Krisis Utang Sri Lanka: Miskonsepsi Proyek Pelabuhan Hambantota sebagai Debt-Trap Diplomacy oleh Cina
NI KOMANG DRIYAN AYU BULAN SANTAJAYA, Dr. Randy Wirasta Nandyatama, M.Sc
2024 | Skripsi | Ilmu Hubungan Internasional
Pada tahun 2000-an, Sri Lanka mendapat kecaman internasional terkait dengan tuduhan pelanggaran HAM oleh pemerintah dalam gerakan separatisme LTTE yang membuat aliran investasi ke dalam negeri terhambat. Sri Lanka yang kala itu memiliki agenda pembangunan selanjutnya mengirim proposal investasi kepada Cina sebagai negara yang tidak mengenakan sanksi bagi Sri Lanka atas kasus tersebut. Investasi yang akan digunakan untuk proyek Pelabuhan Hambantota tersebut akhirnya berhasil dilaksanakan, tetapi pada akhirnya menuai kegagalan karena manajemen ekonomi Sri Lanka yang buruk di bawah demokrasi iliberal. Namun, sentimen terhadap Cina lantas muncul karena negara ini dianggap sengaja memberi pinjaman dalam jumlah masif kepada Sri Lanka, mengetahui bahwa negara tersebut tidak akan mampu mengembalikannya, sehingga Cina dapat mengekspansi pengaruh politiknya ke Sri Lanka. Tuduhan ini terbilang kontroversial karena dikaitkan dengan proyek Belt and Road Initiative milik Cina, sedangkan pada kenyataannya Pelabuhan Hambantota dibangun jauh sebelum Belt and Road Initiative diluncurkan. Maka dari itu, tulisan ini berupaya untuk membuktikan bahwa kategorisasi proyek Hambantota ke dalam debt-trap diplomacy merupakan hal yang salah karena merupakan pernyataan yang asumtif. Untuk membuktikan hal tersebut, tulisan ini akan menggunakan studi kasus Pelabuhan Hambantota dalam melihat keterlibatan Cina dalam investasi di Sri Lanka. Lebih lanjut, tulisan ini difokuskan pada kondisi Sri Lanka guna mengkaji sebab-sebab kegagalan proyek yang berasal dari pihak internal guna membuktikan bahwa proyek Pelabuhan Hambantota tidak dapat dikategorisasikan sebagai debt-trap diplomacy.
In the 2000s, Sri Lanka came under international criticism regarding allegations of human rights violations by the government in the LTTE separatism which hampered the flow of investment into the country. Sri Lanka with its development agenda then sent an investment proposal to China, as the nation did not impose sanctions on Sri Lanka for the allegation. The investment for the Hambantota Port project was successfully implemented but ultimately failed due to Sri Lanka's poor economic management under illiberal democracy. However, sentiment against China emerged because this country was considered to have deliberately provided large loans to Sri Lanka, knowing that it would not be able to pay them back, so China could expand its political influence into Sri Lanka. This accusation is controversial because it is associated with China's Belt and Road Initiative project, while in reality, Hambantota Port was built long before the Belt and Road Initiative was launched. Therefore, this paper seeks to prove that the categorization of the Hambantota project into debt-trap diplomacy is wrong because it is an assumptive statement. To prove this, this paper will use the Hambantota Port case study to look at China's involvement in investment in Sri Lanka. Furthermore, this article is devoted to conditions in Sri Lanka to examine the causes of project failure from internal parties to prove that the Hambantota Port project cannot be categorized as debt-trap diplomacy.
Kata Kunci : debt-trap diplomacy, Pelabuhan Hambantota, tata kelola ekonomi, demokrasi iliberal, Belt and Road Initiative