Analisis Kebijakan Antikorupsi Pada Direktorat Jenderal Pajak Berdasarkan Pendekatan Multiperspektif

Puguh Prayogi, Suyanto, S.E., M.B.A., Ph. D.

2024 | Tesis | S2 Ilmu Akuntansi/Akuntansi Terapan

Tujuan - Penelitian ini bertujuan menganalisis kebijakan antikorupsi pada organisasi sektor publik berdasarkan tiga perspektif penyebab korupsi, yaitu makro (masyarakat), meso (organisasi), dan mikro (individu). Peneliti juga menganalisis penyebab masih terjadi korupsi serta perbaikan yang harus dilakukan berkaitan dengan kebijakan antikorupsi. DJP dipilih sebagai objek penelitian karena merupakan organisasi yang mengadministrasikan penerimaan pajak yang merupakan sumber pendapatan terbesar Indonesia.

Metode - Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Wawancara semiterstruktur dan telaah dokumen digunakan sebagai teknik pengumpulan data. Kebijakan antikorupsi dianalisis dari tiga perspektif, makro, meso, dan mikro menggunakan teori institusional yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu regulatif, normatif, dan kognitif budaya.

Temuan - Kebijakan antikorupsi yang dimiliki DJP telah mencakup seluruh perspektif penyebab korupsi yaitu makro, meso, dan mikro serta telah dilaksanakan berdasarkan dimensi regulatif, normatif, dan kognitif budaya. Akan tetapi, terdapat beberapa catatan atas kebijakan tersebut berkaitan dengan fungsi unit kepatuhan internal (UKI) yang tidak independen, ketiadaan regulasi benturan kepentingan, penekanan peran pimpinan sebagai role model integritas yang belum optimal, serta beberapa kebijakan tidak efektif dan terlalu administratif. Perbaikan yang dapat dilakukan DJP antara lain penyusunan regulasi yang menjamin independensi fungsi UKI sebagai lini pertahanan lapis kedua dan ketiga serta regulasi untuk mengeliminasi potensi benturan kepentingan pegawai dalam pelaksanaan tugas. DJP juga harus melakukan menerapkan mekanisme clearance secara komprehensif untuk memastikan pegawai yang dipromosikan menjadi pimpinan memiliki integritas tinggi. Monitoring dan evaluasi atas kebijakan harus dilakukan DJP agar pelaksanaan regulasi tidak hanya bersifat administratif dan meningkatkan efektivitas program. Organisasi juga harus memerhatikan faktor keberagaman budaya masyarakat karena unit kerja DJP tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan budaya yang berbeda-beda. Satu kebijakan yang bersifat menyeluruh tidak dapat diterapkan secara efektif di seluruh unit kerja karena terhalang masalah budaya tersebut.

Orisinalitas - Penelitian-penelitian terdahulu berfokus pada satu atau beberapa determinan antikorupsi seperti audit internal, sistem pengendalian internal, dan manajemen risiko. Penelitian ini menganalisis kebijakan antikorupsi secara komprehensif dari tiga perspektif penyebab korupsi yaitu makro, meso, dan mikro serta tidak terfokus pada satu determinan.

Purpose - This study aims to analyze anti-corruption policies in public sector organizations based on three perspectives on the causes of corruption: macro (society), meso (organization), and micro (individual). This study also analyzes the causes of corruption in public sector organizations although anti-corruption policies exist, and identifies improvements that must be made. DGT was chosen as the sample because it is an organization that administers tax revenues as Indonesia's largest income.

Design/Methodology – This study used the qualitative method by using a case study approach. Semi-structured interviews and document reviews were used as data collection techniques. Anti-corruption policies were analyzed from three perspectives: macro, meso, and micro, using institutional theory, which consisted of three dimensions: regulative, normative, and cultural-cognitive.

Findings - DGT's anti-corruption policy covered all perspectives of the causes of corruption: macro, meso, and micro, and has been implemented based on regulative, normative, and cultural-cognitive dimensions. However, there were several notes on this policy related to the function of the internal compliance unit (UKI) which was not independent, the absence of conflict of interest regulations, the emphasis on the role of leaders as role models of integrity which is not optimal, as well as several policies that were ineffective and administrative-minded. DGT improvement may include formulating regulations that guarantee the independence of UKI's function as the second and third line of defense as well as regulations to eliminate potential conflicts of interest among employees in carrying out their duties. DGT must also implement a comprehensive clearance mechanism to ensure that employees promoted to as leaders have high integrity. Monitoring and evaluation of policies must be carried out by DGT so that the implementation of regulations has more substantive value and increases program effectiveness. Organizations must also pay attention to the cultural diversity factors because DGT work units are spread throughout Indonesia with different cultures. One comprehensive policy cannot be implemented effectively in all work units because it is hampered by cultural problems.

Originality/Value - Previous studies focused on one or several anti-corruption determinants, such as internal audits, internal control systems, and risk management. This study analyzes anti-corruption policies comprehensively from three perspectives of the causes of corruption: macro, meso, and micro, and does not focus on one or several determinants.

Kata Kunci : Kebijakan Antikorupsi, Korupsi, Sektor Publik, DJP, Multiperspektif