Analisis Kepastian Hukum Bagi Personal Guarantor Yang Melepaskan Hak Istimewa Namun Dimohonkan Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Putusan No.28/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Smg
Tracy Clarita Taga, Dr. Taufiq El Rahman, S.H., M.Hum
2024 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai Putusan Nomor
28/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Smg sudah bersesuaian dengan UUK PKPU ataukah lebih
tepat dengan penarikan Personal Guarantor sebagai Debitor dalam proses PKPU.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif didukung dengan wawancara dari
narasumber yang juga merupakan suatu penelitian kepustakaan dengan menggunakan
data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahas tersier. Cara dan alat untuk mengumpulkan data dilaksanakan melalui suatu studi
kepustakaan dan studi dokumen. Lebih lanjut, analisa data dalam penelitian ini
dilaksanakan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini beserta dengan pembahasannya menunjukkan bahwa pertimbangan
Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 28/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Smg tidak
berkesesuaian dengan Pasal 254 UUK PKPU. Dimana Majelis Hakim mengabulkan
permohonan PKPU terhadap penjamin perorangan (personal guarantor) yang
dimohonkan secara bersamaan dengan Debitor utama.
Kesimpulan penelitian ini ialah: 1) Putusan Nomor 28/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Smg
dirasa kurang tepat karena pelepasan hak istimewa sebagaimana yang di atur dalam
Pasal 1832 KUHPerdata membatasi pada frasa “disita” dan “dijual” Sehingga dalam
proses PKPU tidak mengenal adanya penyitaan dan penjualan. dan 2) Pengadilan harus
patuh terhadap Pasal 254 UUK PKPU yang menyatakan bahwa PKPU tidaklah berlaku
bagi keuntungan sesama debitor dan penanggung. Sedangkan saran 1) diperlukan untuk
melakukan revisi terhadap UUK PKPU untuk bisa memberikan kepastian dan
perlindungan hukum bagi penjamin perorangan (personal guarantor) sehingga tidak
terdapat perbedaan penafsiran dalam Pasal 254 UUK PKPU dan 2) Majelis Hakim pada
Pengadilan Niaga di Indonesia dalam menjatuhkan putusan hendaknya harus lebih
memahami dan mendalami peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
perkara PKPU, terutama pemahaman mengenai penafsiran ketentuan Pasal 1832
KUHPerdata.
This study aims to determine and analyze whether Decision Number 28/Pdt.SusPKPU/2020/PN.Smg is in accordance with the UUK PKPU or is more appropriate with the withdrawal of Personal Guarantor as a Debtor in the PKPU process. This research is a normative legal research supported by interviews from sources and is a library research using secondary data sourced from primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Methods and tools for collecting data are carried out by literature study and document study. Data analysis is done qualitatively. The results of this study and its discussion show that the consideration of the Panel of Judges in Decision Number 28/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Smg is not in accordance with Article 254 UUK PKPU. Where the Panel of Judges granted the PKPU application against the personal guarantor which was filed simultaneously with the main debtor. The conclusions of this study are: 1) The verdict Number 28/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Smg is deemed inappropriate because the waiver of privileges as regulated in Article 1832 of the Civil Code limits the phrases "confiscated" and "sold" so that in the PKPU process there is no confiscation and sale. and 2) The court must comply with the provisions in Article 254 UUK PKPU which states that PKPU does not apply to the benefits of fellow debtors and insurers. While suggestions 1) it is necessary to revise the UUK PKPU in order to provide certainty and legal protection for personal guarantors so that there are no differences in interpretation in Article 254 UUK PKPU and 2) Judges at the Commercial Court in Indonesia in making decisions should better understand and explore the laws and regulations relating to PKPU cases, especially understanding the interpretation of the provisions of Article 1832 of the Civil Code.
Kata Kunci : UUK PKPU, Personal Guarantor, Hak Istimewa, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang