PROSPEKTUS HUKUM PENYELENGGARAAN PAJAK KARBON DALAM HUKUM NASIONAL INDONESIA DIKAITKAN DENGAN PEMBATASAN PLTU
Teuku Ibnu Chaldun Ramadhan, Dr. Wahyu Yun Santoso s.H., M.HUM., LL.M
2024 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA
Sebagai bentuk
respon ratifikasi Persetujuan Paris 2021, Presiden Joko Widodo telah
menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Nilai Ekonomi
Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi
Yang Ditetapkan Secara Nasional Dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional. Adanya dasar hukum pajak
karbon tersebut, masih menimbulkan kekaburan norma dalam penerapannya. Hal ini
karena pemerintah tidak memberikan petunjuk konkret pelaksanaan pajak karbon
khususnya terhadap pembatasan PLTU. Dua permasalahan
dalam penulisan ini yakni (1)Bagaimana
Prospektus Hukum Penyelenggaraan Pajak Karbon dalam Hukum Nasional Indonesia
dikaitkan dengan Pembatasan PLTU; dan (2) Bagaimana tantangan penyelenggaran
pajak karbon dalam hukum nasional Indonesia di masa mendatang dalam perspektif
keadilan hukum. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil
penelitian menunjukkan dengan tantangan penyelenggaran pajak karbon dalam hukum
nasional Indonesia di masa mendatang dalam perspektif keadilan hukum dapat
terjadi dari daya saing antara penghasil karbon oleh pengusaha UMKM dan
pengusaha besar. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa tarif pajak karbon yang
tinggi dapat mendorong bisnis untuk bermigrasi ke negara-negara dengan pajak
lebih rendah atau membuat mereka menghadapi persaingan "tidak adil"
dari perusahaan asing yang tidak tunduk pada peraturan tersebut. Kekurangan dan
hambatan yang ditemukan dalam kebijakan pajak saat ini dapat berimbas pada
tidak efektif dan efisiennya administrasi pajak karbon.. Maka, sebelum
pemerintah mengatur dan mempublikasikan informasi lengkap yang mengatur
berjalannya pajak karbon, administrasi pajak karbon itu sendiri belum bisa
berjalan dengan baik atau bahkan tidak bisa berjalan sama sekali. Oleh karena
itu, perlu pengaturan pajak karbon yang sepadan dengan kerusakan lingkungan
yang dihasilkan.
As a response to the ratification of the 2021 Paris Agreement, the
President has issued Presidential Regulation Number 98 of 2021. The existence
of the legal basis for the Carbon Tax, however, still creates normative
ambiguity in its application because it does not provide concrete instructions
for the implementation of carbon tax, especially on PLTU restrictions. The
problems in this paper are (1) How is the Legal Prospectus for the
Implementation of Carbon Tax in Indonesian National Law associated with PLTU
Restrictions and (2) How are the challenges of organizing carbon tax in
Indonesian national law in the future in the perspective of legal justice. This
type of research is normative legal research with a statutory approach and
concept approach. The results showed that the challenges of organizing carbon
tax in Indonesia's national law in the future in the perspective of legal
justice can occur from the competitiveness between carbon producers by MSME
entrepreneurs and large entrepreneurs. In addition, there are concerns that
high carbon tax rates may encourage businesses to migrate to countries with
lower taxes or make them face "unfair" competition from foreign
companies that are not subject to such regulations. The shortcomings and
obstacles found in the current tax policy may result in the ineffective and
efficient administration of the carbon tax. Before the government regulates and
publishes complete information governing the operation of the carbon tax, the
administration of the carbon tax itself may not work properly or at all.
Therefore, it is necessary to set a carbon tax commensurate with environmental
damage.
Kata Kunci : Pajak Karbon, Hukum Pajak, Keadilan Hukum, Pajak Lingkungan