Analisis Laju Perubahan Garis Pantai Pulau-Pulau Gambut Menggunakan Citra Sentinel 1-A Dengan Pendekatan Digital Shoreline Analysis System
CHRISTIANTO ARIOWIBOWO, Dr. Ir. Bambang Kun Cahyono, S.T., M.Sc., IPU.
2024 | Skripsi | TEKNIK GEODESI
Provinsi Riau memiliki pulau-pulau gambut yang dikenal karena sebagian besar tutupan lahannya merupakan lahan gambut. Pulau-Pulau gambut meliputi Pulau (1) Bengkalis, (2) Merbau, (3) Padang, (4) Rangsang, dan (5) Tebingtinggi. Pulau-pulau gambut ini terletak di timur Pulau Sumatera dan berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Pulau-pulau gambut rentan terhadap perubahan garis pantai akibat kenaikan pasang surut laut, arus, dan kondisi kemiringan pantai yang cenderung datar. Identifikasi garis pantai secara menyeluruh di pulau-pulau gambut sering kali terhambat oleh tutupan awan, yang menyulitkan proses identifikasi garis pantai. Oleh karena itu, diperlukan data radar SAR pada citra Sentinel-1A yang memiliki keunggulan bebas dari tutupan awan untuk melakukan ekstraksi garis pantai. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung laju perubahan garis pantai pulau-pulau gambut.
Metode perihitungan laju perubahan garis pantai dimulai dengan pengumpulan data citra Sentinel-1A pada tahun 2015, 2019, dan 2023 menggunakan Google Earth Engine (GEE). Ekstraksi garis pantai dilakukan dengan algoritma Sentinel Dual-Polarized Water Index (SDWI) untuk memisahkan air dan daratan, diikuti dengan ekstraksi data garis pantai dari poligon hasil masking daerah yang terdeteksi sebagai air. Kondisi pasang surut air laut dipertimbangkan tetapi tidak memerlukan koreksi karena perbedaan posisi garis pantai tidak melebihi resolusi citra Sentinel 1 dan sesuai spesifikasi penentuan garis pantai pada dokumen IHO S-44. Garis pantai yang diekstraksi dilakukan overlay dan laju perubahannya dihitung menggunakan Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Garis pantai yang terindikasi terjadi abrasi dan akresi dilakukan validasi lapangan dengan memanfaatkan foto lokasi street view pada Google Earth Pro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga pulau gambut yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka mengalami laju perubahan garis pantai per tahun yang signifikan. Didapatkan nilai standar deviasi perubahan garis pantai disetiap pulau gambut. Pulau Bengkalis sebesar ± 8 m per tahun untuk abrasi dan ± 6 m per tahun untuk akresi. Pulau Merbau memiliki laju perubahan sebesar ± 5 m per tahun untuk abrasi dan ± 10 m per tahun untuk akresi, sementara Pulau Rangsang ± 6 m per tahun untuk abrasi dan ± 6 m per tahun untuk akresi. Sebaliknya, Pulau Padang dan Tebingtinggi menunjukkan laju perubahan garis pantai yang kecil. Pulau Padang mengalami abrasi sebesar ± 2 m per tahun dan akresi ± 3 m per tahun, sedangkan Pulau Tebingtinggi abrasi sebesar ± 2 m per tahun dan akresi ± 1 m per tahun. Perbedaan ini disebabkan karena lokasi Pulau Bengkalis, Merbau, dan Tebingtinggi berhadapan langsung dengan Selat Malaka.
Riau Province has peat islands known for their predominantly peatland cover. The five main peat islands include (1) Bengkalis Island, (2) Merbau Island, (3) Padang Island, (4) Rangsang Island, and (5) Tebingtinggi Island. These peat islands are located to the east of Sumatera Island and directly face the Malacca Strait. The peat islands are vulnerable to shoreline changes due to tidal surges, currents, and the relatively flat slope of the coast. Comprehensive shoreline identification on the peat islands is often hampered by cloud cover, which complicates the shoreline identification process. Therefore, SAR radar data from Sentinel-1A imagery, which is cloud-free, is needed to extract the shoreline. This research aims to calculate the rate of shoreline change on peat islands.
The method for calculating the rate of shoreline change begins with collecting Sentinel-1A imagery data for the years 2015, 2019, and 2023 using Google Earth Engine (GEE). Shoreline extraction is conducted using the Sentinel Dual-Polarized Water Index (SDWI) algorithm to separate water and land, followed by extracting shoreline data from polygons resulting from masking areas detected as water. Tidal conditions are considered but do not require correction because the shoreline position difference does not exceed the resolution of Sentinel-1 imagery and complies with shoreline determination specifications in document IHO S-44. The extracted shorelines are overlaid, and their change rates are calculated using the Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Shorelines indicating erosion and accretion are field-validated using street view photos on Google Earth Pro.
The research results show that three peat islands directly facing the Malacca Strait experience significant annual shoreline change rates. Acquire standard deviations from coastline changes every peat island. Bengkalis Island experiences ± 8 m annually for erosion and ± 6 m annually for accretion. Merbau Island has a change rate of ± 5 m annualy for erosion and ± 10 m annually for accretion, while Rangsang Island has ± 6 m annually for erosion and ± 6 m annually for accretion. Conversely, Padang Island and Tebingtinggi Island show low shoreline change rates. Padang Island experiences erosion of ± 2 m annually and accretion of ± 3 m annually, while Tebingtinggi Island experiences erosion of ± 2 m annually and accretion of ± 1 m annualy. These differences are due to the location of Bengkalis, Merbau, and Tebingtinggi Islands directly facing the Malacca Strait.
Kata Kunci : perubahan garis pantai, pulau-pulau gambut, citra Sentinel-1A, DSAS, SDWI, abrasi, akresi, Selat Malaka / shoreline change, peat islands, Sentinel-1A imagery, DSAS, SDWI, erosion, accretion, Malacca Strait.