The Utilization of Coercive Diplomacy by The United States in The South China Sea

Shalwa Saqinah Endhita Putri Triantara, Dr. Rochdi Mohan Nazala, SIP, MAMLit

2024 | Skripsi | Ilmu Hubungan Internasional

USS Carl Vinson, kapal induk AS, dikerahkan ke Laut Cina Selatan pada tanggal 5 Januari 2017, mengangkut personel dan peralatan militer. Tindakan ini, meski dianggap rutin oleh AS, dipandang oleh Tiongkok sebagai tindakan konfrontatif di tengah meningkatnya ketegangan terkait sengketa wilayah dan perdagangan dengan AS. Pengerahan ini mencerminkan strategi AS yang menggunakan diplomasi koersif untuk mempengaruhi perilaku negara agar sejalan dengan kepentingan nasionalnya. Baik AS maupun Tiongkok adalah kekuatan militer global yang signifikan, dengan AS mempertahankan dominasinya melalui 11 kapal induknya, sementara Tiongkok dengan cepat meningkatkan kemampuan militernya. Analisis ini berfokus pada pemahaman bagaimana penyebaran rudal tersebut berdampak pada dinamika global, khususnya di Laut Cina Selatan, dari tahun 2010 hingga 2022.

The USS Carl Vinson, a US aircraft carrier, was deployed to the South China Sea on January 5th, 2017, transporting military personnel and equipment. This move, though labeled routine by the US, was seen by China as confrontational amid escalating tensions over territorial and trade disputes with the US. This deployment reflects the US strategy of using coercive diplomacy to influence state behavior in line with its national interests. Both the US and China are significant global military powers, with the US maintaining dominance through its 11 aircraft carriers, while China rapidly advances its military capabilities. This analysis focuses on understanding how such deployments impact global dynamics, particularly in the South China Sea, from 2010 to 2022.

Kata Kunci : Coercive Diplomacy, South China Sea, Military Modernization, Military Expansion