Implementasi Pengadaan Badan Usaha Kerjasama dengan Skema Business-to-Business dalam Penyediaan Infrastruktur Air Minum (Studi Kasus Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di Kota Lhokseumawe)

Irfan Marzuqi Ridla Putra, Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

2024 | Tesis | S2 Magister Hukum

Partisipasi sektor swasta dalam proyek air minum di Indonesia terbatas pada intake air, instalasi pengolahan air, dan penjualan air curah. Untuk mengatasi masalah laten di sektor ini, diperlukan konsep proyek terintegrasi yang meliputi semua aspek dari sumber air hingga distribusi air kepada pelanggan. Kerjasama dengan skema B2B ini tidak melibatkan Anggaran Pemerintah, sehingga biaya pembangunan dan operasional menjadi tanggung jawab swasta sebagai bentuk investasi, dengan risiko gagal bayar karena pelanggan atau target pasar yang tidak sesuai. Hal ini berbeda dengan KPBU yang memiliki jaminan dari lembaga penjaminan.

Penelitian ini mengadopsi Proyek Pengembangan SPAM di Kota Lhokseumawe dengan tujuan memahami konsep kerjasama B2B antara badan usaha publik (BUMD) dan swasta dalam penyediaan infrastruktur air minum di sana serta risiko hukum bagi investor dalam pengembalian investasi proyek tersebut. Metode penelitian ini adalah penelitian normatif empiris yang deskriptif-analitis dengan pendekatan hukum normatif yang menggabungkan teori hukum dengan kejadian nyata dalam masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan antara konsep kerjasama SPAM dengan skema B2B dan KPBU, namun keduanya memiliki beberapa persamaan dalam pengadaan Badan Usaha Kerjasama (BUK) berdasarkan regulasi seperti Perpres 38/2015, Permen Bappenas 2/2020, dan Perka LKPP 19/2015. Pengembalian investasi menggunakan "Skema Waterfall" dengan pembayaran sesuai prioritas yang diatur dalam kontrak. Surat Persetujuan Prinsip dari Walikota Lhokseumawe menjamin penyesuaian tarif air minum jika tarif yang ditetapkan tidak mencapai full cost recovery serta memberikan subsidi jika diperlukan. Penyelenggaraan investasi infrastruktur SPAM dengan skema B2B tak hanya untuk keuntungan bisnis, tetapi juga untuk layanan publik. Pemerintah seharusnya memberikan insentif, seperti kemudahan perizinan, untuk mendorong investor dalam membangun infrastruktur. Dalam kontrak, tujuannya adalah mencapai full-cost recovery (FCR) untuk mengurangi non-revenue water (NRW), dimana pemerintah harus melarang penggunaan air tanah non-domestik setelah operasionalisasi SPAM Jaringan Perpipaan.

The participation of the private sector in drinking water projects in Indonesia is limited to water intake, water treatment facilities, and sewage sales. To address the latent problems in this sector, an integrated project concept is needed that covers all aspects from water sources to water distribution to customers. Cooperation with this B2B scheme does not involve government budget, so the development and operational costs become private responsibility as a form of investment, with the risk of failing to pay due to customers or inappropriate target markets. It's different from the KPBU that has guarantees from the security agency.

The research adopted the SPAM Development Project in Lhokseumawe City with the aim of understanding the concept of B2B cooperation between regional-owned enterprise and private enterprises in the provision of drinking water infrastructure there as well as the legal risk to investors in the return on investment of the project. This research method is empirical normative research that is descriptive-analytic with a normative law approach that combines the theory of law with real events in society.

The results of the research showed differences between the concept of SPAM cooperation with B2B and KPBU schemes, but both have some similarities in the procurement of the Special Purpose Vehicle (SPV) based on regulations such as Perpres 38/2015, Permen Bappenas 2/2020, and Perka LKPP 19/2015. Return on investment using the "Waterfall Scheme" with payment according to the priority set in the contract. The Principle Agreement of Mayor Lhokseumawe guarantees the adjustment of the drinking water tariff if the established tariff does not reach full cost recovery and provides subsidies if necessary. Maintenance of SPAM infrastructure investments with B2B schemes not only for business benefit, but also for public service. The government should provide incentives, such as licensing facilities, to encourage investors to build infrastructure. In the contract, the objective is to full-cost recovery (FCR) to reduce non-revenue water (NRW), where the government should ban the use of non-domestic groundwater after the SPAM operationalization of the Pipeline Network.

Kata Kunci : Investasi, Skema B2B, Badan Usaha Kerjasama (BUK), Perjanjian Kerjasama, Skema Waterfall