Potensi Keunggulan Hibrida Hasil Persilangan Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Assamica dan Sinensis
Hani Widhianata, Prof. Dr. Ir. Taryono, M.Sc.; Dr. Panjisakti Basunanda, S.P., M.P.; Prof. Dr. Ir. Supriyadi, M.Sc.
2024 | Disertasi | S3 Ilmu Pertanian
Pemuliaan tanaman berperan penting dalam strategi peningkatan mutu dan produktivitas teh. Teh tipe assamica mempunyai pertumbuhan cepat dan berat pucuk tinggi sedangkan teh sinensis mempunyai mutu tinggi dengan produktivitas rendah, sehingga usaha mendapatkan teh dengan hasil pucuk dan mutu tinggi dilakukan melalui persilangan kedua tipe teh tersebut. Tujuan penelitian adalah memperoleh hibrida hasil persilangan assamica dan sinensis dengan hasil pucuk dan mutu tinggi melalui pengamatan morfologi, kandungan katekin, analisis transkriptomik, serta memperoleh tata cara yang optimal untuk perbanyakan dan mengetahui kemampuan perbanyakan vegetatif hibrida dengan metode organogenesis langsung. Materi genetik yang digunakan adalah 4 klon kultivar tetua assamica yaitu TRI-2025, Cinyiruan-143, Suka Ati-40, dan Kiara-8; 3 klon kultivar tetua sinensis yaitu Tambi-1, Tambi-2 dan Sukoi; dan 34 individu hasil persilangannya.
Karakterisasi morfologi dilakukan pada hibrida hasil persilangan assamica × sinensis untuk mengetahui potensi dari karakter morfologi tiap hibrida. Genotipe yang mempunyai karakter morfologi dengan hasil pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan hibrida yang lain adalah Tambi-2 × TRI-2025(1)B, Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A, Tambi-2 × Suka Ati-40(2)A, Kiara-8 × Tambi-2 C, dan Tambi-2 × Cinyiruan-143(2)B. Genotipe tersebut juga mempunyai diameter batang yang besar, percabangan yang banyak, dan panjang dan lebar bidang petik yang panjang. Beberapa hibrida unggul tersebut yang mempunyai pucuk dan tangkai daun yang berwarna merah kecoklatan yaitu Tambi-2 × TRI-2025(1)B, Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A, Tambi-2 × Suka Ati-40(2)A, dan Kiara-8 × Tambi-2 C.
Katekin adalah kandungan kimia teh yang sangat menentukan mutu teh. EGCG (epigallocatechin gallate) merupakan komponen katekin yang paling besar dalam daun teh yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling kuat dan berperan penting terhadap mutu dan bermanfaat bagi kesehatan. Terdapat keragaman kandungan EGCG dan C (catechin) pada tetua dan hibrida hasil persilangan. Tetua Sukoi mempunyai kandungan EGCG tertinggi sedangkan tetua Tambi-2 mempunyai kandungan C tertinggi dibandingkan tetua yang lain. Kiara-8 × Sukoi(1)D, Tambi-2 × TRI-2025(1)B, dan Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A mempunyai kandungan EGCG dan C lebih tinggi dibandingkan tetua dan hibrida hasil persilangan yang lain.
Kandungan EGCG dan C di atas didukung oleh hasil transkriptomik yang menunjukkan beberapa gen yang mempunyai peningkatan pengaturan yaitu gen PAL, 4CL, C4H, ANR, ANS, CHI, CHS, DFR, F3H, F35H, FLS, dan LAR pada genotipe yang mempunyai kandungan EGCG dan C tinggi. Gen struktural tersebut pengaturannya dipengaruhi faktor transkripsi MYB4, MYB5d, R2R3-MYB1, bHLH13, dan LOB21 yang juga menunjukkan peningkatan pengaturan pada Kiara-8 × Sukoi(1)D, Tambi-2 × TRI-2025(1)B, dan Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A. Gen PAL (Cluster-19805.49884), CHS (Cluster-19805.50241), F35H (Cluster-19805.49082), ANR (Cluster-19805.52453), ANS (Cluster-19805.41144), dan LAR (Cluster-19805.49197) menunjukkan penyandian yang tinggi pada hibrida Kiara-8 × Sukoi(1)D, Tambi-2 × TRI-2025(1)B, dan Tambi-2 × Suka Ati(1)A.
Teh merupakan tanaman yang secara umum diperbanyak secara vegetatif. Pendekatan metode budidaya jaringan dilakukan sebagai penerapan teknologi untuk membantu perbanyakan vegetatif khususnya pada genotipe hasil persilangan yang masih mempunyai sedikit pucuk. Perlakuan tipe media dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dilakukan untuk mendapatkan media terbaik untuk setiap tahap pertumbuhan budidaya jaringan. Media terbaik untuk induksi dan perbanyakan tunas adalah ½ MS + 3 mg/L BAP (Benzylaminopurine) + 0,5 mg/L GA3 (Gibberelic Acid), pemanjangan tunas pada ½ MS + 2 mg/L BAP, dan perakaran pada media cair ¼ MS + 2 mg/L IBA (Indol-3-Butyric Acid). Kiara-8 × Sukoi(1)D dan Kiara-8 × Tambi-1-2 D menunjukkan persentase pembentukan tunas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hibrida hasil persilangan yang lain. Kiara-8 × Tambi-1-2 D dan Tambi-1-1 × Kiara-8 C menunjukkan persentase pembentukan perakaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan hibrida hasil persilangan yang lain. Genotipe yang mempunyai hasil pucuk tinggi dan kandungan EGCG dan C yang tinggi serta persentase pembentukan tunas yang baik (>35%) pada hari ke-15 induksi tunas, jumlah tunas yang banyak (>15 tunas) pada hari ke-30, dan persentase pembentukan akar yang baik yaitu (>30%) pada hari ke-14 induksi perakaran yaitu Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A, Tambi-2 × Suka Ati-40(2)A, Tambi-2 × TRI-2025(1)B, dan Kiara-8 × Tambi-2 C.
Plant breeding plays a significant role in the strategy to enhance tea quality and productivity. Assamica-type tea exhibits rapid growth and high shoot weight, while sinensis-type tea is known for its high quality, therefore, hybridization of these two types of tea was the effort to obtain tea with high shoot yield and quality. The objective of this research is to obtain hybrids resulting from the crossbreeding between assamica and sinensis types, which characterized by high shoot yield and quality. This was achieved through the observation of morphological characterization, catechin content, transcriptional analysis, as well as to obtain an optimal protocol for propagation and determining the vegetative propagation ability of hybrids through direct organogenesis method. The genetic material used includes 4 clones of assamica parental cultivars i.e. TRI-2025, Cinyiruan-143, Suka Ati-40, and Kiara-8; 3 clones of sinensis parental cultivars i.e. Tambi-1, Tambi-2, and Sukoi; and 34 individuals resulting from the crossbreeding.
Morphological characterization was conducted on F1 hybrids resulting from the crossbreeding between assamica × sinensis to evaluate the potential morphological traits within each hybrid. Genotypes exhibiting morphological characteristics with higher shoot yield compared to other hybrids were Tambi-2 × TRI-2025(1)B, Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A, Tambi-2 × Suka Ati-40(2)A, Kiara-8 × Tambi-2 C, and Tambi-2 × Cinyiruan-143(2)B. These genotypes also had large stem diameters, abundant branching, and extensive plucking fields. Additionally, several superior hybrids with reddish-brown shoot tips and leaf petioles were identified including Tambi-2 × TRI-2025(1)B, Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A, Tambi-2 × Suka Ati-40(2)A, and Kiara-8 × Tambi-2 C.
Catechins are chemical compounds found in tea that significantly contribute to its quality. EGCG (epigallocatechin gallate) is the predominant catechin component in tea leaves, exhibiting the strongest antioxidant activity and playing a significant role in quality and health benefits. There was diversity in EGCG and C (catechin) content in both the parent and crossbred hybrids. The Sukoi parent had the highest EGCG content, whereas the Tambi-2 parent had the highest C content compared to other parents. Kiara-8 × Sukoi(1)D, Tambi-2 × TRI-2025(1)B, and Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A hybrids had higher EGCG and C content compared to parent and other crossbred hybrids.
The analysis of EGCG and C content was supported by transcriptomic results, indicating increased regulation of several genes, including PAL, 4CL, C4H, ANR, ANS, CHI, CHS, DFR, F3H, F35H, FLS, and LAR in genotypes exhibiting high EGCG and C content. The regulation of these structural genes was influenced by transcription factors such as MYB4, MYB5d, R2R3-MYB1, bHLH13, and LOB21, which also show increased regulation in Kiara-8 × Sukoi(1)D, Tambi-2 × TRI-2025(1)B, and Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A hybrids. PAL (Cluster-19805.49884), CHS (Cluster-19805.50241), F35H (Cluster-19805.49082), ANR (Cluster-19805.52453), ANS (Cluster-19805.41144), and LAR (Cluster-19805.49197) genes exhibit high expression in these aforementioned hybrids.
Tea plants are generally propagated vegetatively. Tissue culture method was employed as a technological application to assist vegetative propagation, especially for crossbred genotypes with limited shoots. The optimization of media types and concentration of growth regulators was conducted to obtain the most suitable media for each stage of tissue culture growth. The optimum media for shoot induction and proliferation were ½ MS + 3 mg/L BAP (Benzylaminopurine) + 0.5 mg/L GA3 (Gibberelic Acid), shoot elongation was achieved in ½ MS + 2 mg/L BAP, and root formation in liquid media ¼ MS + 2 mg/L IBA (Indol-3-Butyric Acid). Hybrids such as Kiara-8 × Sukoi(1)D and Kiara-8 × Tambi-1-2 D exhibited higher percentages of shoot formation compared to other crossbred hybrids. Kiara-8 × Tambi-1-2 D and Tambi-1-1 × Kiara-8 C exhibited higher percentages of root formation compared to other crossbred hybrids. Genotypes characterized by high shoot yield and EGCG and C content, such as Tambi-2 × Suka Ati-40(1)A, Tambi-2 × Suka Ati-40(2)A, Tambi-2 × TRI-2025(1)B, and Kiara-8 × Tambi-2 C, exhibit favorable shoot formation percentages (>35%) on the 15th day of shoot induction, a substantial number of shoots (>15 shoots) on the 30th day, and satisfactory root formation percentages (>30%) on the 14th day of root induction.
Kata Kunci : assamica, catechin, morphology, organogenesis, sinensis