Laporkan Masalah

Kota Magelang di Bawah Pendudukan Belanda, 1945-1949

TASYA FARIYANTI, Julianto Ibrahim, S.S., M.Hum.

2024 | Skripsi | ILMU SEJARAH

Magelang merupakan salah satu kota yang terlibat konflik bersenjata dan diplomasi internasional pada masa pendudukan Belanda 1945-1949. Belanda berusaha mengembalikan struktur pemerintahan kolonial di Kota Magelang karena letaknya yang strategis yaitu menjadi jalur utama penghubung antara Yogyakarta dan Semarang, beserta kota-kota lainnya. Pada 20 Desember 1948, Belanda memasuki Kota Magelang melalui Yogyakarta dan Purworejo. TNI Magelang bersama warga sipil melakukan siasat Bumi Hangus Kota Magelang untuk menghambat pergerakan pasukan Belanda. Dalam hal ini, TNI, polisi, badan-badan perjuangan, dan masyarakat Magelang melakukan perlawanan terhadap Belanda untuk mempertahankan wilayahnya. Masyarakat Magelang berperan penting dalam perlawanan fisik, moral, dan logistik. Penelitian ini menggunakan metode sejarah di antaranya: menentukan topik, mengumpulkan sumber sejarah primer dan sekunder, melakukan kritik sumber, melakukan penafsiran sumber, dan penulisan sejarah. Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa pada periode 1945-1949 Kota Magelang mengalami kekerasan hingga pembantaian. Hal ini disebabkan oleh konflik dan peperangan yang terjadi pada saat itu. Agresi Militer Belanda I dan II sangat berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kota Magelang. Masyarakat harus merasakan kelaparan dan kemiskinan. Akan tetapi, pada Agresi Militer II Belanda tidak mampu menundukkan wilayah Kota Magelang. Semangat perjuangan, solidaritas, serta saling bahu membahu dalam melakukan perang gerilya tetap melekat dalam diri masyarakat Kota Magelang. 

Magelang was one of the cities involved in armed conflict and foreign diplomacy during the Dutch colonial period from 1945-1949. The Dutch attempted to restore the colonial administrative structure in Magelang City due to its strategic location, specifically as the primary connecting route between Yogyakarta and Semarang, among other locations. On December 20, 1948, the Dutch reached Magelang City through Yogyakarta and Purworejo. The Magelang TNI and residents carried out the Scorched Earth Magelang City plan to impede Dutch troop movement. In this case, the TNI, police, struggle agencies, and Magelang residents fought the Dutch to protect their area. Magelang's people contributed significantly to physical, moral, and logistical resistance. This research uses historical methods including: determining the topic, collecting primary and secondary historical sources, critizing sources, interpreting sources, and writing history. From the research carried out, it was concluded that in the period 1945-1949 the city of Magelang experienced violence and massacres. It was caused by the struggle and war that existed at the period. The Dutch Military Aggressions I and II significantly impacted the socioeconomic life of Magelang City. People must experience hunger and poverty. However, the Dutch could not paralyze Magelang City during the Second Military Aggression. The people of Magelang city keep demonstrating the spirit of resistance, solidarity, and collaboration in carrying out guerilla warfare. 

Kata Kunci : Magelang, konflik, pendudukan Belanda/Magelang, conflict, Dutch colonialism

  1. S1-2024-463168-abstract.pdf  
  2. S1-2024-463168-bibliography.pdf  
  3. S1-2024-463168-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2024-463168-title.pdf