Prarancangan Pabrik Lysine HCl dari Tetes dengan Kapasitas 1300 Ton/Tahun
ALFIRA GUSTI PRAMUDITA, Prof. Dr. Ir. Edia Rahayuningsih, M.S., IPU.
2024 | Skripsi | TEKNIK KIMIA
Lysine adalah asam amino esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia dan hewan. Lysine HCl dibedakan menjadi feed grade sebagai suplemen nutrisi dalam pakan ternak dan food grade untuk mendukung pertumbuhan dan membantu penyerapan kalsium. Kebutuhan pasar lysine feed grade pada tahun 2016 hanya mencapai 2,2 juta ton namun kapasitas global telah mencapai 3 juta ton. Sedangkan produsen lysine food grade di dunia masih terbatas dan kebutuhannya akan terus meningkat. Sehingga diusulkan untuk mendirikan pabrik lysine HCL dengan kapasitas 1.300 ton/tahun pada tahun 2028. Produksi lysine dilakukan melalui fermentasi Corynebacterium glutamicum menggunakan molase sebagai bahan baku. Indonesia memiliki ketersediaan molase yang memadai dengan produksi gula kristal putih mencapai 2,42 juta ton pada tahun 2021.
Molase yang telah disterilisasi akan melalui proses fermentasi pada suhu 32°C dan tekanan 1 atm dengan bantuan Corynebacterium glutamicum hasil inokulasi. Broth fermentasi akan dipisahkan dengan thickener dan hasil filtrat akan menuju Ion Exchange Chromatography untuk memisahkan lysine dari senyawa lain. Lysine akan di netralisasi dengan HCL untuk diperoleh lysine HCL. Dilanjukan proses recovery hingga pengeringan untuk diperoleh kristal lysine HCL. Produk akan dikemas dan disimpan dalam gudang penyimpanan.
Produk utama pabrik ini adalah lysine HCL sebanyak 1.300 ton/tahun. Dibutuhkan bahan baku utama berupa molase sebesar 9.511 ton/tahun. Bahan baku tambahan yang dibutuhkan antara lain corn steep liquor sebesar 100 ton/tahun, dan HCL 37% sebesar 787 ton/tahun. Pabrik akan didirikan di wilayah Lampung Tengah, Provinsi Lampung dengan luas tanah 12.400 m2 berdasarkan pertimbangan ketersediaan bahan baku, lahan yang memadai, dan kebutuhan utilitas dapat diperoleh dari Sungai Way Seputih. Kebutuhan utilitas meliputi kebutuhan air sebesar 5,64 m3/jam, dan steam sebesar 497,21 kg/jam. Kebutuhan daya listrik total sebesar 0,33 MW dan bahan bakar sebesar 120 kg/jam.
Untuk mendirikan pabrik ini dibutuhkan fixed capital sebesar $14.540.408,60 + Rp 37.676.591.075,48 dengan working corking capital $2.967.415,49 + Rp 5.610.907.109,36. Profit sebelum pajak yang dihasilkan sebesar $2.128.887,91. Dengan evaluasi analisis kelayakan profitability, didapatkan hasil ROI sebelum pajak sebesar 12,65%, POT sebelum pajak yaitu 4,62 tahun, DCFRR sebesar 15,31%, BEP 48,92%, dan SDP 17,83%. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, dapat disimpulkan jika pabrik lysine HCL layak dan menarik untuk didirikan.
Lysine is an essential amino acid that cannot be synthesized by the human and animal body. Lysine HCl is categorized into feed grade, used as a nutritional supplement in animal feed, and food grade, which supports growth and aids calcium absorption in humans. In 2016, the global demand for lysine feed grade was 2.2 million tons, while global capacity reached 3 million tons. However, production of lysine food grade remains limited worldwide, with increasing demand anticipated. Therefore, establishing a lysine HCl plant with a capacity of 1,300 tons per year by 2028 is proposed. Lysine production involves fermentation of molase using Corynebacterium glutamicum. Indonesia has adequate molase availability, with white crystal sugar production reaching 2.42 million tons in 2021.
Sterilized molase undergoes fermentation at 32°C and 1 atm pressure with Corynebacterium glutamicum inoculation. The fermentation broth is separated using a thickener, and the filtrate undergoes Ion Exchange Chromatography to isolate lysine from other compounds. Lysine is neutralized with HCl to obtain lysine HCl, followed by recovery and drying to produce lysine HCl crystals. The final product is packaged and stored in a warehouse.
The plant's main output is 1,300 tons per year of lysine HCl, requiring 9,511 tons per year of molase as the primary raw material. Additional raw materials include 100 tons per year of corn steep liquor and 787 tons per year of 37% HCl. The plant will be located in Central Lampung, Lampung Province, on a 12,400 m2 land area chosen for raw material availability, sufficient land. Utility needs include 5,64 m3/hour of water, 497,21 kg/hour of steam, 0,33 MW of total electricity, and 120 kg/hour of fuel.
The establishment of the plant requires fixed capital of $14.540.408,60 + Rp 37.676.591.075,48 with working capital of $2.967.415,49 + Rp 5.610.907.109,36. The profit before tax generated is $2.128.887,91. Based on profitability feasibility analysis, the project yields a before tax ROI of 12,65%, a payback period of 4.62 years, a discounted cash flow rate of return (DCFRR) of 15,31%, a break-even point (BEP) of 48,92%, and a profitability index (SDP) of 17,83%. These evaluations conclude that the lysine HCl plant is financially viable and attractive for establishment.
Kata Kunci : Lysine HCl, Fermentasi, Molase, Corynebacterium Glutamicum