Tinjauan Kekerasan di Desa Wadas sebagai Alasan Pembaharuan Ketentuan Anti-SLAPP
Raisa Hanifa Wijaya, Dr. Totok Dwi Diantoro, S.H., M.A., LL.M.
2024 | Skripsi | ILMU HUKUM
Cara pandang negara yang menilai kemakmuran ekonomi dapat diwujudkan dengan melalui pembangunan fisik mendorong negara untuk melakukan pembangunan besar-besaran akhir akhir ini. Pembangunan besar-besaran ini memicu berbagai konflik lahan yang kadang berakhir dengan kejadian kekerasan yang menimpa masyarakat terdampak pembangunan. Kekerasan tersebut terjadi di Desa Wadas dalam upaya penetapan lokasi penambangan batuan andesit sebagai bahan baku pembangunan Bendungan Bener. Kekerasan ini disinyalir berdampak pada kualitas partisipasi publik karena sifat kekerasan yang menimbulkan perasaan trauma pada masyarakat Wadas untuk melakukan partisipasi publik. Mendasarkan pada hal ini, penulis menganalisa kekerasan ini sebagai alasan pembaharuan ketentuan Anti-SLAPP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan fakta sosiologis yang didapat untuk menganalisis peristiwa-peristiwa yang ditemukan sebagai bahan pertimbangan urgensi pembaharuan Anti-SLAPP. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kekerasan yang terjadi di Desa Wadas merupakan akibat dari tindakan faktual negara yang menyebabkan perasaan trauma terhadap masyarakat Wadas untuk melakukan partisipasi publik. Melihat logika ketentuan Anti-SLAPP di Amerika dan Filipina yang mengkonstrusikan ketentuan Anti-SLAPP sebagai pengaman dari hak partisipasi publik yang dijamin di konstitusi tiap negara, Anti-SLAPP di Indonesia juga harus dibangun dengan logika yang sama. Menggunakan logika yang sama, jaminan kebebasan berpendapat dan hak atas lingkungan hidup yang baik di dalam konstitusi mewajibkan negara untuk melindungi hak partisipasi publik. Fakta bahwa negara berkewajiban untuk menjamin hak partisipasi publik dan fakta bahwa kekerasan yang terjadi di Wadas mendistorsi hak partisipasi publik mendorong penulis untuk berkesimpulan bahwa perlindungan baru terhadap partisipasi publik dari ancaman semacam ini perlu dilakukan dengan pembaharuan ketentuan Anti-SLAPP.
The perspective of a country assessing economic prosperity can be realized through physical development, encouraging the nation to undertake massive construction projects in recent times. These large-scale developments often trigger various land conflicts that sometimes culminate in violent incidents affecting the communities impacted by the construction. Such violence occurred in the village of Wadas in the process of determining the location for andesite mining as a raw material for the construction of the Bener Dam. This violence is suspected to have an impact on the quality of public participation due to its violent nature, causing trauma among the Wadas community and hindering their ability to engage in public participation. Based on this, the author analyzes this violence as a justification for the revision of Anti-SLAPP regulations. This study is a normative-empirical legal research using a legislative approach and sociological facts to analyze events found as considerations for the urgency of revising Anti-SLAPP. The results of this research indicate that the violence in the village of Wadas is a consequence of the state's factual actions that have traumatized the Wadas community, hindering their ability to participate in public activities. Subsequently, considering the logic of Anti-SLAPP provisions in the United States and the Philippines, which construct Anti-SLAPP as a safeguard for the constitutionally guaranteed right to public participation in each country, Anti-SLAPP in Indonesia should also be built on the same logic. Utilizing the same logic, the guarantee of freedom of expression and the right to a healthy environment in the constitution obligates the state to protect the right to public participation. The fact that the state is obliged to ensure the right to public participation and the fact that the violence in Wadas distorts this right lead the author to conclude that new protection against such threats to public participation needs to be established through the revision of Anti-SLAPP provisions.
Kata Kunci : Anti-SLAPP, Kekerasan, Desa Wadas, Pembaharuan Hukum, Anti-SLAPP, Violence, Wadas, Law Reform