TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK KERJA SAMA KEMITRAAN POLA INTI-KALPLASMA ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT AGRO MAKMUR ABADI DAN PT ALAM KARYA SEJAHTERA DENGAN KOPERASI MASYARAKAT KEPULAUAN BELITUNG

DIMAS KRESNA KUNARTO, Royhan Akbar, SH., LL.M.

2024 | Skripsi | ILMU HUKUM

Perjanjian kerja sama kemitraan Pola Inti Plasma merupakan salah satu bentuk perjanjian yang memosisikan hubungan kerja antara Koperasi sebagai perwakilan usaha kecil dan perusahaan besar (yakni PT Agro Makmur Abadi dan PT Alam Karya Sejahtera AKS) sebagai usaha makro sebagai pemilik. Degan pola kemitraan ini, Pihak koperasi diuntungkan dari segi modal dan keterampilan, sedangkan perusahaan inti diuntungkan karena dapat memasarkan produk pekebun sawit. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan perjanjian kemitraan ini sangat penting untuk memperhatikan prinsip dasar kontrak agar tujuan setiap pihak dapat tercapai dan dapat memiliki kepastian hukum. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaan perjanjian kemitraan ini terdapat permasalahan yang terjadi diantaranya perusahaan inti yang kurang bertanggung jawab dalam mengedepankan tujuan kemitraan pola inti plasma dikarenakan terdapat ketidakseimbangan posisi antara perusahaan inti dengan koperasi yang menciptakan perjanjian yang cenderung menguntungkan salah satu pihak saja.

Penelitian hukum ini dilakukan melalui penelitian normatif empiris dan memiliki sifat deskriptif. Data diperoleh dari penelusuran terhadap peraturan- peraturan, literatur, dan wawancara dengan narasumber yang berhubungan dengan perusahaan inti maupun koperasi plasma.

Penelitian ini menghasilkan dua temuan bahwa pertama, terdapat ketentuan dalam perjanjian yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terdapat permasalahan hukum dimana urangnya kontribusi koperasi dalam penyusunan anggaran biaya operasional yang muatannya menjadi objek perjanjian kemitraan, tidak terealisasinya tujuan dari kemitraan pola plasma yang dianggap dapat menciptakan pekebun/masyarakat yang aktif, mandiri, dan sejahtera, serta kurangnya peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menciptakan kemitraan yang sehat. Adapun saran dari penulis adalah Menteri Pertanian Republik Indonesia untuk melakukan revisi substansi materi terhadap Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 tahun 2021 yang belum mengatur terkait pedoman standar keberhasilan dari Kemitraan Pola Plasma, Perusahaan Inti untuk melibatkan pihak koperasi secara aktif dalam penyusunan anggaran operasional lapangan, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha untuk lebih memperketat bentuk pengawasan terhadap keberlangsungan kerja sama kemitraan pola plasma, dan masyarakat untuk memanfaatkan lahan yang difasilitasi, menaati ketentuan dan pemanfaatan tanah guna meningkatkan kemampuan usaha pekebun.

The Plasma Core Partnership Cooperation Agreement is a type of agreement that establishes a working relationship between the Cooperative as a representative of small enterprises and the large companies (namely PT Agro Makmur Abadi and PT Alam Karya Sejahtera AKS) as macro enterprises as the owners. With this partnership model, the Cooperative benefits in terms of capital and skills, while the core company benefits by being able to market the products of palm oil planters. Therefore, in the implementation of this partnership agreement, it is very important to consider the basic principles of the contract so that the objectives of each party can be achieved and legal certainty can be ensured. However, it cannot be denied that in the implementation of this partnership agreement, problems arise, including the core company being less responsible in prioritizing the goals of the plasma core partnership due to the imbalance of positions between the core company and the Cooperative, which creates an agreement that tends to favor one party.

This legal research is conducted through empirical normative research and is descriptive in nature. Data is obtained from tracking regulations, literature, and interviews with sources related to both the core company and the plasma cooperative.

This research results in two findings: first, there are provisions in the agreement that do not comply with laws and regulations, and there are legal issues where the cooperative's contribution in preparing the operational cost budget, which becomes the object of the partnership agreement, is lacking. The goals of the Plasma pattern partnership, which are considered capable of creating active, independent, and prosperous farmers/community, are not realized, and the role of the Business Competition Supervisory Commission in creating healthy partnerships is insufficient. The author's suggestions include: the Minister of Agriculture of the Republic of Indonesia should revise the substantive material of Minister of Agriculture Regulation Number 18 of 2021, which has not regulated guidelines for the success standards of the Plasma Pattern Partnership; the Core Company should actively involve the cooperative in preparing the field operational budget; the Business Competition Supervisory Commission should tighten the supervision of the Plasma pattern partnership cooperation; and the community should utilize the facilitated land, comply with the provisions, and utilize the land to enhance the farming business capabilities.

Kata Kunci : kontrak, kemitraan, pola inti plasma, pekebun, perusahaan.