Peliyanan dan Perlawanan Perempuan Suku Kokoda Maibo Dalam Dinamika Sosial Budaya di Papua Barat Daya
Siti Rahayu Fatimah Renfaan, Prof. Dr. S. Bayu Wahyono
2024 | Tesis | S2 Kajian Budaya dan Media
Peliyanan terhadap suku Kokoda telah lama terjadi dan terus meresap ke berbagai aspek kehidupan mereka. Di antara suku lokal Papua lainnya hingga suku non-Papua, suku Kokoda selalu terpinggirkan sebab mengalami marginalisasi sistematis. Hal ini secara bersamaan memberikan gambaran realitas lain bagi perempuan suku Kokoda karena menanggung peliyanan yang lebih berat dan terdegradasi ke lapisan paling bawah. Perempuan suku Kokoda memikul tanggung jawab yang sama dengan laki-laki dalam dunia kerja sekaligus berperan sebagai istri dan ibu yang berdedikasi di rumah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika peliyanan yang dialami oleh perempuan suku Kokoda Maibo dalam kehidupan sosial budaya di Sorong Papua Barat Daya dan melihat sejauh mana mereka mempunyai ruang untuk bernegosiasi dan perlawanan yang dilakukannya sebagai liyan dengan menggunakan perspektif teori subaltern Gayatrci C Spivak dan Resistensi dari James C Scott. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi kritis Madison S Soyini. Temuan mengungkapkan bahwa perempuan suku Kokoda mengalami peliyanan secara berlapis. Di ruang publik, mereka mendapatkan stigma negatif, tidak memiliki tempat berjualan di pasar, infrastruktur yang tidak memadai, tidak ada sarana prasarana, direlokasi di daerah terpencil dengan minim fasilitas serta terbatasnya akses pendidikan. Demikian pula dalam ranah privat, mereka menghadapi eksploitasi, beban peran ganda, penelantaran, dan bahkan poligami. Penemuan selanjutnya menunjukkan bahwa perempuan suku Kokoda tampaknya memiliki upaya untuk memaknai peliyanan atas dirinya melalui sikap resiliensi atau bertahan dengan cara memilih diam dan mendefinisikan diri sebagai langkah perlawanannya. Diam dilakukan sebagai bentuk perlawanan tersembunyi, meski tanpa bersuara atau bertindak, perempuan-perempuan suku Kokoda sudah menyiratkan perlawanannya.
Othering towards the Kokoda tribe has persisted over time and continues to affect various aspects of their lives. Compared to other local Papuan and non-Papuan tribes, the Kokoda people are consistently marginalized due to systematic marginalization. This creates a distinct reality for Kokoda women, who endure significant 'othering' and find themselves at the bottom of societal hierarchies. Despite sharing work responsibilities with men, Kokoda women also fulfill traditional roles as wives and mothers. This study seeks to examine how Kokoda Maibo tribe women experience 'othering' in the socio-cultural context of Sorong, Southwest Papua. It aims to understand their ability to negotiate and resist this marginalization, drawing on Gayatri C. Spivak's subaltern theory and James C. Scott's concept of resistance. The research methodology employed is critical ethnography, as developed by Madison S. Soyini. The findings indicate that Kokoda women experience ‘othering’ at various levels. In public spaces, women face othering from other market traders due to negative labels, lack of infrastructure, and having to move to remote places with minimal facilities and limited access to education. In the private sphere, they experience othering through exploitation, family neglect, and even polygamy. Further findings show that women from the Kokoda tribe try to interpret 'othering' for themselves and choose resilience by remaining silent and defining themselves as a measure of resistance. Silence is carried out as a form of hidden resistance, even without speaking or acting, the women of the Kokoda tribe signal their resistance.
Kata Kunci : Perempuan Suku Kokoda, Peliyanan, Perlawanan