Tindak pidana di bidang perbankan merupakan tindak pidana yang di atur dalam undang-undang perbankan. Berdasarkan data dari PPATK, penggelapan dana nasabah menjadi suatu kejahatan terbesar ke 4 (empat) dalam dunia perbankan. Sebagai contoh, kasus perkara nomor 330/PID/2022/PT MKS yang menghukum Melati Bunga Sombe pegawai bank BNI Cabang Makassar yang dipidana melakukan tindak pidana di bidang perbankan yakni pencatatan palsu berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Dengan telah dipidananya terdakwa, rupanya belum adanya kepastian hukum berupa pengembalian nasabah yang seharusnya dilakukan oleh Bank BNI. Dengan demikian yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah motif yang dilakukan pada tindak pidana di bidang perbankan. Kedua, mengetahui pertanggungjawaban pidana oleh pegawai bank terhadap dana nasabah yang hilang. Ketiga, menentukan hukum yang tepat bagi para pegawai bank bank dan kepastian hukum berupa ganti kerugian yang perlu diterima oleh para korban. Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris yang bersifat deskriptif. Data yang Penulis gunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data tersebut merupakan hasil dari studi literatur yang kemudian diolah secara deskriptis analitis. Berdasarkan pada penelitian tersebut ditemukan bahwa motif yang dilakukan pada kasus tersebut diantaranya: Metode pencatatan palsu yang kemudian berlanjut pada mekanisme penggelapan dana berupa penempatan dana yang bertujuan untuk menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Dengan demikian berdasarkan pada syarat-syarat suatu pidana dapat dijatuhkan kepada korporasi melalui pegawai bank, apabila dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi, dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi, dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah, dan dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi. Dengan demikian Bank BNI melalui pegawai banknya tidak dapat dikenakan sanksi pidana atas tindakan pegawainya.
Embezzlement of customer funds by bank employees is a crime of embezzlement with aggravation or what is also called a crime of embezzlement in office. This criminal act is regulated in Article 374 of the Criminal Code. However, this legal rule can only be applied to perpetrators of criminal acts of embezzlement in the realm of private office.
The defendant, who is an employee of a state-owned bank, was found guilty of banking crimes involving money laundering, but with the defendant's sentence there was no legal certainty in the form of returning customers which should have been carried out by BNI Bank. This research is descriptive empirical normative research. Although banks have an explicit obligation to guarantee public funds deposited with banks based on Article 37B paragraph (1) of the banking law, the law does not yet stipulate that banks as corporations can be subject to criminal liability as stated in Article 46 paragraph ( 2) Law No. 10 of 1998 concerning Banking and Article 6 of Law no. 8 of 2010 concerning Prevention and Eradication of Money Laundering.
Thus, based on the conditions for a crime that can be imposed by a corporation, BNI can only be punished if it is carried out or ordered by Corporate Control Personnel, carried out in order to fulfill the aims and objectives of the Corporation, carried out in accordance with the duties and functions of the perpetrator or giver of the order, and carried out with the intention of providing benefits for the Corporation. Thus, Bank BNI cannot be subject to criminal sanctions for the actions of its employees.
Kata Kunci : Perbankan, Pegawai Bank, dan Penggelapan dana.