Assessing Implementation Fidelity of Dengue Diagnosis during Corona Virus Diseases-19 (covid-19) Pandemic in Clinical Health Center (CHC) at Dili Municipality.
Joaquim de Jesus Mendonça, Prof. dr. Adi Utarini, MSc., MPH., PhD; dr. Eggi Arguni, MSc., PhD., Sp.A (K).
2024 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Latar belakang: Demam berdarah adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang paling umum terjadi di daerah tropis dan subtropis. Penundaan diagnosis pada fase awal dapat meningkatkan risiko DBD yang lebih parah dan dapat menyebabkan hasil yang buruk. Penerapan pedoman diagnosis DBD dapat membantu tenaga kesehatan untuk mengenali penyakit DBD secara dini dan pelaksanaan yang baik. Penekanan nya adalah pada elemen-elemen yang ada dalam pelaksanaan program DBD dan seberapa baik pedoman tersebut diikuti.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kepatuhan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan pedoman program DBD di lima Puskesmas di Kotamadya Dili.
Metode: Lima Puskesmas berpartisipasi dalam penelitian ini. Menggabungkan desain berurutan dengan metode explanatory. Data diagnosis DBD sekunder digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif, dan wawancara dengan informan kunci digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif.
Hasil: Hasil analisis data kuantitatif dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada tingkat kepatuhan yang lebih rendah terhadap pedoman klasifikasi klinis yang baru. Mayoritas tenaga kesehatan masih menggunakan klasifikasi (WHO, 1997) untuk praktik penanganan DBD, daripada mengadopsi sistem klasifikasi baru yang membedakan antara DBD akut, sedang, dan berat. Ada juga kepatuhan yang kurang dalam uji konfirmasi dengue yang dilakukan di laboratorium. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada variasi yang signifikan dalam kepatuhan terhadap pedoman di antara puskesmas, dengan beberapa puskesmas memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dan yang lainnya menunjukkan tingkat kepatuhan yang rendah. Meskipun hasilnya bervariasi antar Puskesmas, tingkat konfirmasi RDT tertinggi ditemukan di Becora (91,%; 262 dari 288 kasus DBD), diikuti oleh Matinaru (82%; 65 dari 79 kasus DBD) dan Veracrus (51%; 136 dari 267 kasus DBD). Di sisi lain, Komoro (21%; 253 dari 1154 kasus DBD) dan CHC farmosa (27,4%; 180 dari 660 kasus DBD) memiliki tingkat konfirmasi RDT yang lebih rendah. Namun, kurangnya pelatihan untuk staf medis, pemantauan yang tidak memadai, dan tidak tersedianya fasilitas investigasi laboratorium selama pandemi merupakan beberapa faktor lain dalam implementasi pedoman Dengue yang diidentifikasi dalam penelitian ini.
Kesimpulan: Dalam pelaksanaan program pengendalian DBD, kepatuhan petugas kesehatan terhadap klasifikasi DBD yang baru menurut WHO 2009 dan konfirmasi laboratorium untuk infeksi DBD seperti yang tercantum dalam pedoman DBD masih rendah. Faktor utama yang mempengaruhi kepatuhan petugas kesehatan terhadap pedoman DBD adalah fasilitas investigasi, pelatihan yang tidak memadai, dan pemantauan yang tidak memadai. Keberadaan Covid-19 dan kurangnya reagen dengue yang tersedia menjadi hambatan dalam pelaksanaan program dengue.
Background: Dengue is a mosquito-borne disease most common in tropical and subtropical regions. Delaying diagnosis in the early phase may increase the risk of more severe dengue and may lead to poor outcomes. The implementation of dengue diagnosis guidelines can help health workers to early recognize dengue disease and good management. The emphasis is on the elements that went into the dengue program's implementation and how well the guidelines are followed.
Objective: The study aims to evaluate health workers' compliance with the dengue guideline program's implementation in five CHCs within the Dili Municipality. Method: Five Clinical Health Centres participated in the study. Combining sequential design with explanatory methods. Secondary dengue diagnosis data were used for collecting quantitative data, and key inform interviews were used to collect qualitative data.
Result: The results of this study's quantitative data analysis showed that there was a lower level of adherence to the new clinical classification guidelines. The majority of health worker continued to use the (WHO,1997) classification for their dengue practice, rather than adopting the new classification system that distinguishes between acute, moderate, and severe dengue. There was also less adherence in the dengue confirmation test conducted in the laboratory. The study's findings indicated that there are significant variations in guidelines compliance among health centers, with some practicing high levels of compliance and others showing low levels of compliance. Though the results varied by CHC, the highest RDT confirmation rate was found in Becora (91, %; 262 out of 288 dengue cases), followed by Matinaru (82%; 65 out of 79 dengue cases) and Veracrus (51%; 136 out of 267 dengue cases). On the other hand, Comoro (21%; 253 out of 1154 dengue cases) and CHC farmosa (27.4%; 180 out of 660 dengue cases) had lower RDT confirmation rates. However, A lack of training for medical staff, inadequate monitoring, and non-availability of laboratory investigation facilities during the pandemic were among the other factors to the Dengue guidelines' implementation that this study identified.
Conclusion: In the implementation of dengue control program, there was a low adherence of the health workers toward the new WHO 2009 classification of dengue and laboratory confirmation of dengue infection as stated in the dengue guidelines. The main factors that affect the health worker compliance to the dengue guideline were investigation facility, inadequate training and inadequate monitoring. Covid-19's existence and the lack of available dengue reagent were barriers to the dengue program's implementation.
Kata Kunci : Keywords: Dengue, Guideline, Adherence, Barrier.