Pengidentifikasian Lokasi dan Potensi Daya PLTS Sistem Agrivoltaic Menggunakan Analisis Fuzzy-AHP-SIG di Lahan Kering Gunungkidul
Apri Tri Nugroho, Prof. Dr. Ir. Sasongko Pramono Hadi, DEA.; Heri Sutanta, S.T., M.Sc., Ph.D
2024 | Tesis | S2 Magister Teknik Sistem
Potensi energi matahari di Indonesia mencapai 207 GWp. Potensi tersebut dapat dikonversi menjadi tenaga listrik menggunakan PLTS fotovoltaik. Dengan sistem agrivoltaik adalah salah model pemanfaatan yang sedang banyak diteliti akhir ini. Banyak studi telah membuktikan penerapan sistem agrivoltaik berpotensi untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Akan tetapi sistem bukan tanpa kendala, perencanaan yang matang dibutuhkan untuk menjamin manfaat baik pada produksi pertanian dan energi. Perencanaan ini dapat dilakukan menggunakan Sistem Informasi Geografis dan multi-criteria decision analysis (GIS-MCDA) yang dikombinasikan dengan Fuzzy-AHP. Kabupaten Gunungkidul menjadi pilihan untuk melakukan penelitian ini. Dimana, sebagian besar pertanian di kawasan ini dilakukan di atas lahan kering. Sejumlah kriteria ditentukan berdasarkan hubungan CLEW seperti iradiasi matahari, temperatur, intensitas hujan, gardu induk, jaringan transmisi/distribusi, sungai permukaan, sungai bawah tanah, mata air, danau/embung/telaga dan jaringan irigasi. Untuk alternatif lahan ditetapkan lahan pertanian kering dan lahan gembala ternak lahan yang telah diklasifikasi dari berbagai lahan kering. Sejumlah constraints seperti slope, aspect, kawasan hutan, kawasan pemukiman, jalan lokal dan jalan kolektor juga telah ditetapkan. Hasil pembobotan AHP dilakukan oleh dua ahli menghasilkan kriteria iradiasi matahari, jarak ke jaringan transmisi/distribusi, dan intensitas hujan sebagai tiga kriteria paling penting dengan bobot masing-masing sebesar 0,497, 0,155 dan 0,116. Karakteristik geografis Gunungkidul yang berbukit juga berpengaruh pada hasil luas kesesuaian lahan, dimana analisis yang menggunakan constraint aspect memiliki kesesuaian lahan yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tanpa aspect. Sedangkan pada skenario alternatif lahan kombinasi, lahan pada kombinasi pertanian memiliki luas lebih sedikit dibandingkan kombinasi gembala peternakan.
Indonesia holds a solar energy potential of 207 GWp, convertible into electricity through Photovoltaic Solar Power Plants. Agrivoltaic systems, a researched model, show potential in enhancing productivity on arid lands. However, challenges exist, necessitating meticulous planning for dual benefits in agriculture and energy. This study utilizes Geographic Information System (GIS) and multi-criteria decision analysis (MCDA) combined with Fuzzy-Analytical Hierarchy Process (Fuzzy-AHP). Gunungkidul Regency, primarily reliant on dry land agriculture, is the chosen research area. Criteria had been established, derived from the CLEW-nexus framework, encompass solar radiation, temperature, rainfall, substation locations, transmission networks, water bodies, and irrigation networks. Land use alternatives include dryland agriculture and pastoral land, classified from various arid land categories. Constraints such as slope, aspect, forests, settlements, and road networks are considered. AHP weighting designates solar radiation, distance to transmission line, and rainfall as the top three criteria, with weights of 0.497, 0.155, and 0.116. Gunungkidul's hilly geography significantly influences land suitability. Aspect constraints reduce suitability compared to scenarios without. In alternative scenarios, dryland agricultural combinations have smaller areas than pastoral ones. In conclusion, a comprehensive approach incorporating GIS-MCDA and Fuzzy-AHP is pivotal for sustainable agrivoltaic implementation. This research offers insights into planning considerations for optimal outcomes in agriculture and energy sectors.
Kata Kunci : Agrivoltaic, Food and energy combination, GIS-MCDA, AHP, Fuzzy logic, Gunungkidul