Persit Kartika Chandra Kirana: Antara Cinta, Negara, dan Impian
VINA AULIA, Dr. Suzie Handajani, M.A.
2024 | Skripsi | ANTROPOLOGI BUDAYA
Di media, Ibu Persit acapkali direpresentasikan sebagai sosok perempuan tangguh nan kuat dengan seragam hijau menyalanya. Para pasangan tentara ini juga lekat diibaratkan sebagai jelmaan “Ibu Negara” yang siap mendampingi suami dimanapun dan kapanpun. Namun, dalam kenyataannya, para istri tentara ini mengalami dinamika hidup yang kompleks. Mereka harus memikul peran ganda lewat tanggung jawabnya kepada suami dan negara. Penelitian ini berusaha mengeksplorasi bagaimana peran dari Persit dalam mempengaruhi kehidupan istri-istri tentara, serta mencari tahu proses negosiasi pasangan tentara ini dengan impiannya yang tidak dapat mereka capai. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menganalisis kisah hidup lima pasangan tentara yang terbagi dalam tiga fase kehidupan, yaitu sebelum menikah, sesudah menikah, dan setelah pensiun. Ditemukan hasil bahwa Persit sebagai organisasi bentukan negara mencerminkan konsep ibuisme negara yang menekankan perempuan untuk mengabdi kepada banyak pihak. Secara tidak langsung, ia juga menjadi wadah bagi negara lewat manajemen mikronya dalam mengatur kehidupan istri-istri tentara. Jabatan suami dan status kelas sosial menentukan proses negosiasi yang dilakukan oleh pasangan tentara. Keberhasilan negosiasi ini juga menandakan proses aktualisasi diri yang dianggap tercapai dan sesuai dengan impiannya.
In the media, Persit is often represented as a tough and strong woman in her bright green uniform. These military spouses are also closely compared to the incarnation of the "Ibu Negara", who is ready to accompany her husband wherever and whenever. However, in reality, these military wives experience complex life dynamics.They must assume a dual role through their responsibilities to their husbands and the state. This research seeks to explore how Persit plays a role in influencing the lives of military wives, as well as find out the process of negotiating these military couples with dreams they cannot achieve. To answer this question, researchers analyzed the life stories of five military couples divided into three life phases: before marriage, after marriage, and after retirement. As a state-formed organization, the results found that Persit reflects the concept of state ibuism, emphasizing that women should serve many parties. Indirectly, he also became a forum for the state through his micromanagement in managing the lives of soldiers' wives. The husband's position and social class status determine the negotiation process carried out by military couples. The success of this negotiation also indicates a self-actualisation process that is considered achieved by one's dreams.
Kata Kunci : ibuisme negara, peran ganda, negosiasi, representasi, dan aspirasi.