Prarancangan Pabrik Asam Humat dari Batubara Kualitas Rendah dengan Kapasitas 100.000 Ton/Tahun
REGINA MELVA KEMALASITA, Prof. Himawan Tri Bayu Murti Petrus, S.T., M.E., D.Eng.
2024 | Skripsi | TEKNIK KIMIA
Asam humat adalah senyawa organik kompleks yang dapat dihasilkan dari dekomposisi bahan organik seperti lignit, suatu jenis batu bara kualitas rendah, dan memiliki peran penting dalam meningkatkan kesuburan tanah serta retensi air. Pembangunan pabrik asam humat di Indonesia menggunakan batubara kualitas rendah didorong oleh cadangan melimpah yang sebagian besar berkualitas menengah dan rendah. Asam humat yang dihasilkan memiliki berbagai bermanfaat, seperti sebagai penyubur tanah, meningkatkan produktivitas pertanian, dan bertindak sebagai adsorben untuk mengikat logam berat serta zat berbahaya lainnya, serta mendukung kebutuhan sektor pertanian dalam negeri. Pemanfaatan batubara kualitas rendah untuk produksi asam humat tidak hanya mengurangi dampak lingkungan negatif, tetapi juga mendukung industri berkelanjutan, yang rencananya akan diimplementasikan untuk tahun 2031.
Kebutuhan pasar akan asam humat yang kian meningkat menjadi dasar prarancangan pabrik asam humat dari batubara kualitas rendah, dengan kapasitas perancangan untuk 100.000 ton/tahun. Pada perancangan pabrik ini, pabrik didesain untuk beroperasi selama 24 jam tiap harinya selama 330 hari per tahun. Dalam prosesnya, terdiri tiga rangkaian proses utama untuk memperoleh kandungan asam humat dalam batubara, yaitu ekstraksi pertama, oksidasi, dan ekstraksi kedua. Proses berlangsung pada tekanan 1 atm dan temperatur operasi untuk ekstraksi dengan kalium hidroksida (KOH) sebesar 60 C dan oksidasi dengan hidrogen peroksida (H2O2) sebesar 50 C. .
Asam humat hasil ekstraksi kemudian dipresipitasi dengan larutan asam, yang pada proses ini digunakan asam klorida (HCl), pada tekanan 1 atm dan temperatur 35 C. Tujuan presipitasi asam humat hasil ekstraksi adalah untuk memisahkan asam humat dari larutan ekstraksi, sehingga diperoleh produk asam humat yang lebih murni dan terkonsentrasi dalam fasa padat.
Pabrik rencananya akan didirikian di Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan di atas tanah seluas dua hektar dengan jumlah karyawan sebanyak 255 orang. Pabrik ini dilengkapi dengan unit utilitas untuk memenuhi kebutuhan penunjang proses produksi, yang terdiri dari unit penyedia air dengan kapasitas 4.825 kg/jam, unit penyedia air pemadam kebakaran dengan kapasitas 965 kg/jam, unit penyedia udara proses, pembakaran, dan instrumen, serta unit penyedia listrik untuk kapasitas 907,89 kW.
Guna menjalankan proses produksi di pabrik ini, diperlukan modal tetap (fixed cost) sebesar $20.697.018,77 dan modal kerja (working capital) sebesar $48.917.940,91. Pabrik ini termasuk berisiko rendah, dengan ROI sebelum pajak (ROIb) sebesar 64,73?n setelah pajak (ROIa) sebesar 48,54%. Periode pengembalian modal (POT) sebelum pajak adalah 1,36 tahun dan setelah pajak adalah 1,74 tahun. Titik impas (BEP) dicapai pada 41,99% kapasitas produksi dan Discounted Cash Flow Rate of Return (DCFRR) sebesar 22,88%. Berdasarkan parameter-parameter evaluasi ekonomi tersebut, pabrik ini menarik secara ekonomi dan layak untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut.
Humic acid is a complex organic compound that is produced through the breakdown of organic matter, such as lignite, a type of low-quality coal. It is essential for improving soil fertility and water retention, and the construction of a humic acid plant in Indonesia utilizing low-quality coal is motivated by the abundant reserves, primarily of medium and low quality. The humic acid that is produced serves a variety of purposes, including soil conditioning, increasing agricultural productivity, and acting as an adsorbent to bind heavy metals and other hazardous substances, thus meeting the demands of the country's agricultural sector. Utilizing low-quality coal for humic acid production not only reduces negative environmental impacts but also supports sustainable industry, which is planned to be implemented by 2031.
The preliminary design of a humic acid plant from low-quality coal with a design capacity of 100,000 tons annually was motivated by the growing market demand for the product. The plant will operate around 24 hours a day, 330 days a year. The process of extracting humic acid from coal involves three main stages: initial extraction, oxidation, and secondary extraction. The process runs at a pressure of 1 atm, with an extraction temperature of 60°C using potassium hydroxide (KOH) and an oxidation temperature of 50°C using hydrogen peroxide (H2O2).
After that, the extracted humic acid is precipitated at 35°C and 1 atm of pressure using an acid solution, in this instance hydrochloric acid (HCl). To get a more concentrated and purer solid-phase humic acid product, the extracted humic acid must be precipitated to separate it from the extraction solution. On a two-hectare area of land in the Lawang Kidul Subdistrict of Muara Enim Regency, South Sumatra Province, the plant is expected to be developed and employ 255 people in total. Utility units at the plant support the production process. These units include a 4,825 kg/h water supply unit, a 965 kg/h fire water supply unit, a 907.89 kW electricity supply unit, a process air supply unit, and an instrumentation and combustion air supply unit.
This plant needs $48,917,940.91 in working capital and $20,697,018.77 in fixed capital to complete the production process. Given its low risk and 64.73% pre-tax and 48.54% post-tax ROIs, this plant is deemed to be well-managed. 1.36 years prior to taxes and 1.74 years following taxes is the payback period (POT). At 41.99% of production capacity, the break-even point (BEP) is reached, and the discounted cash flow rate of return (DCFRR) is 22.88%. The plant is economically favorable and deserving of more investigation based on these economic evaluation characteristics.
Kata Kunci : batubara, kualitas rendah, asam humat