Laporkan Masalah

Perayaan Maudu' Lompoa :: Sebuah peristiwa ritual agama di Cikoang Takalar Sulawesi Selatan

YULIANA, Prof.Dr. R.M. Soedarsono

2004 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

Perayaan Maudu’ Lompoa adalah salah satu peristiwa ritual agama yang berhubungan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad s.a.w. pada masyarakat Sayyid di Cikoang Sulawesi Selatan. Ada dua tahap yang dilaksanakan sebelum perayaan, yakni tahap pensucian diri dan tahap persiapan perayaan yang dilakukan pada 10 Sapar. Setiap tahun perayaan dilaksanakan pada akhir bulan Rabiulawal, yaitu 29 Rabiulawal. Perayaan Maudu’ Lompoa pertama kali dilaksanakan pada 11 Nopember 1620 M. (1041 H.) oleh kaum Sayyid di Cikoang. Perayaan ini lahir dari sebuah konsep ajaran tentang ‘Nur Muhammad’ yang dibawa oleh seorang ulama Aceh yaitu Sayyid Jalaluddin. Dalam konsep itu diajarkan empat komponen yakni syariat, tarekat, hakikat, dan ma’rifat. Keempat komponen itu disimbolkan pada bahan makanan. Simbol syariat adalah beras yang bermakna tubuh. Simbol tarekat adalah ayam yang bermakna nyawa. Simbol hakikat adalah kelapa yang bermakna hati. Simbol ma’rifat adalah telur yang bermakna rahasia Tuhan. Bahan makanan itu dibuat dalam bentuk sesaji kanre Maudu’ dan kaddo’ minnya’. Sesaji itu merupakan simbol ajaran sakral yang dianut kaum Sayyid. Peringatan Maulid yang dirayakan oleh kaum Sayyid di Cikoang adalah memperingati kejadian Nabi Muhammad s.a.w. di alam ‘Nur’. Peringatan ini dimaknai, bahwa segala makhluk ciptaan Allah s.w.t. bersumber dari ‘Nur’ Nabi Muhammad s.a.w. Untuk mendapatkan keselamatan dunia dan kenikmatan surga diakhirat, maka secara rutin setiap tahun kaum Sayyid merayakan Maudu’ Lompoa. Ritual ini sebagai wujud ikatan suci pada Nabi Muhammad s.a.w. Maudu’ Lompoa adalah simbol identitas kaum Sayyid sebagai komunitas pencinta setia Nabi Muhammad s.a.w. Pada saat perayaan, sesaji kanre Maudu’ diarak ke tempat perayaan dengan menggunakan peralatan ritual yaitu julung-julung, kandawari, dan bembengan. Ritual ini digunakan oleh penduduk untuk mencari berkah yang akan dijadikan zimat. Perayaan ini dimeriahkan dengan seni pertunjukan dan permainan rakyat. Keterlibatan pariwisata memberi sumbangsih yang cukup berarti dalam mengembangkan Maudu’ Lompoa sebagai objek wisata budaya yang layak dikunjungi.

The celebration of Maudu’ Lompoa is one of the religious ritual showing the essence of the Prophet’s birthday occasion held by Sayyid community in Cikoang, South Sulawesi. Before this ritual celebration begins, they have to past two previous steps purification and preparation steps. Both of them may be carried out ie. 10 of calender Sapar. The celebration hold on 29 Rabiulawal almost begins immediately after the purification and preparation steps. The celebration of Maudu’ Lompoa was held firstly on 11 Nopember 1620 M. (1041 H.) by Sayyid community in Cikoang. It consists of four majestic lessons about ‘Nur Muhammad’ by a priest coming from Aceh, that is Sayyid Jalaluddin. The lessons was taught four elements that is syariat, tarekat, hakikat, and ma’rifat which are symbolized by food materials. The rice symbolises of syariat meant as a body, the chicken marking of tarekat meant as a soul or a spirit, the coconut signing of hakikat signified as a heart and the egg symbolises of ma’rifat translated as a secret of God. The food materials, all of the offerings later will be called as kanre Maudu’ and kaddo’ minnya’. The offerings mean a sacred symbol for Sayyid community. For the Sayyid community in Cikoang, the celebration of the Prophet’s birthday occasion called as Maulid has an important meaning that all of the God’s creatures are coming from the ‘Nur Muhammad’. Besides, it provides goodness and happiness in life before or after the dead, so that the Sayyid community has to celebrate Maudu’ Lompoa routinely every year. This ritual is meant to have a sacred relation ship with the Prophet’s. Maudu’ Lompoa is a symbol identity for Sayyid community as a loyal lover to the Prophet’s. In procession, kanre Maudu’ offerings carried by several equipments, such as julung-julung, kandawari, and bembengan. This ritual used of people compete each other to take the blessings. The celebration also arranges with the performing art and the folk playing. The development of tourism will further encourage Maudu’ Lompoa as an tourism object of cultural tour.

Kata Kunci : Seni Pertunjukan, Ritual Agama, Maudu' Lompoa, celebration, religion ritual, and performing art.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.