Laporkan Masalah

SISTEM PERINGATAN BAHAYA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) BERBASIS EXPERT JUDGEMENT (STUDI KASUS KABUPATEN BENGKALIS, RIAU)

Cornelius Antoni Nababan, Prof. Dr.rer.nat Djati Mardiatno, M.Si; Dr. Retnadi Heru Jatmiko, M.Sc.

2024 | Tesis | S2 MAGISTER MANAJEMEN BENCANA

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) semakin meningkat dalam dekade terakhir yang diperparah adanya perubahan iklim. Keberhasilan upaya penanggulangan karhutla sangat bergantung pada kemampuan memprediksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model karhutla dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) berbasis spasial. Pemilihan variabel dilakukan berbasis obyektif dengan review atas penelitian sebelumnya. Pemilihan expert pada metode AHP bersumber dari berbagai latar belakang keilmuan, yaitu gambut, meteorologi dan kebijakan kehutanan. Hasil studi ini mengidentifikasi 15 variabel yang berpengaruh terhadap karhutla yang dikelompokkan menjad kelompok pemicu kebakaran (sub model 1) dan kondisi pendukung lingkungan (sub model 2). Kelompok pemicu kebakaran terdiri dari variabel tutupan lahan, jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari pemukiman, mata pencaharian, slope antropogenik dan kepadatan penduduk. Variabel yang tergabung dalam kelompok kondisi pendukung lingkungan yaitu FWI, KBDI, SPI, kelembaban tanah, elevasi, slope fisik, jenis dan kedalaman gambut  dan konsesi sawit. Secara rataan variabel dominan pada sub model 1 yaitu tutupan lahan (23.3%), kepadatan penduduk (18%) dan jarak dari sungai (15.9%). Pada sub model 2 yaitu jenis dan kedalaman gambut (23.7%), konsesi sawit (18.8%) dan KBDI (14.5%). Hasil dari aplikasi bobot metode AHP menunjukkan model dari penilaian expert gambut dan rataan expert memiliki luasan paling baik dan akurasi terhadap identifikasi titik panas pada skala tahunan. Sedang pada skala bulanan hasil rataan expert menunjukkan hasil model yang terbia khususnya dengan skenario kelompok 1 (50:50, 60:40 dan 70:30) untuk akurasi terbaik dan kelompok 2 (80:20, 90:10 dan 88:12) untuj identifikasi kelas bahaya sangat tinggi yang terbaik. Model yang dihasilkan dalam studi ini sebaiknya diawali dengan prediksi musim kering baik skala tahunan maupun skala bulanan untuk mendapatkan hasil model terbaik. Model dalam studi ini efektif digunakan pada kondisi kering (adanya El Nino pada skala tahunan, musim kemarau secara monsunal pada skala bulanan).

Forest and land fires (karhutla) have been increasing in the last decade, exacerbated by climate change. The success of karhutla prevention efforts is highly dependent on the ability to predict. This study aims to develop a karhutla model using the Analytic Hierarchy Process (AHP) method based on spatial. The selection of variables is carried out objectively with a review of previous research. The selection of experts in the AHP method comes from various scientific backgrounds, namely peat, meteorology, and forestry policy. The results of this study identified 15 variables that influence karhutla, which are grouped into fire trigger groups (sub-model 1) and environmental supporting conditions (sub-model 2). The fire trigger group consists of land cover variables, distance from roads, distance from rivers, distance from settlements, livelihoods, anthropogenic slopes, and population density. The variables included in the environmental supporting conditions group are FWI, KBDI, SPI, soil moisture, elevation, physical slope, type and depth of peat, and oil palm concessions. On average, the dominant variables in sub-model 1 are land cover (23.3%), population density (18%), and distance from rivers (15.9%). In sub-model 2, namely the type and depth of peat (23.7%), oil palm concessions (18.8%), and KBDI (14.5%). The results of the application of the AHP method weights show that the model from the assessment of peat experts and the average of experts has the best area and accuracy for identifying hot spots on an annual scale. Meanwhile, on a monthly scale, the average expert results show the best model results, especially with scenario group 1 (50:50, 60:40, and 70:30) for the best accuracy and group 2 (80:20, 90:10, and 88:12) for the best identification of very high-risk classes. The model generated in this study should start with a prediction of the dry season, both on an annual and monthly scale, to obtain the best model results. The model in this study is effective for use in dry conditions (the presence of El Nino on an annual scale, the monsoon dry season on a monthly scale).

Kata Kunci : pemodelan, bahaya, karhutla, AHP.

  1. S2-2024-489183-abstract.pdf  
  2. S2-2024-489183-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-489183-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-489183-title.pdf