Laporkan Masalah

Pengalaman Perempuan dalam Praktik Childfree di Daerah Istimewa Yogyakarta

LUTHFIANA DEVY ARDYANTI, Milda Longgeita Br. Pinem, S.Sos., M.A., Ph.D.

2024 | Skripsi | ILMU SOSIATRI

Penelitian ini membahas mengenai pengalaman para perempuan yang sudah menikah dan mempraktikkan childfree di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam hal ini, childfree menjadi suatu bentuk kesepakatan antara suami dan istri untuk tidak memiliki anak selama pernikahan. Fenomena ini menjadi menarik karena mengundang perdebatan dan polemik di kalangan masyarakat Indonesia dengan munculnya pro dan kontra. Di satu sisi, terdapat masyarakat yang menerima secara terbuka. Sementara itu, di sisi lain ada pula yang menganggap perempuan childfree sangat tabu dan menjadi stigma negatif, seperti egois, gila kerja, melanggar kodrat, dan sebagainya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi feminisme untuk menggali pengalaman partisipan yang sangat subjektif dan autentik untuk menjawab pertanyaan penelitian berupa “Bagaimana pengalaman perempuan yang mempraktikkan childfree di Yogyakarta?”. Terdapat tiga orang dengan jenis kelamin perempuan yang menjadi partisipan dalam penelitian ini, karena berbicara tentang fenomenologi tidak akan bisa lepas dari kesadaran subjektif (pure consciousness) yang bersumber langsung dari partisipan penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan tematik analisis menjadi teknik yang digunakan dalam menganalisis data. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa temuan, yaitu: (1) bagaimana partisipan memandang dirinya sendiri saat ini melalui pengalaman yang terjadi di masa lalu, bagaimana partisipan menemukan jati dirinya, serta memproyeksikan keluarga yang ideal menurut mereka; (2) pandangan masyarakat yang hampir sama dalam memandang tubuh perempuan, yaitu sebagai objek dan seringkali dilainkan serta berkaitan dengan hak otonomi, pelecehan, serta stigma negatif dari masyarakat; (3) hal-hal membahagiakan partisipan atas keputusannya untuk childfree, seperti rasa syukur, fokus kepada diri sendiri dan pasangan, emosi stabil, kesehatan fisik dan mental, serta berbagi kebahagiaan dengan orang lain; (4) kesedihan sebagai seorang perempuan yang mempraktikkan childfree, mulai dari keluarga yang masih menganggap childfree tabu, pernyataan menyakitkan dari orang-orang di sekitar, rasa takut terulangnya masa lalu, serta betapa partisipan sangat menyayangi tubuhnya; dan (5) pasangan dari para partisipan yang senantiasa memberikan dukungan dan penghargaan terhadap dirinya. Dari temuan tersebut, muncul tema besar terkait isu kebertubuhan perempuan, keluarga patriarki, serta transformasi relasi gender yang lebih setara. Dapat disimpulkan bahwa praktik childfree di tengah kontroversi yang mengikutinya, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, pengalaman para perempuan ini justru menunjukkan bahwa masih terdapat tantangan yang perlu dihadapi oleh mereka. Namun, ada juga dimensi yang lebih menunjukkan sisi positif untuk perempuan itu sendiri, yakni terkait kebahagiaan yang dirasakan setelah mereka mempraktikkan childfree.

Kata kunci: Childfree, Fenomenologi Feminisme, Patriarki, Hak Kebertubuhan, Relasi Gender

This research discusses the experiences of married women and practicing childfree in the Special Region of Yogyakarta. In this case, childfree becomes a form of agreement between husband and wife to have no children during marriage. This phenomenon becomes interesting because it creates debate and polemics among Indonesian society with the emergence of pros and cons. There is a society that accepts it openly. Meanwhile, on the other hand, there are also those who consider childfree women to be very taboo and have a negative stigma, such as being selfish, workaholics, violating nature, and so on. This research uses a qualitative method with a feminism phenomenological approach to explore the experience of participants who are very subjective and authentic to answer research questions in the form of "How is the experience of women who practice child-free in Yogyakarta?". There are three peoples of the female gender who are participants in this study, because talking about phenomenology will not be able to be separated from subjective consciousness (pure consciousness) that comes directly from the research participants. Data collection is carried out through in-depth interviews and thematic analysis becomes a technique used in analyzing data. In this study, there are several findings, namely: (1) how do participants see themselves now through experiences that occure in the past, how do participants find their identity, and project their ideal family; (2) the view of society is almost the same in viewing the female body, which is as an object and is often different and related to the right to autonomy, harassment, and negative stigma of society; (3) things that make participants happy for their decisions to childfree, such as gratitude, focus on themselves and their partners, stable emotions, physical and mental health, and sharing happiness with others; (4) sadness as a women who practice childfree, starting from families who still consider childfree taboo, painful statements from those around them, the fear of repeating the past, and how much the participants love their bodies; and (5) the partners of the participants who always provide support and appreciation for them. From these findings, a big theme emerged related to the issue of women's body, patriarchal families, and the transformation of more equal gender relations. It can be concluded that the practice of childfree in the midst of the controversy that follows, especially in the Special Region of Yogyakarta, the experience of these women actually shows that there are still challenges that need to be faced by them. However, there is also a dimension that shows more of the positive side for women themselves, which is related to the happiness that is felt after they practice childfree.

Keywords: Childfree, Phenomenology of Feminism, Patriarchy, Rights of Women’s Body, Gender Relations

Kata Kunci : Childfree, Fenomenologi Feminisme, Patriarki, Hak Kebertubuhan, Relasi Gender, Childfree, Phenomenology of Feminism, Patriarchy, Rights of Women’s Body, Gender Relations

  1. S1-2024-455856-abstract.pdf  
  2. S1-2024-455856-bibliography.pdf  
  3. S1-2024-455856-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2024-455856-title.pdf