Dari Kerajinan menuju ke Kriya Seni Pahat Batu di Muntilan Magelang
MISGIYA, Prof.Drs. SP. Gustami, SU
2004 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni RupaPenelitian tesis ini berusaha mengungkap fenomena yang berkaitan dengan kelangsungan dan perubahan seni kerajinan pahat batu di Muntilan, Magelang Propinsi Jawa Tengah. Kelangsungan dan perubahan seni kerajinan pahat batu di Muntilan tidak terlepas dari berbagai faktor, diantaranya adalah potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, lingkungan budaya dan segmen pasar. Potensi sumber daya alam, batu andesit adalah material utama untuk membuat produk seni kerajinan pahat batu. Sekalipun pada saat ini di beberapa sentra industri kerajinan pahat batu menggunakan batu putih. Penggunaan batu putih tersebut pada dasarnya hanya dipengaruhi oleh faktor teknik pemahatan yang dipandang lebih mudah, dan lebih ekonomis. Batu andesit sebagai bahan baku dalam penciptaan produk seni kerajinan pahat batu. Batu andesit diperoleh di lereng gunung Merapi, khususnya di Kecamatan Dukun yang meliputi dusun Sumber, Keningar, Ngentak, Duren dan sebagainya. Kelangsungan dan perubahan seni kerajinan pahat batu di Muntilan tidak terlepas dengan adanya sumber daya manusia, potensi ini sangat penting sebagai pelaku utama dalam menjalankan kegiatan, yang mempengaruhi kelangsungan dan perubahan. Sumberdaya manusia itu, meliputi; perajin, seniman, dan pengusaha. Perajin sebagai pelaku dalam pembuatanproduk seni kerajinan pahat batu. Seniman sebagai kelompok pemikir yang kreatif dan inovatif dan pengusaha sebagai patron seniman dan perajin dalam penjualan hasil produk. Keterampilan yang dimiliki para perajin atau seniman, pada dasarnya merupakan warisan leluhur masa Hindu-Budha dalam pembuatan candi di Jawa Tengah, seperti Barabudur, Mendut, Prambanan, dan sebagainya. Secara kronologis kelangsungan dan perubahan seni kerajinan pahat batu melalui beberapa estafet. Pada tahun 1950-1960 produk produk yang dihasilkan para perajin batu di Muntilan berupa umpak, king, cobek, Temper, munthu dan sebagainya. Pada tahun 1970-1980 telah mengalami perubahan fungsi dan bentuk produk, menjadi benda seni seperti Gupala, Garuda, Wisnu, Anoman, Budha, stupa dan sejenisnya. Pada tahun 1990 sampai sekarang telah melahirkan karya seni yang kreatif dan inovatif. Kelangsungan dan perubahan seni kerajinan pahat batu di Muntilan memberikan peran positif terhadap kazanah budaya bangsa, seklaigus berperan sebagai komoditas perdagangan baik pasar lokal, regional maupun intenasional, dan pada gilirannya berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat pendukungnya.
The objective of the research is to try to reveal the phenomenon connected with the continuities and change of sculpture in Muntilan, Magelang, the province of Mid-Java. The continuities and change on sculpture in Muntilan is related to many factors, such as natural resources, human resources, cultural resources, and market segment. Natural resources, especially the ones connected with andecit rock. Andecit is the main material in sculpturing, although in some sculpturing industrial centers rock is being used. Basically, white-rock employing is affected merely by sculpturing technique, which is considered to be much easier and more economical. Andecit, especially in Dukun sub district, covering, Sumber, Keningar, Ngentak, Duren village, and others. The continuities and change of sculpture in Muntilan is related to human resources. This potential in essential for the main factor in executing the activities which influence the existence and alteration. The intended human resources covers the sculptors, artists, and industrialists . Sculptors are the skilled people in creating sculpture, artist, are the group of creative and innovative people, and industrialists, are the patron for artists and sculptors in product-selling. The skill possessed by the sculptors or artists, basically is the inheritance from the ancestors in Hindu-Buddhis time, involved in building the temples in Mid-Java, such as Borobudur, Mendut, Prambanan, and others. Chronologically, the sculpture continuities and change happened in some stage. In 1950-1960, the output produced by sculptors in Muntilan are umpak, king, cobek, lemper, munthu, and others. In 1970-1980, there was a revolution in products function and shape, into art product, such as, Gupala, Wisnu, Anoman, Budha, stupa and the like. From 1990, innovative and creative arts have been produced. The continuities and change towards sculpture in Muntilan gives positive role to our culture, it also becomes the commodity for local, regional, even international market, not to mention its positive effect toward the economic society.
Kata Kunci : Seni kerajinan pahat batu, kelangsungan dan perubahan, Sculpture, continuities and change