Desentralisasi pelayanan pendidikan dasar :: Studi pengelolaan keuangan sekolah dalam pelayanan pendidikan dasar di Kabupaten Gunungkidul

MUNARJA, Markus Tri, Prof.Dr. Tadjuddin Noer Effendi

2004 | Tesis | S2 Sosiologi

Desentralisasi pelayanan pendidikan dasar dengan sistem school based management memberi kewenangan sekolah sebagai institusi yang otonom untuk mengelola dan mengembangkan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan potensi sekolah. Sebagai unsur pelaksana pelayanan pemerintah Kabupaten Gunungkidul, sekolah harus dikelola dengan tata kelola yang baik (good governance) dengan melaksanakan prinsip partisipasi, akuntabilitas dan transparansi. Keterbatasan anggaran dari berbagai sumber dan tututan peningkatan mutu menumbuhkan berbagai pungutan dari orang tua/wali murid. Variasi dan nominal setiap sekolah tidak sama tergantung kreatifitas peningkatan mutu dari sekolah dan/atau komite sekolah, jenjang pendidikan, status sosial ekonomi masyarakat dan letak sekolah. Pendanaan dari masyarakat orang tua/wali murid setelah diidentifikasi ada 16 jenis. Partisipasi belum dapat menjadi keterlibatan mental dan perasaan atau milik masyarakat. Peran dewan pendidikan kabupaten dan komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), dan pengontrol (controlling agency) belum optimal baru sebatas sebagai pendukung (supporting agency), itupun hanya pada bidang pendanaan. Hal ini disebabkan oleh dominasi sekolah dalam perencanaan pengembangan program dan pengelolaan pelayanan pendidikan dasar dan/atau kelemahan komite sekolah sebagai mitra sejajar sekolah (kepala sekolah). Akuntabilitas secara formal sudah dilaksanakan semua sekolah dan memenuhi akuntabilitas hukum. Tetapi secara material belum optimal, belum memenuhi akuntabilitas proses, akuntabilitas program dan akuntabilitas kebijakan. Problem akuntabilitas adalah lemahnya fungsi dan peran warga sekolah serta tidak adanya komitmen dan konsistensi dari pihak-pihak yang sebenarnya memiliki kewenangan meminta keterangan dan pertanggungjawaban. Transparansi sebagai sebuah kebutuhan bagi pihak-pihak yang berikteraksi dengan sekolah terutama masyarakat/orang tua wali murid, baru dapat diakses dengan media dan frekuensi yang terbatas melalui forum komite sekolah, forum pleno komite sekolah dan wali murid, laporan pertanggungjawaban sekolah dan surat edaran. Pembentukan budaya transparansi sekolah terhambat pada lemahnya peran dan fungsi komite sekolah dan dominasi kepala sekolah. Hal ini ditandai oleh dewan guru, orang tua wali murid dan pengurus komite sekolah yang belum semua mengetahui sumber, jenis apalagi nominal biaya anggaran yang dikelola oleh sekolah. Kondisi ini memandulkan mekanisme fungsi kontrol pengelolaan pendidikan dasar.

The decentralization service of basic education with the school based management system encourages school’s authority as an autonomy institution to manage and develop education according to its ability and potency. As the implementer element government service of Gunungkidul regency, school’s must be managed in good governance by implementing participation, accountability and transparency principals. Budget limitedness from various sources and the demands for quality increase emerge many collection (operational cost) from the parents/persons responsible for pupils. The amount and nominal collection of every school are different from eachother depending on its creativity of quality increase from school and/or school committee, educational level, community’s social economy status and school location. There are 16 kinds of fundings gained from the parents after I identified. Participation hasn’t yet become the society’s mental and feeling involvement or community belonging. The education regency board and school committee’s role as the advisory agency and controlling agency haven’t been optimal yet but they have been as the supporting agency only in the funding sector. It is because of the school domination in the planning development program and carrying out the basic education service and/or school committee’s weakness as the school’s equal partner (the school principal). The accountability has been carried out formally by all schools and it fulfills law accountability. However, it has not been optimum yet materially, it hasn’t fulfilled the process, program and regulation ones. The accountability problem is the function and role of school’s society member weaknesses and there is no commitment and consistency from those who have the authority to ask for the explanation and responsibility. Transparency as the need for those who interact with the school especially the society/parents or persons responsible for pupils can be seen by limited frequency and media through school committee forum, school committee and parents plenary forum, school responsibility report and circular notice froom school. The establishment of school transparency custom was blocked by the weaknesses of school committee’s role and function, and also school principal’s domination. It is marked by teachers board, parents and school committee’s board who haven’t known the source, kinds of nominal budget cost which is managed by the school. This condition doesn’t grow the control function mechanism of basic education management.

Kata Kunci : Sosiologi Pendidikan,Layanan Pendidikan Dasar,Desentralisasi