Laporkan Masalah

Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Benih Kedelai Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max, L.) Toleran Tumpangsari dengan Jagung (Zea mays, L.)

Indah Permanasari, Dr. Ir. Endang Sulistyaningsih, M.Sc.

2024 | Disertasi | S3 Ilmu Pertanian

Kebutuhan kedelai di Indonesia melebihi produksi yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penambahan area tanam dengan memanfaatkan lahan yang tersedia, diantaranya tumpangsari dengan jagung untuk menghasilkan biji kedelai yang tinggi baik untuk konsumsi maupun benih sesuai standar kualitas produksi benih dengan tanpa menurunkan hasil jagung. Penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Penelitian tahap I, bertujuan untuk mengetahui varietas kedelai yang toleran saat ditanam secara tumpangsari dengan jagung. Berdasarkan analisis PCA pada variabel bobot biji per tanaman dan indeks hasil, menunjukkan bahwa dari keenambelas varietas kedelai yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung, terdapat 7 varietas toleran yaitu Dena 1, Dena 2, Devon 1, Wilis, Demas 1, Devon 2, dan Derap 1; dan 2 varietas intoleran yaitu Dega 1 dan Mahameru. Dengan mendasarkan kriteria bobot biji kedelai dan jagung, perubahan bobot biji kedelai saat ditanam secara tumpangsari dan monokultur serta kualitas benih kedelai yang meliputi daya kecambah dan bobot kering bibit, diperoleh output 5 varietas kedelai yaitu Derap 1, Wilis, Dena 1, Devon 1, dan Anjasmoro yang digunakan sebagai referensi penelitian tahap 2.

Penelitian tahap kedua, bertujuan untuk menentukan varietas dan jumlah baris kedelai diantara jagung yang mempunyai karakter fisiologi dan pertumbuhan terbaik serta produktivitas tinggi dan kualitas benih yang stabil sesuai standar produksi benih pada tumpangsari dengan jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Wilis memiliki karakter fisiologi, pertumbuhan, komponen hasil, hasil dan kualitas benih serta bobot biji jagung yang paling baik saat ditanam secara tumpangsari. Penanaman tumpangsari dengan 4 baris kedelai di antara jagung memberikan produktivitas tertinggi dengan kualitas benih yang tetap baik. Penanaman secara tumpangsari tidak menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif dan perubahan fisiologi namun mengalami penurunan pertumbuhan, komponen hasil dan hasil biji yang lebih rendah dibandingkan monokultur.

  Penelitian tahap ketiga, bertujuan untuk mengevaluasi sifat fisiologi, pertumbuhan dan hasil kedelai dari asal benih tumpangsari dengan jagung yang ditanam secara tumpangsari dan monokultur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asal benih yang berbeda tidak berpengaruh terhadap karakter fisiologi, morfologi, komponen hasil dan hasil kedelai namun demikian penanaman secara tumpangsari menurunkan karakter-karakter tersebut dibandingkan monokultur. Oleh karena itu, produksi benih kedelai Wilis, dapat dilakukan secara tumpangsari dengan jagung pada jumlah baris 4 tanaman kedelai di antara jagung pada musim tanam kedua (kemarau).

he demand for soybeans in Indonesia exceeds the production. Therefore, it is necessary to increase the cultivated area by utilizing the available land. One of the methods is by utilizing an intercropping system with maize to produce soybean for both consumption and seed production that meet the quality standards of seed production without reducing the maize yield. The research consists of three phases. The first phase was intended at identifying soybean varieties tolerant to intercropping with maize. Based on the seed weight per-plant and the yield index parameters, PCA analysis showed that out of sixteen varieties of the intercropped soybean with maize, there were seven tolerant varieties (Dena 1, Dena 2, Devon 1, Wilis, Demas 1, Devon 2 and Derap 1), whereas two varieties were intolerant (Dega 1 and Mahameru). On the basis of soybean and maize seed weights, seed weight difference between intercropping and monoculture, and soybean seed qualities (germination rate, seed dry weight), there were five tolerant varieties obtained, i.e., Derap 1, Wilis, Dena 1 Devon 1, and Anjasmoro. Anjasmoro was used as negative controls in the second phase.

The second phase aimed to determine the soybean varieties and its number of planting row on the intercropping with maize that shows highest on the physiological, growth characteristics, high productivity, and stable seed based on standard of seed production. The results exposed that Wilis variety possessed the best physiological characteristics, growth, yield components, seed yield and quality and maize seed weight. Intercropping by employing four planting rows of soybean between maize provides the highest productivity while maintaining its seed quality. Intercropping showed no significant oxidative stress and physiological changes. However, compared to those of monoculture, it showed slightly lower growth, yield components, and seed yields.

The third phase sought at evaluating the physiological properties, growth, and yields of soybean from which its seeds originated from the intercropping and monoculture systems. The results exhibited that different seed origins presented no significant influence on the soybean’s physiological characteristics, morphology, yield components and yield, even though intercropping showed minor decreases on these characteristics compared to those of monoculture. The seed production of Wilis therefore, is feasibly be carried out by intercropping with maize using four planting rows between maize in the second growing (dry) season.

Kata Kunci : hasil, kedelai, kualitas benih, tolerant, tumpangsari (yield, soybean, seed quality, tolerant, intercropping)

  1. S3-2024-435422-abstract.pdf  
  2. S3-2024-435422-bibliography.pdf  
  3. S3-2024-435422-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2024-435422-title.pdf