Kesiapsiagaan Terhadap Bahaya Tsunami di Kawasan Pariwisata Pesisir Bantul-Daerah Istimewa Yogyakarta
Ikhwan Amri, Prof. Dr. Sri Rum Giyarsih, M.Si.; Dr. Ir. Dina Ruslanjari, M.Si.
2024 | Tesis | S2 MAGISTER MANAJEMEN BENCANA
Pariwisata pesisir memiliki peran yang penting dalam menghasilkan pendapatan bagi Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, keberlanjutan pariwisata pesisir dihadapkan pada tantangan akibat bahaya pesisir, seperti tsunami, yang memiliki potensi untuk menyebabkan krisis pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi distribusi spasial bahaya tsunami, (2) menilai kesiapsiagaan masyarakat lokal dan pengunjung dalam menghadapi bahaya tsunami di daerah pariwisata pesisir, dan (3) mengevaluasi perencanaan kesiapsiagaan oleh para pemangku kepentingan manajemen bencana pariwisata. Studi ini menggunakan pendekatan spasial yang dikembangkan oleh Berryman untuk memetakan bahaya tsunami, dengan mengasumsikan ketinggian gelombang maksimum sebesar 20 meter. Kesiapsiagaan level masyarakat diselidiki melalui survei kuesioner kepada 221 pengunjung pantai di lokasi terpilih (Parangtritis, Depok, dan Baru) melalui pendekatan convenience sampling. Sementara itu, kesiapsiagaan level institusional dievaluasi melalui wawancara mendalam kepada sepuluh informan kunci yang mewakili pemangku kepentingan manajemen bencana pariwisata. Hasil studi menunjukkan bahwa zona bahaya tsunami mencakup area seluas 1.755,26 hektar. Sedikitnya ada 21 destinasi pantai yang menjadi elemen berisiko, yang menegaskan pentingnya perencanaan kesiapsiagaan. Pengguna pantai umumnya memiliki kesadaran yang relatif tinggi terhadap risiko tsunami, terlepas dari karakteristik demografi mereka. Namun, pengetahuan mengenai peringatan tsunami dan pemahaman tentang rute evakuasi ditemukan paling rendah di kalangan pengunjung dari luar provinsi. Analisis kesiapsiagaan institusional mengindikasikan bahwa para pemangku kepentingan mengakui bahaya tsunami di Bantul, dengan sebagian besar menekankan pentingnya perencanaan kesiapsiagaan. Strategi kesiapsiagaan dominan dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yang mencakup berbagai aspek mulai dari pemetaan bahaya, pengembangan sistem peringatan dini, perencanaan evakuasi, dan berbagai inisiatif peningkatan kapasitas lainnya. Dinas Pariwisata umumnya berperan sebagai pendukung, sementara keterlibatan pelaku usaha pariwisata minim. Studi ini merekomendasikan pendekatan tata kelola kolaboratif untuk merencanakan kesiapsiagaan pariwisata terhadap tsunami.
Coastal tourism plays a significant role in generating income for Bantul Regency, Special Region of Yogyakarta. However, the sustainability of coastal tourism faces challenges due to coastal hazards, such as tsunamis, which have the potential to cause tourism crises. This research aims to: (1) identify the spatial distribution of tsunami hazard, (2) assess the preparedness of local residents and visitors in facing tsunami hazards in coastal tourism areas, and (3) evaluate the preparedness planning by the stakeholders in tourism disaster management. This study employed a spatial approach developed by Berryman to map tsunami hazards, assuming a maximum wave height of 20 meters. Citizen-level preparedness was investigated through a questionnaire survey of 221 beach users at selected locations (Parangtritis, Depok, and Baru) using a convenience sampling approach. Meanwhile, institutional-level preparedness was evaluated through in-depth interviews with ten key informants representing tourism disaster management stakeholders. The study results indicated that the tsunami hazard zone covers an area of 1,755.26 hectares. There are at least 21 beach destinations that pose a risk, underscoring the importance of preparedness planning. Beach users generally have a relatively high awareness of tsunami risks, regardless of their demographic characteristics. However, knowledge about tsunami warnings and understanding of evacuation routes were found to be lowest among visitors from outside the province. Institutional preparedness analysis indicated that stakeholders acknowledge the tsunami hazard in Bantul, with the majority emphasizing the importance of preparedness planning. The dominant preparedness strategies are carried out by the Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) and the Regional Disaster Management Agency (BPBD), covering various aspects from hazard mapping, development of early warning systems, evacuation planning, and various capacity building initiatives. The Tourism Office generally plays a supportive role, while the involvement of tourism businesses is minimal. This study recommends a collaborative governance approach for planning tourism preparedness toward tsunami.
Kata Kunci : kesiapsiagaan, sektor pariwisata, tsunami, Bantul