"Bye, Jaehyun, I'm Saving My Country First": K-Popifikasi Partisipasi Politik oleh Anak Muda di Indonesia
Sarah Amany Wisista, Dr. Suzie Handajani, M.A.
2024 | Skripsi | ANTROPOLOGI BUDAYA
Identitas
dan praktik penggemar K-Pop di Indonesia diapropriasi oleh politisi dalam dua
peristiwa politik berbeda, yakni pengesahan Omnibus Law 2020 dan pemilu 2024.
Untuk meresponnya, penggemar K-Pop kemudian memulai partisipasi politik versi
mereka sendiri, dimana mereka meminjam elemen dan praktik kepenggemaran K-Pop
di dalamnya. Narasumber pertama dalam penelitian ini, Taja, menulis fan fiction yang menempatkan member boygroup Korea Selatan sebagai mahasiswa
Indonesia, dan menggambarkan mereka turun aksi memprotes pengesahan Omnibus
Law. Narasumber kedua, Abel, memulai akun arsip Anies Bubble untuk kandidat
capres Anies Baswedan, di tengah penyelenggaraan pemilu yang penuh kecurangan.
Baik Taja maupun Abel menegosiasikan identitas mereka sebagai penggemar, anak
muda, mahasiswa, dan warga negara dalam praktiknya.
Kedua
bentuk partisipasi politik ini, meskipun berbeda bentuk dan tujuan, sama-sama
diilhami oleh budaya partisipatoris fandom K-Pop, dan dengan demikian dapat
dibaca sebagai politik partisipatoris, dimana praktik-praktik politik
alternatif mengambil tempat di dalamnya.
The
identity and practices of K-Pop fans in Indonesia were appropriated by politicians
in two different political events, namely the ratification of the 2020 Omnibus
Law and the 2024 elections. In response, K-Pop fans then started their own version
of political participation, where they borrowed elements and practices of K-Pop
fandom in it. The first interlocutor in this research, Taja,
These
two forms of political participations, although different in form and purpose, are
both inspired by the participatory culture of K-Pop fandom, and thus can be
read as participatory politics, where alternative political practices are
taking place within them.
Kata Kunci : Penggemar K-Pop, budaya partisipatoris, politik partisipatoris