Flexing di Media Sosial: Studi Fenomena Konten Flexing Mahasiswa Generasi Z di Instagram
Langit Gemintang Muhammad Hartono, Nurul Aini, M.Phil.
2024 | Skripsi | Sosiologi
Flexing di media sosial merupakan cara individu mengaktualisasi dirinya. Melalui flexing individu mampu mendapatkan hasil emosi positif yang bermanfaat bagi dirinya, seperti rasa validasi dan kebanggan diri. Dalam hal ini, flexing menjadi bagian dari manifestasi individualisasi yang merupakan bentuk masyarakat terkini yang dicirikan oleh lepasnya individu dari ikatan sosial institusi sosial. Oleh karena itu, flexing dilihat sebagai ekspresi individualisasi. Walaupun begitu, ekspresi individualisasi dalam flexing tidak lepas dari kontrol struktural yang membatasi ekspresi tersebut. Dalam hal ini, kontrol itu dilakukan dimediasi oleh survelliance capitalism yang menjadi mode kontrol khas di media sosial. Survelliance capitalism diterapkan oleh kontrol instrumentarian, yaitu tipe kontrol yang diterapkan tanpa keberadaan aparatus kontrol secara eksplisit, seperti melalui tekanan sosial yang masif terjadi dalam interaksi sosial di media sosial. Dialektika antara individualisasi yang diekspresikan melalui flexing dengan kontrol survelliance capitalism menciptakan dilema pada individu: di satu sisi, dengan flexing di media sosial, individu dapat mengekpresikan dirinya untuk mendapatkan emosi positif. Namun, di sisi lain individu harus menghadapi kontrol yang membatasi kemampuan individu dalam mengekspresikan individualitasnya. Oleh karena itu, individu mengalami dilema antara kebebasannya dalam mengekspresikan individualitasnya di media sosial dengan menghadapi kontrol yang membatasi ekspresi tersebut. Dengan fenomenologi, penelitian ini berusaha memahami konstruksi makna para informan tentang flexing dan implikasi kontrol struktural yang mereka alami ketika melakukan flexing di Instagram.
Flexing on social media is a way for individuals to actualize themselves. Through flexing individuals are able to get positive emotional outcomes that are beneficial to themselves, such as a sense of validation and pride. In this case, flexing is part of the manifestation of individualization, which is the latest form of society characterized by the detachment of individuals from the social bonds of social institutions. Therefore, flexing is seen as an expression of individualization. Even so, the expression of individualization in flexing cannot be separated from structural controls that limit such expression. In this case, the control is mediated by survelliance capitalism, which is a typical mode of control in social media. Survelliance capitalism is applied by instrumentarian control, which is a type of control that is applied without the existence of an explicit control apparatus, such as through massive social pressure that occurs in social interactions on social media. The dialectic between individualization expressed through flexing and the control of survelliance capitalism creates a dilemma for individuals: on the one hand, by flexing on social media, individuals can express themselves to get positive emotions. However, on the other hand, individuals have to face controls that limit their ability to express their individuality. Therefore, individuals experience a dilemma between their freedom in expressing their individuality on social media and facing controls that limit this expression. Using phenomenology, this study seeks to understand the informants' construction of meaning about flexing and the implications of structural control they experience when flexing on Instagram.
Kata Kunci : Flexing, Survelliance Capitalism, Kaum Muda, Individualisasi