Pemilihan Bahasa pada Masyarakat Panaragan: Kajian Sosiolinguistik di Kabupaten Ponorogo
Rizki Amalia Sholihah, Dr. Amir Ma'ruf. M.Hum.; Dr. Aris Munandar, M.Hum.
2024 | Disertasi | S3 Ilmu-ilmu Humaniora
Pemilihan bahasa dalam masyarakat dwibahasa bilingual bahkan multilingual seperti masyarakat tutur Panaragan (MP) merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji dari perspektif sosiolinguistik terlebih dengan latar belakang religi dan budaya Ponorogo yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena pemilihan bahasa pada masyarakat Panaragan yang meliputi aspek berikut, (1) profil bahasa; (2) sikap bahasa; (3) pola pemilihan bahasa di 8 ranah; (4) wujud alih kode, campur kode, dan diglosia; (5) kekhasan bahasa Jawa Panaragan pada tataran fonologis, leksikal, dan morfologis; dan (6) fungsi bahasa.
Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan merekam tuturan di 35 situasi tutur dalam 8 ranah pemilihan bahasa guna mengetahui pola pemilihan bahasa, wujud alih kode, campur kode, dan diglosia yang muncul serta fungsi bahasanya. Setelah data terkumpul, disalin, kemudian ditranskripsi secara ortografis, hasilnya diberikan kode dan diklasifikasi berdasarkan ranah pemakaian bahasa dan fungsi bahasa. Pengumpulan data juga dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 99 responden di 21 kecamatan di kabupaten Ponorogo guna mengungkap profil, sikap, dan pola pemilihan bahasa. Data kuantitatif kemudian divisualisasikan dalam bentuk diagram untuk mengetahui profil dan pola pemilihan bahasa, sedangkan data sikap bahasa diukur dengan menggunakan skala likert dan hasilnya dideskripsikan.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa responden merupakan masyarakat tutur bilingual bahkan trilingual serta quatrolingual dengan bahasa Jawa B1 dan bahasa Indonesia sebagai B2, serta bahasa asing dan/atau bahasa daerah lainnya pada penguasaan B3 dan B4. Dalam penggunaannya, masyarakat tutur Panaragan hanya menggunakan B1 dan B2 dalam tuturannya kecuali ada alih kode dan campur kode pada ranah dan situasi tutur tertentu baru B3 dan B4 digunakan. Pada sikap bahasa, seluruh penutur memiliki sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia, namun terdapat sikap negatif tehadap bahasa asing, karena penutur merasa tidak perlu untuk mempelajari dan menggunakan bahasa tersebut kaitannya dengan pekerjaan. Dari seluruh situasi pemilihan bahasa, bahasa Jawa masih digunakan hampir di seluruh ranah kecuali di ranah formal yaitu perkantoran, pekerjaan, dan pendidikan. Hal ini menunjukkan jika penutur masih menaati ragam formal dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Terdapat kekhasan bahasa Jawa Panaragan pada tataran fonologis, leksikal, dan morfologis. Fungsi bahasa pada masyarakat tutur Panaragan dianalisis berdasarkan 6 fungsi bahasa yaitu referensial, emotif, konatif, fatis, puitis, dan metalingual dengan hasil fungsi emotif menjadi fungsi yang paling banyak digunakan, sehingga dapat disimpulkan jika fungsi bahasa masyarakat Panaragan didominasi oleh fungsi emotif yang lebih suka berbicara langsung dan gamblang tanpa banyak kias atau puitis. Pada akhirnya dapat disimpulkan jika dalam pemilihan bahasa pada masyarakat Panaragan, penutur hanya menggunakan B1 dan B2 dalam tuturannya meski mereka memiliki kompetensi dalam penguasaan B3 dan B4, jadi B3 dan B4 hanya sebatas kompetensi, belum pada tahapan performa.
Language choice in bilingual and even multilingual communities such as the Panaragan speech community (MP) is an interesting phenomenon to be studied from a sociolinguistic perspective, especially with the strong religious and cultural background of Ponorogo. This study aims to reveal the phenomenon of language selection in Panaragan community which includes the following aspects, (1) profile; (2) attitude; (3) language selection patterns in 8 domains; (4) code switching, code mixing, and diglossia; (5) peculiarities of Panaragan Javanese language at phonological, lexical, and morphological levels; and (6) language functions.
Qualitative data collection was carried out by recording speech in 35 speech situations in 8 domains of language selection to find out the pattern of language selection, the form of code switching, code mixing, and diglossia that appeared and the language function. After the data were collected, transcribed, and then orthographically transcribed, the results were coded and classified based on the domains of language use and language functions. Data collection was also conducted by distributing questionnaires to 99 respondents in 21 sub-districts in Ponorogo district to reveal profiles, attitudes, and language selection patterns. Quantitative data were visualised in the form of diagrams to determine the profile and pattern of language selection. In contrast, language attitude data were measured using a Likert scale and the results were described.
The analysis concludes that the respondents are bilingual and even trilingual and quatrolingual speech community with Javanese language B1 and Indonesian language as B2, as well as foreign languages and/or other regional languages in the mastery of B3 and B4. In their use, Panaragan speech community only uses B1 and B2 in their speech unless code switching and code is mixing in certain speech domains and situations, then B3 and B4 are used. On language attitude, all speakers have a positive language attitude towards Javanese and Indonesian. Still, there is a negative attitude towards foreign languages, because speakers feel no need to learn and use the language for work. From all language selection situations, Javanese is still used in almost all domains except in the formal domain, namely offices, work, and education. This shows that speakers still obey the formal variety by using Indonesian as the language of instruction. There are peculiarities of Panaragan Javanese language at the phonological, lexical, and morphological levels. Language functions in Panaragan speech community are analyzed based on 6 language functions namely referential, emotive, conative, phatic, poetic, and metalingual with the results of emotive function being the most widely used function, so it can be concluded if the language function of Panaragan community is dominated by emotive function which prefers to speak directly and clearly without many figures of speech or poetic. Finally, it can be concluded that in the choice of language in Panaragan society, speakers only use B1 and B2 in their speech even though they have competence in mastering B3 and B4, so B3 and B4 are only limited to competence, not yet at the performance stage.
Kata Kunci : Bahasa Panaragan, fungsi bahasa, pemilihan bahasa, Ponorogo, sosiolinguistik/language function, language selection, Panaragan language, Ponorogo, sociolinguistic