Alih Fungsi Pemanfaatan Lahan Pertanian Menjadi Atraksi Pariwisata di Pedukuhan Tonogoro dan Pranan, Desa Banjaroya, Kulon Progo
Hetri Yulianti, Dr. Wiwik Sushartami, M.A.
2024 | Tesis | S2 Antropologi
Pariwisata yang kerap kali terbawa ke fenomena “fear of missing out” (FOMO), merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap semakin populernya destinasi wisata di era digital. Pariwisata saat ini menjadi salah satu sektor andalan dalam meningkatkan ekonomi suatu daerah ataupun negara. Berbagai metode dilakukan guna mendukung pengembangan sektor pariwisata, salah satunya melalui alih fungsi pemanfaatan lahan. Alih fungsi pemanfaatan lahan dalam penelitian ini berfokus konsep “Fruiturisme”, yaitu sebuah agrowisata yang berfokus pada buahan sebagai atraksi utamanya. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah proses terjadinya alih fungsi pemanfaatan lahan di kedua pedukuhan yang ada di Desa Banjaroya, yaitu Pedukuhan Tonogoro dan Pranan. Tidak hanya itu, penelitian ini berupaya mendeskripsikan bagaimana proses perubahan pemanfaatan alih fungsi pemanfaatan lahan yang terjadi, sebagai upaya pengembangan pariwisata di Desa Banjaroya, Kulon Progo. Penelitian ini, menjelaskan alih fungsi pemanfaatan lahan pertanian dalam proses perkembangan agrowisata dan bagaimana masyarakat/kelompok tani mampu menerima perubahan dari proses alih fungsi pemanfaatan lahan pertanian menjadi atraksi wisata sebagai bentuk adaptasi.
Penelitian ini menggunakan metode etnografi yang dilakukan selama empat bulan (Juli–September 2023). Pengumpulan data etnografi dilakukan dengan metode partisipasi observasi, wawancara mendalam, dan focus group discussion (FGD). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa proses alih fungsi pemanfaatan lahan pertanian menjadi agrowisata di kedua pedukuhan merupakan respon pemerintah Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo atas masukan berupa proposal dari Tim Desa Wisata Banjaroya, dalam rangka perluasan kawasan destinasi wisata berupa kawasan sentral durian. Penerimaan adalah sebuah bentuk adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat dan kelompok tani atas pengembangan agrowisata melalui alih fungsi pemanfaatan lahan pertanian walaupun diiringi dengan keterpaksaan. Sebagian adaptasi dapat dikatakan berhasil, sebagian tidak. Alih fungsi pemanfaatan lahan jika dikaitkan dengan perkembangan pariwisata masih stagnan. Namun jika melihat dari indikator pariwisata berkelanjutan, agrowisata durian di kedua pedukuhan sebenarnya cocok diterapkan. Namun demikian, tingkat keberhasilan yang diperlihatkan dari kedua pedukuhan masih kurang, ditambah lagi belum tersusunnya regenerasi dari kepengurusan.
Tourism, which often leads to the "fear of missing out" (FOMO) phenomenon, is the main factor contributing to the increasing popularity of tourist destinations in the digital era. Tourism is currently one of the mainstay sectors in improving the economy of a region or country. Various methods are used to support the development of the tourism sector, one of which is through land conversion. The land conversion in this research focuses on the concept of “Fruiturisme”, namely agrotourism that focuses on fruit as the main attraction. This research aims to examine the process of land conversion in the two hamlets in Banjaroya Village, namely Tonogoro and Pranan hamlets. Not only that, this research seeks to describe how the process of land use change occurs, as an effort to develop tourism in Banjaroya Village, Kulon Progo. This research explains the conversion of agricultural land in the process of developing agrotourism and how communities/farmer groups are able to accept changes from the process of converting agricultural land into tourist attractions as a form of adaptation.
This research used an ethnographic method which was carried out over four months (July–September 2023). Ethnographic data collection was carried out using participant observation, in-depth interviews and focus group discussions (FGD) methods. Based on the research results, it is known that the process of converting agricultural land into agrotourism in the two hamlets was a response from the government of the Kulon Progo Regency Agriculture and Food Service to input in the form of a proposal from the Banjaroya Tourism Village Team, in the context of expanding the tourist destination area in the form of a central durian area. Acceptance is a form of adaptation carried out by the community and farmer groups for the development of agrotourism through conversion of agricultural land even though it is accompanied by compulsion. Some adaptations can be said to be successful, some not. Land conversion related to tourism development is still stagnant. However, if you look at the indicators of sustainable tourism, durian agrotourism in the two hamlets is actually suitable for implementation. However, the level of success demonstrated by the two hamlets is still lacking, plus the regeneration of the management has not yet been organized.
Kata Kunci : Fruiturisme (Agrowisata Durian), Alih fungsi pemanfaatan lahan, Adaptasi, Pariwisata Berkelanjutan