melarikan diri dari ruang keraton untuk menjadi subjek yang bebas, menegosiasikan identitas diri dan seksual, nyai sebagai agen perubahan budaya masyarakat Jawa yang modernis, melegitimasi status ibu di ruang keluarga dengan cara melahirkan anak, serta menuliskan riwayat hidupnya. 

The research will analyse the novel Lebih Putih Dariku (LPD) by Dido Michielsen. The overall narrative of LPD focuses on the experiences of Javanese women and the difficult life of a 'nyai' in the palace and Dutch colonialism (in the Dutch East Indies). LPD itself is written from a woman's perspective with themes of positioning, desire and identity through the portrayal of Piranti/Isah. Being the illegitimate child of a regent who did not want to recognise her mother as a concubine made her occupy the lowest position in the hierarchy of the palace world. This situation underlies her desire to escape and become a 'nyai', a Dutch concubine, but the colonial reality is not what Piranti/Isah imagined. 

            The problems in this study are how the representation of Javanese subaltern women in the palace environment and Dutch colonialism (in the Dutch East Indies), and how the form of negotiation of Javanese subaltern women in the palace environment and colonialism (in the Dutch East Indies) depicted in the LPD novel.

            This research looks at the Postcolonial Feminism Perspective by using Gayatri Chakravorty Spivak's subaltern theory. The method of data analysis in the research is carried out by reading Derrida's deconstruction, which will display a series of binary oppositions so as to display superior and inferior positions/centre and periphery so as to show women's subalternity. The next step outlines the forms of negotiation of her subaltern position as part of Javanese (indigenous) women's subjectivity both in the palace environment and Dutch colonialism (in the Dutch East Indies), this step will reverse the binary opposition as a form of deconstruction of the LPD narrative.

            The results of this research show several oppositions such as Sultan's Daughter and Abdi Dalem's Daughter, Dutch Men (totok) and Javanese Women (indigenous), Mixed Blood Women (Indo) and Javanese Women (indigenous), Western Culture and Eastern Culture, Day and Night, City and Village, all of these oppositions show the subalternity of Javanese women. The forms of negotiation carried out such as: efforts to equalise social status, escape from the palace space to become a free subject, negotiate personal and sexual identity, nyai as an agent of cultural change in modernist Javanese society, legitimise the status of mother in the family room by giving birth to children, and writing her life history. 

Kata Kunci : Representasi, negosiasi, subaltern, perempuan Jawa

  1. S2-2024-495573-abstract.pdf  
  2. S2-2024-495573-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-495573-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-495573-title.pdf