Koalisi Advokasi dalam Kebijakan Pariwisata Baduy: Antara Kepentingan Industri dan Pemberdayaan Berkelanjutan
AMARA ELVITA, Tapiheru Joash Elisha Stephen, S.I.P., M.A., Ph. D. .
2024 | Skripsi | ILMU PEMERINTAHAN
Partisipasi politik masyarakat adat Baduy dalam kebijakan pariwisata berkelanjutan memainkan peran penting dalam membentuk arah pengembangan pariwisata di wilayah Baduy. Akibatnya muncul dua koalisi yang memiliki pandangan berbeda tentang pariwisata berkelanjutan: satu kelompok mendukung pariwisata sebagai sumber potensi ekonomi, kelompok lainnya menentang pariwisata dengan alasan hal itu dapat mengancam nilai-nilai lokal dan lingkungan. Koalisi advokasi ini mencerminkan keterlibatan politik masyarakat Baduy dalam proses pembuatan kebijakan. Kelompok pro pariwisata berkelanjutan berargumen bahwa dengan pengaturan dan kontrol yang tepat, pariwisata dapat memberikan manfaat ekonomi tanpa merusak budaya dan lingkungan. Sementara itu, kelompok kontra pariwisata berfokus pada pelestarian budaya dan konservasi lingkungan. Penggunaan Kerangka Koalisi Advokasi (Advocacy Coalition Framework/ACF) dalam penelitian ini membantu memahami interaksi antara kedua kelompok. Melalui wawancara dan observasi, penelitian ini menemukan bahwa meskipun advokasi pro-pariwisata mendominasi keputusan kebijakan, inisiatif dari Lembaga Adat Baduy, seperti pembatasan jumlah wisatawan, juga diakui dan diterapkan. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi politik dan keterlibatan dalam koalisi advokasi dapat menghasilkan kebijakan yang seimbang. Dengan demikian, keterbilahan menjadi dua koalisi bertentangan dalam masyarakat adat Baduy mencerminkan dinamika partisipasi politik yang kompleks. Meskipun ada perbedaan pandangan, interaksi dan advokasi dari kedua kelompok ini memainkan peran penting dalam pembentukan kebijakan pariwisata berkelanjutan di wilayah Baduy.
The political participation of Baduy indigenous community in sustainable tourism policy plays an important role in shaping the direction of tourism development in Baduy area. As a result, two coalitions emerged that have different views on sustainable tourism: one group supports tourism as a source of economic potential, the other group opposes tourism on the grounds that it can threaten local values and the environment. This advocacy coalition reflects the political involvement of Baduy community in the policy-making process. The pro-sustainable tourism group argues that with proper regulation and control, tourism can provide economic benefits without damaging the culture and environment. Meanwhile, the counter tourism group focuses on cultural preservation and environmental conservation. The use of the Advocacy Coalition Framework (ACF) in this study helps to understand the interaction between the two groups. Through interviews and observations, this study found that although pro-tourism advocacy dominates policy decisions, initiatives from Lembaga Adat Baduy, such as restrictions on the number of tourists, are also recognised and implemented. This shows that political participation and involvement in advocacy coalitions can produce balanced policies. Thus, the division into two opposing coalitions in the Baduy indigenous community reflects the complex dynamics of political participation. Although there are differences in views, the interaction and advocacy of these two groups play an important role in the formation of sustainable tourism policies in the Baduy area.
Kata Kunci : Koalisi advokasi, masyarakat adat Baduy, pariwisata berkelanjutan, partisipasi politik