Laporkan Masalah

Analisis Peran Para Pihak dalam Implementasi Penandaan Batas Perhutanan Sosial di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Restu Bumi Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah

SUHENDRO A BASORI, Prof. Dr. Ir. Ris Hadi Purwanto, M.Agr.Sc;;Dr. Rohman, S.Hut., M.P

2024 | Tesis | S2 Ilmu Kehutanan

Kebijakan Perhutanan Sosial (PS) diakomodir dalam Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri LHK No. P. 39/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang PS di wilayah kerja Perum Perhutani. PS di wilayah kerja Perum Perhutani diberikan melalui dilaksanakan dalam bentuk izin pemanfaatan hutan PS (IPHPS). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan implementasi penandaan batas IPHPS, menganalisa peran para pihak serta menganalisis strategi koordinasi para pihak dalam implementasi penandaan batas IPHPS pada LMDH Restu Bumi Kabupaten Kendal.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana implementasi penandaan batas perhutanan sosial dan peran para pihak dalam pelaksanaan IPHPS di lapangan. Penelitian ini menganalisa peran para pihak yang terkait dalam implementasi penadandaan batas perhutanan sosial dengan menggunakan metode kualitatif melalui penerapan studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh melalui wawancara terhadap responden terpilih dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen terkait. Data selanjutnya dianalisis secara kualitatif. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 para pihak yang berperan dalam implementasi perhutanan sosial. Hasil analisis para pihak meliputi karakteristik, kategori, identifikasi peran serta hubungan antar pihak. Pihak Primer adalah LMDH Restu Bumi dan Pihak Kunci adalah BPSKL Jawa. Hasil identifikasi peran para pihak menunjukkan peran yang sangat tinggi-tinggi-cukup dan miskin peran. Hasil analisis hubungan antar pihak menjelaskan tata hubungan kerja dalam inplementsi penandaan batas dalam kondisi sangat baik, baik, kurang hingga tidak ada hubungan. Pola hubungan kerja yang beragam ini berdampak pada keberhasilan implementasi penandaan batas perhutanan sosial di lapangan.

Strategi koordinasi dalam implementasi penandaan batas IPHPS dapat dilakukan melalui penguatan sosialisasi kewajiban penandaan batas IPHPS oleh UPT KLHK kepada seluruh pemegang IPHPS; pelibatan peran pemerintah daerah dalam implementasi IPHPS serta peningkatan kapasitas pemegang IPHPS dalam kegiatan penandaan batas oleh UPT KLHK bersama Pemerintah Daerah

    Social Forestry (SF) Policy is accommodated in Law (Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja and Peraturan Menteri LHK No. P. 39/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perum Perhutani). SF in the working area of Perum Perhutani is provided through implementation in the form of a SF forest utilization permit (IPHPS). This research was conducted to identify problems in the implementation of IPHPS boundary marking, analyze the roles of the parties and analyze the coordination strategis of the parties in implementaing IPHPS boundary marking at LMDH Restu Bumi, Kendal Regency. 

This research was conducted to find out how SF boundary marking is implemented and the role of the parties in implementing IPHPS in the field. This research analyzes the role of the parties involved in implementing SF boundary marking using qualitative methods through the application of case study. The data sources in this research consist of primary data obtained through interviews with selected respondents and secondary data obtained from related documents. The data then analyzed quantitatively. 

The research results show that there are 10 parties who play a role in implementing SF. The results of the analysis of the parties include characteristics, categories, identification of roles and relationships between parties. The Primary Party is LMDH Restu Bumi and the Key Party is BPSKL Java. The results of identifying the roles of the parties show very high-high-sufficient and poor roles. The results of the analysis of the relationship between the parties explain the working relationship procedures in the implementation of boundary marking in very good, good, poor or no relationship conditions. This diverse pattern of working relationships has an impact on the successful implementation of SF boundary marking in the field.

The coordination strategy in implementing IPHPS boundary marking can be carried out through strengthening the socialization of IPHPS boundary marking obligations by the UPT KLHK to all IPHPS holders; involving the role of regional governments in the implementation of IPHPS as well as increasing the capacity of IPHPS holders in boundary marking activities by the UPT KLHK together with the Regional Government.

Kata Kunci : Peran Para Pihak, Perhutanan Sosial, IPHPS;

  1. S2-2024-466353-abstract.pdf  
  2. S2-2024-466353-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-466353-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-466353-title.pdf