Laporkan Masalah

Sengketa Batas antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Sebatik dan Implikasinya Terhadap Administrasi Perbatasan, Pengelolaan Kawasan serta Ketahanan Wilayah

AMIN NURDIN, Prof. Dr. Sudjito Atmoredjo, S.H., M.Si.; I Made Andi Arsana, S.T., M.E., Ph.D.

2024 | Disertasi | S3 Ketahanan Nasional

Pulau Sebatik merupakan salah satu Outstanding Boundary Problems (OBP) atau sengketa antara Indonesia dan Malaysia. Tahun 2019 dilakukan demarkasi ulang untuk menggantikan batas yang ditetapkan Belanda dan Inggris tahun 1915. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sengketa wilayah Pulau Sebatik dalam kerangka administrasi perbatasan, implementasi pengelolaan kawasan perbatasan Pulau Sebatik dalam mewujudkan ketahanan wilayah dan implikasi demarkasi ulang oleh Indonesia dan Malaysia tahun 2019 terhadap ketahanan wilayah.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi langsung sesuai dengan objek penelitian, wawancara mendalam dengan informan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disiapkan. Informan yang diwawancarai ditentukan dari departemen dan instansi yang bertanggung jawab sebagai bagian dari organisasi perbatasan. Subyek penelitian/informan ditentukan berdasarkan pertimbangan keahlian, keterlibatan dalam pengelolaan perbatasan. Temuan dan pembahasan dijelaskan secara deskriptif dengan teori yang ada. Proses analisis sebagaimana disebutkan oleh Miles dan Huberman (2007), yang terdiri dari tiga kegiatan; pengumpulan data, reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan. Data spasial diolah, dianalisis dan ditampilkan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS versi 10.8.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sengketa wilayah Pulau Sebatik masih belum menemui penyelesaian. Status hukum garis batas di Pulau Sebatik belum jelas baik dari aspek hukum internasional maupun hukum nasional karena Indonesia dan Malaysia belum menyetujui hasil demarkasi ulang tahun 2019. Proses negosiasi juga mengalami kendala disebabkan karena kurang kompetennya personel dan masalah administrasi. Sampai saat ini belum ada kebijakan yang jelas terkait pengelolaan wilayah perbatasan Pulau Sebatik dan kebijakan penyelesaian dampak lanjutan akibat demarkasi ulang tahun 2019. Kondisi tersebut mempengaruhi ketahanan wilayah karena pasca demarkasi ulang merubah perilaku kehidupan di Pulau Sebatik.

Sebatik Island is one of the Outstanding Boundary Problems (OBP) or disputes between Indonesia and Malaysia. In 2019, a re-demarcation was carried out to replace the boundaries demarcated by the Netherlands and England in 1915. This study aims to examine the dispute over the Sebatik Island area within the framework of border administration. It also investigates the implementation of Sebatik Island border area management in realizing regional resilience and the implications of demarcation by Indonesia and Malaysia in 2019 on regional resilience.

The research employs qualitative methods. The research employed direct observation and interviews with informants guided by a set of interview questions. The informants were selected from relevant departments and agencies involved in joint boundary organizations. The subjects of the study were chosen based on their expertise and involvement in border management. The text explains the findings and discussions in a descriptive manner, supported by existing theories. The analysis process, as described by Miles and Huberman (2007), consists of three activities: data collection, data reduction, and data display, followed by a conclusion. Spatial data was processed, analysed and displayed using ArcGIS version 10.8 software.

The results indicate that the dispute over the territory of Sebatik Island remains unresolved. The legal status of the boundary line on Sebatik Island is unclear, both from the perspective of international law and national law, as Indonesia and Malaysia have not approved the result of the 2019 re-demarcation. The negotiation process also faced obstacles due to personnel shortages and administrative issues. Currently, there is no established policy for managing the boundary area of Sebatik Island or addressing the impacts resulting from the 2019 re-demarcation. This situation has a significant impact on regional resilience, as the re-demarcation has altered the way of life on Sebatik Island. 

Kata Kunci : demarkasi, ketahanan wilayah, Outstanding Boundary Problems, perbatasan, Pulau Sebatik, boundary, demarcation, Outstanding Boundary Problems, regional resilience, Sebatik Island

  1. S3-2024-468360-abstract.pdf  
  2. S3-2024-468360-bibliography.pdf  
  3. S3-2024-468360-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2024-468360-title.pdf