itu di halaman pertama judulnya
AGATHA BUNGA PINTAKITA, Prof. Ir. Tarcicius Yoyok Wahyu Subroto, M.Eng., Ph.D., IPU.NIP
2024 | Skripsi | ARSITEKTUR
Provinsi Yogyakarta menduduki peringkat kedua pada diagram prevalensi anggota rumah tangga dengan ODGJ sejak tahun 2013-2018, dan diproyeksikan akan meningkat seiring dengan banyaknya kasus kesehatan mental di Yogyakarta. Fasilitas kesehatan jiwa yang belum tersebar dengan baik tidak dapat mengontrol laju peningkatan ODGJ ini sehingga banyak terjadi kasus pemasungan ODGJ. Hal ini sangat memprihatinkan karena meskipun tidak dapat sembuh, namun perilaku ODGJ ini dapat dilatih untuk dikontrol dan dicegah kambuhnya sehingga penderita dapat merasakan kualitas hidup yang lebih baik.
Minimnya fasilitas kejiwaan di Yogykarta meningkatkan kasus pemasungan yang tidak selaras dengan hak asasi manusia. Maka itu, dengan perancangan Paranoid Schizophrenia Rehabilitation Center dengan metode campuran restorative environment design yang memperhatikan hubungan lingkungan dengan ruang dalam dan pengguna, serta metode arsitektur perilaku yang mendetailkan interior, penggunaan warna, pencahayaan, penghawaan dan akustik, bangunan ini mengakomodasi suasana terapi yang cocok dengan metode terapi suportif. Metode terapi ini merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan activity of daily living penderita skizofrenia paranoid.
Metode ini menstimulasi panca indra penderita skizofrenia dengan memanfaatkan hubungan dengan alam untuk membawa senses kembali ke unsur- unsur alami yang nyata untuk meningkatkan kontrol diri penderita. Dengan metode behavioral architecture yang mempelajari aktivitas pasien dan mengolah data untuk diterjemahkan dalam bentuk spasial, gabungan antara metode restorative environment design dan arsitektur perilaku ini sesuai dan dibutuhkan oleh pengguna bangunan.
Yogyakarta Province ranks second in the prevalence of households with people with severe mental disorders (ODGJ) from 2013 to 2018, and it is projected to increase due to the rising number of mental health cases in Yogyakarta. The inadequate distribution of mental health facilities has been unable to control the rate of ODGJ increase, leading to many cases of ODGJ confinement. This is concerning because, even though it may not be curable, the behavior of ODGJ individuals can be trained to be controlled and prevent relapses, allowing them to experience a better quality of life.
The lack of mental health facilities in Yogyakarta has led to an increase in cases of confinement that are inconsistent with human rights. Therefore, the design of the Paranoid Schizophrenia Rehabilitation Center, using a mixed method of restorative environment design that considers the relationship between the environment and interior spaces, as well as detailed behavioral architecture methods for interior design, color usage, lighting, ventilation, and acoustics. This building accommodates a therapeutic atmosphere suitable for supportive therapy methods. This therapy method is effective in enhancing the daily activities of individuals with paranoid schizophrenia.
This method stimulates the senses of individuals with schizophrenia by utilizing their connection to nature to bring their senses back to the real natural elements, enhancing self-control. The combination of restorative environment design and behavioral architecture methods, which study patient activities and process data to be translated into spatial forms, is suitable and needed by the building users.
Kata Kunci : skizofrenia, arsitektur perilaku, restorative environment design