Laporkan Masalah

Ketimpangan Penguasaan Lahan Pada Kelompok Tani Hutan Pemegang Izin Perhutanan Sosial di Kabupaten Boyolali

FIANA EKA APRILIA, Agus Affianto, S.Hut., M.Si

2024 | Skripsi | KEHUTANAN

Keterlibatan masyarakat dalam mengelola hutan dinilai penting sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan melalui skema Perhutanan Sosial. Peraturan Permen LHK No 9 tahun 2021 menjadi acuan atas peraturan pengelolaan perhutanan sosial. Sebelumnya, sebelum dihapus, Permen LHK No P.39 tahun 2017 menjadi acuan dalam mengatur perhutanan sosial di wilayah kerja Perum Perhutani dengan memberi izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan melalui Izin Pengelolaan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS). Beberapa lokasi yang belum melakukan peralihan masih menggunakan surat keputusan IPHPS atas penguasaan lahan dan dinilai baik dengan perhatiannya pada distribusi penguasaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menguantifikasi distribusi penguasaan lahan sebelum dan setelah IPHPS dan pengaruh perhutanan sosial pada penguasaan lahan di KTH Wono Makmur I dan KTH Wono Makmur II di Kecamatan Klego, Boyolali.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik sampling berupa random sampling dan jumlah sampel dihitung dengan metode Yamane sehingga dipilih 70 orang dari populasi 223 orang. Teknik pengambilan data yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini adalah (1) Mekanisme distribusi penguasaan lahan dilakukan berdasarkan penguasaan lahan garapan awal dan redistribusi pada petani yang belum memiliki lahan. (2) Kuantifikasi rata-rata luas per-rumah tangga adalah 0,43 ha menjadi 0,53 ha, dan perkapita 0,16 ha menjadi 0,19 ha. (3) Nilai indeks gini dan kurva lorenz sebelum IPHPS per-Rumah Tangga mengalami penurunan, yaitu per-Rumah Tangga sebesar 0,52 (timpang) menjadi 0,4 (kurang merata) dan perkapita 0,54 (timpang) menjadi 0,45 (kurang merata). Perolehan penurunan nilai menunjukkan penentuan penguasaan luas lahan IPHPS sebaiknya memperhatikan penguasaan lahan awal dan jumlah tanggungan setiap petani.

Community involvement in managing forests is considered important as an effort to improve welfare through the Social Forestry scheme. Permen LHK Regulation No. 9 of 2021 is a reference for social forestry management regulations. Previously, before it was abolished, Permen LHK No. P.39 of 2017 became a reference in regulating social forestry in the working area of Perum Perhutani by giving permission to the community to manage forests through the Social Forestry Forest Management Permit (IPHPS). Some locations that have not yet made the transition still use the IPHPS decree on land tenure and are considered good with their attention to land tenure distribution. This study aims to quantify the distribution of land tenure before and after IPHPS and the influence of social forestry on land tenure in KTH Wono Makmur I and KTH Wono Makmur II in Klego District, Boyolali. 

The method of data collection in this research is survey method with sampling technique in the form of random sampling and the number of samples calculated by Yamane method so that 70 people were selected from a population of 223 people. Data collection techniques are interviews, observation, and documentation. 

The results of this research are (1) The land tenure distribution mechanism is carried out based on initial cultivated land tenure and redistribution to farmers who do not own land. (2) Quantification of the average area per household is 0.43 ha to 0.53 ha, and per capita 0.16 ha to 0.19 ha. (3) Gini index and Lorenz curve values before IPHPS per-household decreased, namely per-household of 0.52 (unequal) to 0.4 (uneven) and per capita of 0.54 (unequal) to 0.45 (uneven). The decrease in value indicates that the determination of IPHPS land tenure should consider the initial land tenure and the number of dependents of each farmer.

Kata Kunci : Gini, IPHPS, Ketimpangan, Lahan, Lorenz

  1. S1-2024-455336-abstract.pdf  
  2. S1-2024-455336-bibliography.pdf  
  3. S1-2024-455336-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2024-455336-title.pdf