Laporkan Masalah

Ketimpangan upah buruh perempuan di propinsi DKI Jakarta : Analisis data sakernas 1998

Sigit Raharjo, Drs. Tukiran, M.A.

2001 | Skripsi | S1 GEOGRAFI DAN ILMU LINGKUNGAN

Permasalahan buruh tidak bisa ditinggalkan dari suatu permasalahan bangsa. Kondisi perburuhan yang buruk tetap akan mengakibatkan stabilitas suatu bangsa akan terganggu. Dari tahun ke tahun perkembangan perburuhan di Indonesia mengalami perkembangan yang kurang baik. Hal ini bisa dilihat dari tingkat kesejahteraan para buruh yang meningkat secara lamban karena meningkatnya UMR dan UMRS dari tahun ke tahun yang lambat juga. Kondisi perburuhan yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun tersebut ternyata pada tahun 1997 diguncang oleh adanya krisis ekonomi. Kondisi perburuhan banyak mengalami kekacauan, adanya PHK, kebutuhan hidup pekerja bertambah, dan para pengusaha tidak mampu membayar pekerja. Penelitian disini berusaha mengungkap bagaimana variasi upah buruh, dan khususnya upah buruh perempuan, yang mana bahwa upah buruh perempuan jelas lebih rendah daripada upah buruh laki-laki. Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), yaitu Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) propinsi DKI Jakarta tahun 1998. Penggunaan data Sakernas Propinsi DKI Jakarta ini tentunya hanya menggambarkan keadaan buruh perempuan yang berstatus buruh atau karyawan di DKI Jakarta. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tabel silang, tabel rata-rata dan uji statistik, yang diolah dengan program SPSS versi 9.0. Beberapa hasil yang didapatkan pada penelitian ketimpangan upah buruh perempuan ini adalah berdasarkan pada jenis pekerjaan dan lapangan usaha. Menurut jenis pekerjaan rata-rata upah buruh perempuan rendah pada tenaga usaha jasa, tenaga penjualan dan pembelian, serta tenaga produksi. Ketiga jenis pekerjaan tersebut berdasarkan tingkat umur, status kawin, dan lamanya jam kerja pekerjaan utama adalah bahwa rata-rata upah buruh perempuan tinggi pada pekerja muda (20- 29 th) yang berstatus kawin, dan mengalami kecenderungan upah yang menurun pada setiap kenaikan jumlah jam kerja. Kondisi ini sama ditemukan pada upah buruh perempuan menurut lapangan usaha Industri pengolahan, perdagangan dan perhotelan serta jasa kemasyarakatan. Kasus lain yang ditemukan adalah adanya korelasi negatif antara upah dan lamanya jam kerja pekerjaan utama, baik menurut jenis pekerjaan atau lapangan usaha. Sementara itu ketimpangan antar daerah terjadi di propinsi DKI Jakarta. Dalam hal ini upah buruh perempuan menurut jenis pekerjaan dan lapangan usaha timpang antar daerah.

Problems of labors are very much related to existing broader national problem. For some extend the problem may result in national instability. From year to year, labor condition in Indonesia has experienced an improvement. It can be seen, at least from prosperity rate of labor which is continuosly increasing due to the increase in regional wage even though it works slowly. The continously increasing condition of labor from year to year, in fact, in 1997, was distributed by economic crisis. The condition of labors experieces confusions, retirements, increased worker life need, and managers can not pay for their workers. This study seeks to explose how labor wage variation, especially woman labor wage, in which woman worker wage is clearly lower than man worker wage. This study used data collected by BPS (Central Statistical Bureau), National Labor Force Survey (Sakernas) of DKI Jakarta Province, 1998. The use of DKI Jakarta Province Data certainly illustrate the women labor condition in DKI Jakarta. The used data analysis technique in this study was based on cross-table, average table, and statistic test, processed by SPSS version 9.0 software. In terms of several obtainable results of study, the women labor inequity was based on types of jobs and business field. According to type of job, the average woman labor wage was lower in service labors, sales and purchases labors, and production labor. 3 types of jobs were based on age rat, marital status, and major working length was that the average woman labor wage was high in young labors (20 - 29 years old) that were married, and experiencing tedency to reduce wage in each total working hour increase. This condition was similar to existence of woman labor wage according to business field of processing industry, trading and hotel and social services. The other found cases were the presence of negative correlation between wage and major working hour length, either according to type of job or business field. Meanwhile, the inter-regional inequity occurred in DKI Jakarta Province. In this case, the woman labor wage was consistent with type of job and business field of interregional inequity.

Kata Kunci : Upah buruh,Buruh Perempuan,Upah Buruh Perempuan,DKI Jakarta

  1. S1-2001-101123-Sigit_Raharjo-abstract.pdf  
  2. S1-2001-101123-Sigit_Raharjo-bibliography.pdf  
  3. S1-2001-101123-Sigit_Raharjo-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2001-101123-Sigit_Raharjo-title.pdf