Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi Minor Melalui Penerapan Prinsip Keadilan Restoratif
Suyanto Reksasumarta, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum.
2024 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis praktik-praktik penerapan alternatif penyelesaian tindak pidana korupsi yang berlaku saat ini, kriteria tindak pidana korupsi minor yang dapat diselesaikan melalui alternatif penyelesaian perkara berdasarkan prinsip keadilan restoratif, dan mekanisme alternatif penyelesaian tindak pidana korupsi minor dengan prinsip keadilan restoratif yang sesuai dengan Sistem Peradilan Pidana Indonesia.
Penelitian ini merupakan
penelitian hukum empiris-normatif. Cara memperoleh data primer dari
Kejaksaan Agung, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelitian
kepustakaan. Metode pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan
perundang-undangan, pendekatan perbandingan hukum, dan pendekatan
konseptual. Analisis data menggunakan metode kualitatif, disajikan
secara deskriptif analitis, dan metode penarikan kesimpulan dilakukan
secara induksi.
Penelitian ini memiliki kesimpulan: Pertama, praktik
alternatif penyelesaian perkara yang telah dilaksanakan saat ini yaitu
penghentian penyelidikan/penyidikan perkara korupsi dengan kerugian
relatif kecil yaitu rata-rata sebesar Rp244.000.000,00 dan telah
dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara serta pemulihan
pekerjaan/proyek sampai dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Kedua,
kriteria utama tindak pidana korupsi minor yaitu korupsi yang diatur
dalam Pasal 2 atau Pasal 3 UU PTPK, dengan nilai kerugian keuangan
negara paling banyak sebesar Rp348.000.000,00 (tiga ratus empat puluh
delapan juta rupiah), korupsi untuk memenuhi kebutuhan dasar, modus
tindak pidana yang relatif sederhana, subjek tindak pidana berumur lebih
dari 70 tahun dan/atau mengalami sakit yang tidak dapat dihapkan
kesembuhannya. Ketiga, prinsip restoratif justice talah dilaksanakan
dalam penyelesaian perkara korupsi dengan pengembalian kerugian keuangan
negara baik tahap penyelidikan maupun penyidikan, namun belum ada
peraturan yang dapat menjadi pedoman pelaksanaannya. Keempat, alternatif
kebijakan ke depan yang dapat dipilih dalam penerapan prinsip keadilan
restoratif guna penyelesaian tindak pidana korupsi minor adalah deffered
prosecution agreement, dan/atau plea bargaining yang disesuaikan dengan
Sistem Peradilan Pidana Indonesia.
The purpose of this study is to identify and analyze practices of alternative settlements for petty/minor corruption, criteria for petty/minor corruption that can be resolved by alternative settlements, and future alternative settlement on minor corruption cases with implementation of restorative justice principles in the Indonesia Criminal Justice System.
This research is an empiric-normative legal research. Primary data was obtained from the Attorney General's Office, and secondary data was obtained through library research. The research approach are statutory approach, comparation of law approach, and conceptual approach. Data analysis was qualitative methods, presented descriptive-analytically.
The conclusions of this research are: First, alternatif settlement of corruption cases that have been implemented was recovery of state financial losses in minor/patty corruption with average of state financial losses is IDR244,000,000.00 and state financial losses have been returned and projects restored so that can be utilized by the community. Second, the main criteria for minor/patty corruption is corruption as regulated in Article 2 or Article 3 of the PTPK Law, the maximum value of state financial losses is IDR348,000,000.00 (three hundred and forty-eight million rupiah), corruption by need none by greed, a relatively simple mode of crime, the subject of the crime is over than 70 years old and/or has a serious illness. Third, the principle of restorative justice has been implemented in resolving corruption cases by returning state financial losses at investigation stages. Until now there are no regulations that can be used as a reference for implementing restorative justice for minor corruption cases. Fourth, Future options that can be chosen in applying the principles of restorative justice to resolve minor/patty corruption are deffered prosecution agreement (DPA), and/or plea bargaining.
Kata Kunci : tindak pidana korupsi minor, alternatif penyelesaian perkara pidana, keadilan restoratif