Laporkan Masalah

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI FEROSEMEN PADA RUMAH TEMBOKAN NIR-REKAYASA TANPA TULANGAN (UNREINFORCED MASONRY-URM) (Studi Kasus pada Rumah Nir-Rekayasa Satu Lantai di Kabupaten Pandeglang, Banten)

RATU LUWIH AYU MAGHFIRAH, Agus Kurniawan, S.T., M.T., Ph.D

2024 | Tugas Akhir | D4 TEKNOLOGI REKAYASA PELAKSANAAN BANGUNAN SIPIL

Gempa bumi merupakan ancaman bagi Indonesia, salah satunya wilayah Kabupaten Pandeglang di Provinsi Banten yang sangat rawan terhadap gempa. Namun, sangat dikhawatirkan bahwa banyak rumah di wilayah rawan gempa masih didominasi oleh rumah tembokan nir-rekayasa. Rumah tembokan nir-rekayasa adalah rumah yang dirancang tanpa perhitungan struktur dan perancangan arsitektur yang memadai, serta menggunakan bahan yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), rumah tembokan seperti ini biasanya terbangun dalam keadaan tanpa struktur yang lengkap (Unreinforced Masonry-URM) sehingga rentan terhadap gempa. Pembangunan rumah yang tidak sesuai dengan syarat bangunan tahan gempa seringkali disebabkan oleh keterbatasan biaya pemilik rumah. Pemilik rumah hanya mementingkan rumah terbangun dan dapat ditempati tanpa memperhatikan keamanan strukturnya. Diperlukan solusi yang ekonomis dalam perbaikan dan perkuatan rumah tembokan nir-rekayasa. Pada penelitian Teddy Boen terdapat dua perbaikan rumah tanpa struktur yaitu menggunakan penjangkatan struktur beton tulangan dan teknologi ferosemen. Teknologi ferosemen telah dibuktikan sebagai solusi ideal karena biayanya relatif murah untuk mengikat seluruh komponen bangunan sehingga meningkatkan kualitas kekuatan dan kekakuan rumah dalam menerima guncangan gempa.

Tugas Akhir ini dibuat untuk menganalisis keekonomisan biaya dalam perbaikan dan perkuatan rumah tembokan nir-rekayasa tanpa struktur (Unreinforced Masonry-URM) menggunakan teknologi ferosemen sesuai dengan studi kasus yaitu pada rumah nir-rekayasa satu lantai di Kabupaten, Banten Pandeglang dengan luas bangunan sebesar 50,45 m2 yang dibandingkan dengan metode penjangkaran struktur benton tulangan. Selain itu, dilakukan perhitungan durasi dari kedua metode perbaikan. Pada Tugas Akhir ini juga akan dibahas terkait proses implementasi teknologi ferosemen pada studi kasus sesuai durasi yang direncanakan. Selanjutnya, akan dievaluasi sejauh mana teknologi ferosemen dapat diterapkan oleh tukang tanpa keahlian khusus, dengan pengecekan visualisasi kualitas kontruksi dari implementasi teknologi ferosemen.

Berdasarkan hasil analisis dan pengamatan pada studi kasus, didapatkan bahwa teknologi ferosemen lebih ekonomis dibandingkan dengan penjangkaran struktur beton bertulang dengan selisih sebesar 60,2% atau Rp 21.929.476. Durasi yang dibutuhkan untuk penerapan teknologi ferosemen adalah 20 hari, sedangkan durasi dari penjangkaran setruktur beto tulangan adalah 50 hari. Proses implementasi teknologi ferosemen pada studi kasus melibatkan beberapa tahapan, yaitu pemasangan dudukan paku payung, pemasangan kawat ayam, pemasangan kawat bendrat, dan pekerjaan plesteran dengan campuran 1:4 dengan ketebalan 20 mm. Kualitas visualisasi pada implementasi teknologi ferosemen yang dibangun tanpa tukang dengan keahlian khusus menunjukan hasil yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi ferosemen dapat diterapkan secara efektif dan efisien oleh masyarakat dengan keterampilan terbatas, memberikan solusi yang praktis dan ekonomis untuk memperkuat bangunan nir-rekayasa di daerah rawan gempa.

Earthquakes are a threat to Indonesia, one of which is the Pandeglang Regency area in Banten Province which is very prone to earthquakes. However, it is very worrying that many houses in earthquake-prone areas are still dominated by non-engineered walled houses. A non-engineered masonry house is a house that is designed without adequate structural calculations and architectural design, and uses materials that do not comply with Indonesian National Standards (SNI). Wall houses like this are usually built without a complete structure (Unreinforced Masonry-URM). making it vulnerable to earthquakes. Construction of houses that do not comply with earthquake-resistant building requirements is often caused by the homeowner's limited costs. Homeowners only care about the house being built and habitable without paying attention to the safety of the structure. An economical solution is needed in repairing and strengthening non-engineered walled houses. In Teddy Boen's research, there were two improvements to houses without structures, namely using lifting reinforced concrete structures and ferrocement technology. Ferrocement technology has been proven to be an ideal solution because it is relatively cheap to bind all building components, thereby increasing the quality of the strength and stiffness of the house in accepting earthquake shocks.

This final project was created to analyze the economic costs of repairing and strengthening a non-engineered masonry house without structure (Unreinforced Masonry-URM) using ferrocement technology in accordance with a case study, namely a one-story non-engineered house in Banten Pandeglang Regency with a building area of 50 .45 m2 which is compared with the method of anchoring reinforced concrete structures. In addition, the duration of the two repair methods was calculated. This final assignment will also discuss the process of implementing ferrocement technology in case studies according to the planned duration. Next, it will be evaluated to what extent ferrocement technology can be applied by craftsmen without special skills, by checking the visualization of the construction quality of the implementation of ferrocement technology.

Based on the results of analysis and observations in the case study, it was found that ferrocement technology is more economical compared to anchoring reinforced concrete structures with a difference of 60.2% or IDR 21,929,476. The duration required for applying ferrocement technology is 20 days, while the duration for anchoring reinforcing concrete structures is 50 days. The process of implementing ferrocement technology in the case study involves several stages, namely installing tack stands, installing chicken wire, installing bendrat wire, and plastering work with a 1:4 mixture with a thickness of 20 mm. The quality of visualization in the implementation of ferrocement technology which was built without craftsmen with special skills shows results that are in accordance with the specified requirements. This shows that ferrocement technology can be applied effectively and efficiently by people with limited skills, providing a practical and economical solution for strengthening non-engineered buildings in earthquake-prone areas.

Kata Kunci : Teknologi Ferosemen, Penjangkaran Struktur Beton Tulangan, Biaya, Durasi, Metode Pelaksanaan

  1. D4-2024-464376-abstract.pdf  
  2. D4-2024-464376-bibliography.pdf  
  3. D4-2024-464376-tableofcontent.pdf  
  4. D4-2024-464376-title.pdf