Laporkan Masalah

Reconsidering the integration model of the relationship between science and religion :: A Critical study of Arthur Peacocke's thought

NUGROHO, Wahyu, Emmanuel Gerrit Singgih, Ph.D

2004 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan Agama

Tujuan tesis ini adalah untuk mengkaji ulang asumsi dasar dari model integrasi, yang menyakini bahwa baik sains dan agama dapat terintegrasi satu sama lain, dan untuk memperkaya wacana hubungan antara sains dan agama di Indonesia, yang pada umumnya masih diwarnai oleh model perpisahan dan konflik. Obyek studi dalam tesis ini adalah Arthur Peacocke yang menyakini bahwa sains dan agama dapat diintegrasikan. Sebagai dasar untuk mengintegrasikan sains dan agama, Peacocke memberi penekanan lebih kepada teologi, khususnya teologi Kristen, sebagai bagian dari agama yang paling memungkinkan untuk diintegrasikan dengan sains. Dengan menggunakan perspektif realisme kritis, ia mencoba untuk mengintegrasikan sains dan teologi. Pertama-tama, Peacocke menguraikan secara singkat worldview sains sebagai konteks teologi yang terdiri dari: kepercayaan bahwa dunia adalah suatu entitas yang kompleks, yang saling berhubungan, yang kesatuannya nampak seperti sebuah Sistem yang terdiri dari sistem-sistem yang lebih kecil; dunia yang terjadi dalam sebuah proses yang membuat semua yang hidup di dalamnya muncul secara berangsur-angsur; dan mekanisme yang mengatur dunia adalah natural selection di mana hukum dan kesempatan (chance) merupakan dua karakteristik penting yang dilatarbelakangi oleh pemikiran dari biologi Evolusioner dimana menyangkut keberadaan manusia yang sedang berada dalam proses menjadi. Cara baru dalam memandang dunia di atas mendorong Peacocke untuk merumuskan kembali teologi Kristen. Ia mengusulkan konsep panentheistic untuk menggambarkan hubungan Tuhan dengan manusia dan dunia: Tuhan benar-benar tetap ada, dan menciptakan dunia selamanya dan secara terus-menerus melalui proses alami, tetapi pada saat yang sama Tuhan adalah juga adalah transenden, melampaui semua yang ada. Konsep ini membawa implikasi yang besar bagi teologi Kristen seperti: penyangkalan doktrin tentang dosa asli, penafsiran baru tentang Yesus Kristus sebagai model manusia baru dan penekanan yang lebih kepada kriteria masuk akal (reasonableness) sebagai suatu ukuran penting bagi sebuah perumusan teologi Kristen. Catatan kritis untuk model integrasi Peacocke adalah ia terlalu memaksakan metode dan ukuran-ukuran ilmiah kepada teologi, oleh karena itu ia kerap tidak mempertimbangkan karakter khusus teologi baik metode maupun bahasanya, dan disamping itu, teologi yang muncul dari usaha pengintegrasiannya merupakan teologi yang berwarna biologi evolunioner sehingga tidak dapat diklaim bersifat universal. Akhirnya, tesis ini mengusulkan tiga pertimbangan untuk membuat hubungan sains dan teologi seimbang: (1) Baik sains dan teologi harus menghormati dan mengakui adanya persamaan dan perbedaan di antara mereka; (2) Baik sains dan teologi harus mau terbuka terhadap adanya berbagai model hubungan; (3) Masalah kemanusian merupakan salah satu kemungkinan lain untuk mengintegrasikan sains dan agama.

The aims of this thesis are to reconsider the basic assumption of integration model, which hold a belief that both science and religion can be integrated each other, and to enrich the discourse of science and religion relationship in Indonesia, which mostly dominated by the idea of conflict and separation. The object of study in this thesis is Arthur Peacocke who strongly holds a belief that science and religion can be integrated. To find a ground for the integration of science and religion, Peacocke takes theology, especially Christian theology, as the possible part of religion to integrate with science. By using critical realism perspective, he tries to integrate both science and theology. Firstly, Peacocke outlines the scientific worldview that serve as the context of theology consists of the belief that the world is a complex, interrelated and interconnected, entity which appears as the System of systems; the world actually consist of process that make all that lives in it emerges gradually; and the mechanism that rules the world is natural selection in which chance and law are its two important characteristics. Biological evolution influences the notion of the existence of human being as in the process of becoming. Those new ways to view the world have encouraged Peacocke to reformulate Christian theology. He proposes the concept of panentheistic to describe God’s relation to the world and human being: God is actually immanent, and creates the world eternally and continuously through the process of natural order, but at the same time God is also transcendent, beyond all-that-is. Such concept has many implications for Christian theology such as denying the doctrine of original sin, new interpretation of Jesus Christ as a model of new humanity and emphasizing reasonableness as an important criterion to give explanation of Christian theological formulation. Critical notes for Peacocke’s integration model are his integration model sometimes going too far especially when Peacocke imposes scientific criteria and method to theology, so he doesn’t take into account the special characters of theology both its language and criteria, and his integration model has emerged Christian theological formulation from evolutionary biologist perspective, which cannot be claimed universally. Finally, this thesis proposes three considerations to make the relation of science and theology in balance: (1) Both science and theology have to respect and acknowledge their dissimilarities and similarities; (2) Both science and theology have to be open to a variety of models of relationship; (3) Humanity problem as another possibility to integrate science and religion.

Kata Kunci : Agama dan Sains,Integrasi,Arthur Peacocke, Integration model, Science, Christian theology, Arthur Peacocke, panentheistic, evolutionary biology


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.