Laporkan Masalah

Islam di tengah dinamika sosial :: Surakarta awal abad XX (1916-1942)

KHADIQ, Prof.Dr. Djoko Suryo

2004 | Tesis | S2 Sejarah

Islam datang dan berkembang di Indonesia terus mengalami berbagai dinamika, baik dalam intern dirinya maupun terhadap berbagai dinamika sosial msyarakat yang lain. Umat Islam memelihara dan mengembangkan agamanya melalui pengamalan oleh dirinya secara maksimal, dan juga melalui upaya penyebarluasan agama tersebut kepada orang lain, baik dalam rangka mencari pemeluk baru maupun meningkatkan kualitas pemeluk lain yang sudah ada, yang selanjutnya disebut dengan ‘dakwah’. Dalam perjalanannya, gerakan dakwah Islam di Surakarta mengalami berbagai dinamika, seiring dengan adanya dinamika dalam berbagai kehidupan manusia yang lain. Pada awal abad ke-20 Surakarta telah menjadi tempat tumbuhnya gerakan Islam model baru yang ditandai dengan munculnya SI. Meski lebih merupakan gerakan politik, SI banyak memberi kontribusi terhadap perkembangan Islam saat itu. Sejak pecahnya SI hingga akhir kekuasaan Belanda, dakwah Islam di Surakarta diperankan oleh berbagai kelompok maupun individu dari umat Islam. Para tokoh SI yang lama maupun tokoh SI merah seperti Misbach, Marcokartodikromo, tidak dapat begitu saja dilupakan dalam memperkuat keislaman masyarakat. Gerakan TKNM dan SATV, yang juga melibatkan para tokoh SI turut menandai peran para tokoh itu dalam fanatisme beragama, melalui berbagai gerakan dakwahnya. Gerakan dakwah semakin gencar ketika Muhammadiyah yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1912 yang tidak berpolitik masuk di wilayah ini pada tahun 1922. Dengan melanjutkan SATV, Muhammadiyah Surakarta segera melaksanakan berbagai kerja dakwahnya, bersama-sama dengan Partai Sarekat Islam (PSI/PSII), Jong Islamieten Bond (JIB), kaum muslimin Arab yang selanjutnya tergabung dalam PAI, kaum muslimin Tionghoa yang selanjutnya tergabung dalam PIT, dan Oemat Islam. Secara umum metode yang mereka gunakan dalam memelihara dan mengembangkan Islam di masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu melalui tulisan atau penerbitan (bil-kitaabah), melalui ceramah-ceramah agama (bil-lisaan), melalui kerja sosial (bil-haal), dan melalui jalur pendidikan (bi-al-tarbiyyah). Gerakan dakwah Islam oleh kaum muslimin saat itu tidak dapat dilepaskan dari konteks dan kepentingan masing-masing, sehingga melahirkan subyektivitas setiap individu maupun kelompok pendakwah tersebut. Hal ini pada saatnya menyebabkan munculnya aneka ragam Islam yang berbeda satu dengan yang lain di masyarakat Surakarta, bahkan sampai menimbulkan berbagai pertentangan antar kaum muslimin. Isu tentang muslim sejati dan muslim lamisan (basa-basi), Islam tradisionalis dan Islam modernis telah muncul saat itu, begitu juga dengan pertentangan-pertentangan kecil yang lain di antara umat Islam. Meski demikian, berbagai kelompok umat Islam berikut berbagai aneka ragam pemahamannya tentang Islam pada satu konteks tertentu tetap bersatu, yaitu ketika mereka bersama-sama melawan Belanda dan aksi Kristenisasi. Apapun motif gerakan Islam pada saat itu mempunyai fungsi dakwah yang semakin mengukuhkan Islam sebagai agama masyarakat. Sebagai agama yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, maka kebesaran Islam di Surakarta berpengaruh besar terhadap berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. Melalui agama, para tokoh pergerakan mampu menggerakkan masyarakat yang memang mayoritas beragama Islam untuk melakukan segala aktivitas yang mereka kehendaki. Di sinilah Islam juga menjadi faktor penting yang turut mempengaruhi berbagai dinamika kehidupan masyarakat Surakarta saat itu. Pengaruh ini dapat kita lihat melalui pengaruh di bidang politik, ekonomi dan teknologi, serta sosial. Munculnya semangat nasionalisme dan nativisme menghadapi Belanda banyak dipengaruhi oleh ideologi Islam, meski melalui subyektifitas para tokohnya. Begitu juga Islam telah berpengaruh pada kehidupan ekonomi Surakarta melalui berbagai gerakan yang dilakukan oleh umat Islam, baik melalui kegiatan-kegiatan ekonomi itu sendiri maupun melalui pendidikannya di berbagai bidang. Akhirnya Islam juga berpengaruh pada interaksi sosial, terutama melalui ajaran yang tidak mengenal stratifikasi sosial, dan pengalaman mereka berkelompok.

Islam came and grew in Indonesia, then it experienced various dynamics, either in its internal body or towards social dynamics of other societies. Islam community maintained and developed their religion through optimum self-implementation and through widespreading efforts; in order to obtain new believers or to improve the quality of their believers. In its journey, Islam preaching movement in Surakarta had it run dynamically, along with the dynamics of other realms of life. In the early 20th century, Surakarta had been a place for the growth of a new model of Islam movement identified with the rise of SI. Although came as a political movement, SI highly contributed to Islam development in that time. Since the split of SI till the end of Dutch`s rule, the preaching of Islam in Surakarta was conducted by groups and figures in Islam. The figures of “White SI” (SI Putih) or “Red SI” (SI Merah) like Misbach and Marcokartodikromo became an significant figures in strengthening Islam in society. The movement of TKNM or SATV involving SI figures signified their rules in religious fanatism, through their various preaching movements. Preaching movement got it stronger when Muhammadiyah, a non-political movement founded in Yogyakarta on 1912, entered the field on 1922. By continuing SATV, Muhammadiyah of Surakarta immediately conducted actions of preaching, together with Partai Sarekat Islam (PSI or PSII), Jong Islamieten Bond (JIB), Persatoean Arab Indonesia (PAI), Persatoean Islam Tionghoa (PIT), and Oemat Islam. Generally, they used three kinds of method in maintaining and developing Islam in society : by writing or publication (bi-al-kitabah); by preaching (bi-al-lisan); by social service (bi-al-haal), and by education movement (bi-al-tarbiyah). Preaching of Islam movement done by moslems in that time could not be separated from their context and interests, and brought on subjectivity of all individuals and groups of preacher. Later, it caused the diversity of Islam in Surakarta society in that time. Issues of real moslem (moeslim sedjati) and fake moslem (moeslim lamisan); traditional Islam and modern Islam were spotlighted. Worse, it caused various conflicts among moslems. Nevertheless, various moslem groups and their various understanding of Islam , got it united in a certain context : against Dutch and Christianization. For wathever motives, Islam movement in that time had preaching function strengthening Islam as society`s religion. As a religion arranging various aspects of human life, the glory of Islam in Surakarta had a strongly effect on the changes in society. Through religion, the movement figures successfully mobilized society, majority is moslems, to do activities those figures wanted. At this point, Islam had also become a significant factor affecting the dynamics of Surakarta society`s life at that time. The effect could be seen in political, economical, technological, and social realm. The rise of nationalism and nativism agaisnt Dutch had been strongly affected by ideology of Islam, though it appeared in the subjectivity of the figures. Islam had also affected economical life of Surakarta through many activities done by moslems, either through economical activities or through education in all realms. In the end, Islam had also affected the social interaction, especially through its teachings which recognised no social stratification; and their organisational experiences.

Kata Kunci : Sejarah Indonesia,Islam di SUrakarta,1916,1942, Islam, Society, Politic, Movement, Surakarta


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.