Restrukturisasi organisasi pemerintah daerah :: Studi tentang penataan kelembagaan di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
JAMALUDDIN, Drs. Josef Riwu Kaho, MPA
2004 | Tesis | S2 Ilmu PolitikUndang-Undang Nomor : 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1999 telah memberikan landasan bagi Daerah untuk melakukan kebijakan untuk Daerah dan masyarakat. Untuk memaksimalkan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara efisien dan efektif maka Daerah diberikan keleluasaan kepada untuk melakukan penataan kelembagaan Perangkat Daerah berdasarkan kebutuhan Daerah dan masyarakatnya. Dalam melakukan penataan kelembagaan atau restrukturisasi organisasi Pemerintah Daerah, ada beberapa aspek yang penting diperhatikan yaitu kewenangan, kemampuan keuangan Daerah termasuk potensi sumber pendapatan, ketersediaan aparatur Pemerintah Daerah serta kebutuhan Daerah dan masyarakat. Kewenangan yang dimiliki Daerah saat dirasa belum sepenuhnya terimplementasi secara baik untuk menggali dan memanfaatkan segala potensi Daerah berdasarkan keinginan masayarakat, oleh karena kewenangan yang diberikan belum dilakukan dengan sepenuh hati oleh Pemerintah Pusat dengan berbagai alasan yang diberikan agar kewenangan tetap lebih besar di pusat. Atas dasar itulah penulis membuat suatu pertanyaan tentang “bagaimanakah restukturisasi organisasi perangkat Daerah di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilihat dari aspek kewenangan, keuangan Daerah, aspek aparatur dan aspek kebutuhan Daerah dan masyarakat, serta hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan restrukturisasi organisasi Perangakat Daerah tersebutâ€. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan tentang aspek-aspek yang menjadi penopang dalam penataan dan mengimplementasikan hasil penataan organisasi Perangkat Daerah tersebut dan hambatan apa yang dihadapi dalam pelaksanaannya, dengan menggunakan metode diskriftif kualitatif. Hasil penelitian menggambarkan bahwa restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menunjukkan kesiapannya dalam mengimplementasikan kebijakan otonomi Daerah. Restrukturisasi dilakukan tidak semata-mata karena ada Peraturan Pemerintah tentang pedoman organisasi perangkat Daerah namun didasarkan pada kebutuhan dan tuntutan masyarakat yaitu menjadi organisasi yang mampu berperan sebagai wadah bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan serta sebagai proses interaksi antara Pemerintah dengan masyarakat secara optimal. Kewenangan yang dimiliki oleh Daerah belum optimal dijalankan karena masih ada tarik ulur kewenangan antara Daerah dengan Provinsi/Pusat, disamping itu dalam menjalankan kewenangan ternyata membawa implikasi dibidang keuangan. Kecilnya PAD yang dimiliki membuat besarnya ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat dalam membiayaai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sehingga dalam melakukan penataan organisasi intervensi Pusat masih tetap dirasakan.. Restrukturisasi juga dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi penggunaan dana APBD, tetapi kenyataannya sebagian besar dana terserap pada pos anggaran belanja rutin, hal ini disebebkan oleh adanya kelebihan pegawai secara kuantitas tapi kurang dari segi kualitas. Karena itu dalam melakuan restukturisasi harus lebih dulu melakukan pendataan potensi, analisis beban kerja serta disesuaikan dengan kebutuhan riil Daerah dan masyarakat itu sendiri.
Regulation Number 22 in the year of 1999 and Regulation Number 25 1999 have given a base to District to carry out local and societal policies. To maximize the giving of service to the society, to make it effective and efficient, the District is given authority to rearrange its Local Institutional Operators based on the needs of the district and its citizen. In carrying out the institutional reconstruction or organizational reconstruction of Local Government, there are several important aspects need to consider. They are authority, Local financial ability, including the potential of income resource, the availability of Local Government officers, and the needs of District and the citizen. The authority owned by the district, if it is felt not yet enough implemented to dig and use all the local potentials based on the wish of the citizen, because of the authority given is carried out weakly by the Central Government with various reasons given to make the authority is bigger in central government. Based on the fact above, the writer made an important question about “how is the organizational reconstruction of local officers in Kulon Progo Regency of Daerah Istimewa Yogyakarta Province seen from the aspects of authority, local financial, officer, and the aspect of Local and citizen needs, and what obstacles are faced in carrying out organizational reconstruction of Local Officersâ€. The aim of this study was to find out and describe the main aspects in the arrangement and implement the result of the organizational reconstruction of Local Officers and what kinds of obstacle faced in its implementation using the descriptive-qualitative method. The result of the study showed that the Organizational Reconstruction of Local Officers by Kulon Progo Regency showed its readiness in implementing the Local autonomy policy. The reconstruction carried out was not merely because of Local Regulation about the guidance of Local officer organization, but it is based on the need and the requirement of the citizen, i.e., to be an organization able to have a role as a cavity for the implementation of governmental functions, and as the process if interaction between the government and the citizen optimally. The authority owned by the district was not optimal yet, because there still be unstable authority between the district and Province/central government. Besides, in carrying out the authority, in fact, it brought implication in the financial. The small amount of PAD owned made bigger dependency to central government in financing the Local Government so that in reconstructing the organization, the central intervention was still felt. The reconstruction was also aimed to create efficiency of the use of APBD fund, but, in fact most of the fund was absorbed in the routine expense. It was caused by the existence of employee excess in quantity but lack of quality. Therefore, in carrying out reconstruction, it had to first carry out the potential gain, working burden analysis, and suited to the real needs of the district and the citizen itself.
Kata Kunci : Pemda TkI, Restrukturisasi Organisasi