Autopoiesis Sistem Komunikasi Publik Pemerintah Daerah di Era Digital: Studi Pemaknaan dan Pengembangan Tata Kelola Komunikasi Publik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 2018-2022
NUR IMROATUS SHOLIKHAH, Prof. Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, S.IP., M.Si; Dr. Rahayu, S.I.P., M.A
2024 | Disertasi | DOKTOR ILMU KOMUNIKASI
Penelitian ini menguraikan bagaimana pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah merespons kompleksitas perubahan lingkungan komunikasi publik di era digitalnya. Konsep autopoiesis dalam teori sistem sosial Niklas Luhmann diajukan dalam penelitian ini sebagai mekanisme sistem merespons lingkungan yang mengacu pada kebutuhan dan caranya sendiri (self-referential). Autopoiesis sistem komunikasi publik Pemprov Jawa Tengah dalam penelitian ini akan ditunjukkan melalui dua variabel, yakni: pemaknaan dan pengembangan tata kelola komunikasi di era digital. Pemaknaan komunikasi publik menjelaskan tentang dimensi sosial. Sementara pengembangan tata kelola komunikasi publik menjelaskan dimensi temporal dan dimensi fungsional. Penelitian ini mengambil metode studi kasus pengembangan sistem komunikasi publik Pemprov Jawa Tengah sepanjang 2018-2022. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, analisa teks media, serta studi dokumen kebijakan. Hasilnya, terdapat 14 pemaknaan, delapan di antaranya dihasilkan dari refleksi kebutuhan sistem being native dalam ekosistem digital yang diiritasi oleh sistem reputasi dan teknologi digital. Empat variasi pemaknaan lainnya merupakan determinasi refleksi pada sistem birokrasi dan sistem politik. Sementara itu, hanya dua pemaknaan yang secara khusus menjadi refleksi kepublikan yakni melalui pemaknaan komunikasi publik berbasis ekspektasi publik dan membangun dialog. Sementara pengungkapan di media online pada 2018 didominasi pernyataan terkait Pilkada; 2019 didominasi sinergisitas pemerintah daerah di Jawa Tengah; dan 2020-2022 didominasi isu pandemi Covid-19. Pengembangan tata kelola ditunjukkan dengan perubahan kebijakan percepatan respons masalah publik melalui berbagai saluran digital dan perluasan jangkauan informasi sejak dari tahun 2019-2022. Selain itu, pengembangan organisasi tidak lagi mengedepankan hirarki dalam struktur birokrasi. Meningkatnya kebutuhan sumberdaya manusia dengan talenta digital direspons dengan peningkatan kapasitas dan rekrutmen tenaga ahli serta memperbanyak kerjasama eksternal. Kerjasama ekternal juga untuk mereduksi kerentanan informasi dan risiko jejak digital. Secara sistemik, Pemprov Jawa Tengah cenderung terbatas pada refleksi terkait reputasi kepala daerah dan organisasi. Sementara pengembangan tata kelola secara evolutif relatif stagnan pada fungsi-fungsi komunikasi publik untuk mempercepat respons keluhan dan persebaran informasi. Secara umum, pengembangan sistem cenderung alopoesis yang cenderung bergantung pada peran gubernur. Hal ini mengakibatkan sistem komunikasi publik rentan “dibajak” oleh kepentingan aktor Konsekuensinya, pengembangan pendekatan sistem komunikasi publik pemerintah daerah juga perlu untuk memberikan lanskap interpenetrasi lebih komprehensif pada sistem yang menopang sektor-sektor kepublikan.
This research describes how regional governments, especially the Central Java Provincial Government, respond to the complexity digital environment. The concept of autopoiesis in Niklas Luhmann's social systems theory is proposed to show a system mechanism that refers to its own needs and methods (self-referential). The autopoiesis of public communication system in this research will be demonstrated through two variables, namely: the meaning and development of communication governance in the digital era. The meaning of public communication explains the social dimension. Meanwhile, the development of public communication governance explains the temporal and functional dimensions. This research uses a case study method for the development of the Central Java Provincial Government's public communication system during 2018-2022. Data was obtained through observation, interviews, media text analysis, and study of policy documents. As a result, there are 14 meanings of digital era. Eight of them are reflection on the need of being native that is irritated by the reputation system and digital technology. The other four variations of meaning are reflection determinations on the bureaucratic system and political system. Meanwhile, only two meanings are specifically a public reflection, namely through the meaning of public communication based on public expectations and building dialogue. Disclosures in online media in 2018 were dominated by statements related to the regional elections; 2019 was dominated by regional government synergy in Central Java; and 2020-2022 is dominated by the issue of the Covid-19 pandemic. The development of governance is demonstrated by changes in policies to accelerate responses to public problems through various digital channels and expanding the reach of information from 2019-2022. Apart from that, organizational development no longer prioritizes hierarchy in bureaucratic structures. The increasing need for human resources with digital talent is being responded to by increasing capacity and recruiting experts as well as increasing external collaboration. External collaboration is also to reduce information vulnerability and digital footprint risks. Systemically, the Central Java Provincial Government tends to be limited to reflections regarding the reputation of regional heads and organizations. Meanwhile, the development of evolutionary governance is relatively stagnant in public communication functions to speed up response to complaints and dissemination of information. In general, system development tends to be allopoesis which tends to depend on the role of the governor. This results in the public communication system being vulnerable to being "hijacked" by actor interests. Consequently, the development of a regional government public communication system approach also needs to provide a more comprehensive interpenetration landscape for the systems that support the public sectors.
Kata Kunci : Sistem Komunikasi Publik Era Digital, Autopoiesis, Tata Kelola Komunikasi Publik, Pemaknaan Era Digital, Komunikasi Publik Pemerintah Daerah.